Putraindonews.com – Pukul 07.30 wita. Sebuah kiriman flyer masuk di grup WhatsApp Gerakan Literasi Gowa. Semula saya mengira, flyer itu merupakan informasi tentang kegiatan “Kamis Puitis”, yang akan diadakan sebentar di Gedung Layanan Perpustakaan Umum Kabupaten Gowa, Jalan Mesjid Raya No 36 Sungguminasa.
Kegiatannya memang hari ini, Kamis, 29 Februari 2024. Ternyata bukan. Rupanya, selebaran digital yang dikirim Irfan Latief, pustakawan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Gowa itu, berisi ucapan turut berduka cita atas berpulangnya Hj Hartini, Kepala Perpustakaan SMP Negeri 2 Bontonompo.
Saya tidak terlalu mengenal dekat Hj Hartini Daeng Tikno. Meski beliau menyampaikan, beberapa kali mengikuti kegiatan peluncuran buku saya atau menghadiri seminar di mana saya salah satu pembicaranya. Itu yang disampaikan, ketika kami ngobrol akrab di Kebun Denassa (Denassa Botanical Garden) di Bontonompo, Rabu 16 Maret 2022.
Kami diundang founder Rumah Hijau Denassa (RHD) Darmawan Denassa, mengikuti diskusi tentang aksara Lontaraq yang dihadiri Tim Deputi Literasi, Inovasi, dan Kreativitas Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Di sela-sela pertemuan itu, terlontar gagasan untuk membuat buku tentang aktivitas pustakawan atau seputar gerakan literasi di Kabupaten Gowa. Saya menyanggupi, akan membuatkan daftar pertanyaan, yang nanti dijawab oleh pengelola perpustakaan.
Respons yang diberikan Bu Hj Hartini sangat baik. Beliau bahkan dengan cepat menjawab 29 daftar pertanyaan yang saya berikan. Ketika Hj Hartini, dikabarkan wafat, saya langsung teringat file daftar pertanyaan tersebut, yang sedianya akan dijadikan buku kumpulan kisah para pustakawan di Kabupaten Gowa.
Hj Hartini, SE, lahir di Balaburu, 16 Agustus 1973, beralamat di Gangga, Kelurahan Tamallayang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Hartini merupakan PNS, jabatannya fungsional pustakawan. Semasa hidupnya, beliau tergabung dalam organisasi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). Sebelum menjadi pustakawan, beliau merupakan guru Mata Pelajaran Seni Budaya. Juga pernah menjadi pembina seni di SMP Negeri 2 Bontonompo dan sebagai tenaga administrasi.
Beliau tertarik menjadi pustakawan karena ingin meningkatkan virus literasi kepada siswa siswi di SMP Negeri 2 Bontonompo. Selain itu, untuk lebih mendekatkan perpustakaan kepada siswa agar mereka tertarik berkunjung ke perpustakaan.
Diakui bahwa saat awal beliau menjadi pustakawan, beliau belum memahami dan mendalami tentang prosedur yang terdapat di perpustakaan, Maklum, beliau bukan Sarjana Ilmu Perpustakaan, Namun, justru itu menjadi tantangan tersendiri baginya.
Beliau terus berusaha mencari cara, bagaimana perpustakaan dapat menarik siswa untuk datang berkunjung, dan bagaimana perpustakaan menjadi lebih baik dan kreatif ke depannya.
Hartini lalu melakukan pembenahan pengelolaan perpustakaan di sekolahnya. Salah satunya, dengan memperbaiki fasilitas penunjang, seperti membenahi meja, bangku, dan rak serta koleksi yang ada di perpustkaan sekolahnya.
Saat jawaban dikirimkan ke saya, jumlah koleksi perpustakaan di SMP Negeri 2 Bontonompo sebanyak 1.234 judul, sedangkan jumlah bukunya sebanyak 1.868 eksemplar.
Diungkapkan bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi. Yaitu, kurangnya anggaran yang masuk di perpustakaan. Padahal, butuh sarana dan prasarana yang memadai untuk melengkapi ruang perpustakaan, khususnya komputer, AC, dan koleksi.
Kemudian, kurang sadarnya siswa dalam merapikan buku setelah membaca. Juga masih kurangnya minat baca, serta minimnya jam untuk pemustaka berkunjung ke perpustakaan. Semua ini dipikirkan karena juga menjadi tanggung jawabnya sebagai pustakawan.
Sebagai pustakawan, beliau senang karena mendapat sejumlah pengalaman berharga. Misalnya, mendapat gelar Pustakawan, di mana beliau diutus Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan mengikuti Diklat Fungsional Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA) di Palu, Sulawesi Tengah, dengan anggaran dari Perpurnas RI.
Beliau berkesempatan mengikuti workhshop, Bimtek, dan seminar terkait perpustakaan yang diadakan oleh Perputakaan Provinsi. Juga pernah mendapat penghargaan dari Wali Kota Makassar sebagai peserta terbaik pada seminar dan beda buku.
Ada beberapa upaya yang dilakukan Hj Hartini untuk meningkatkan minat baca. Antara lain, memberikan buku-buku yang sesuai dengan kegemaran dan minat anak-anak. Memberikan motivasi dengan membuat kuis berhadiah sebagai apresiasi kepada siswa. Juga mengadakan diskusi di ruang perpustakaan, terutama terkait minat pemustaka.
Cara-cara kreatif dan inovatif memang perlu dilakukan untuk membudayakan kegemaran membaca. Beliau selalu mengisi waktu-waktu kosong di perpustakaan, dengan memberikan motivasi, bagaimana meningkatkan kegemaran membaca dan minat baca siswa.
Selain itu, beliau membuat jadwal rutin 2 kali kunjungan masuk ke perpustakaan setiap pekan. Lomba baca puisi dan lomba mengarang dilakukan juga setiap saat sebagai salah satu pendekatan. Juga mengadakan kegiatan membaca bersama seluruh warga sekolah, baik guru, pegawai dan siswa, pada setiap hari Sabtu.
Ada pula pembudayaan membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai, dan membentuk pojok baca, baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Bahkan, terkadang, beliau menularkan semangat literasi kepada masyarakat, membawa buku-buku untuk dibaca bersama. Untuk menambah kegembiraan, beliau menyediakan hadiah bagi yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan.
Hj Hartini, selalu bersemangat jika berbicara tentang perpustakaan dan dunia literasi yang digelutinya. Perpustakaan SMP Negeri 2 Bontonompo, berada di Kelurahan Kalase’rena, yang juga merupakan kampung halamannya.
Perpustakaan ini berdiri sejak 6 Oktober 1994. Pada masa awal, keadaan ruangannya masih kecil dengan koleksi buku yang masih kurang, terutama buku penunjang, referensi, fiksi dan non fiksi. Pada tahun 2017, perpustakaan tersebut sudah mengalami perubahan dengan menempati ruangan yang baru dan koleksi buku yang semakin bertambah.
Namun, bagi Hartini, meski ada perubahan, perpustakaannya itu masih butuh sarana yang baik dan koleksi yang banyak sehingga pemustaka semakin bersemangat dan termotivasi untuk berkunjung ke perpustakaan sekolah.
Hartini menyadari, tantangan yang dihadapi pustakawan dan perpustakaan di era digital. Sehingga, perpustakaan sekolahnya membuat beberapa pengaturan. Beliau, misalnya, membuat program perpustakaan yang membatasi anak-anak membawa handphone ke dalam perpustakaan. Dengan adanya Program Merdeka Belajar, beliau tetap membuat jadwal kunjungan ke perpustakaan bagi peserta didik dan kegiatan pojok baca.
“Alhamdulillah sangat perhatian dalam hal pembelian buku paket.” Itu jawaban yang diberikan Hartini, ketika ditanya, bagaimana bentuk perhatian pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap Perpustakaan SMP Negeri 2 Bontonompo. Untuk memajukan perpustakaan, katanya, perlu menyediakan anggaran pembelian buku paket secara bertahap sesuai kebutuhan peserta didik.
Dari jumlah koleksi buku bertema sejarah dan budaya Gowa, yang kurang lebih hanya 20 eksemplar, tampak bahwa perpustakaan sekolah masih butuh tambahan koleksi. Buku-buku itu, antara lain “Sultan Hasanuddin”, “Tumanurung ri Gowa”, “Karaeng Manuju”, “Balla Lompoa”, “Karaeng Galesong”, “Raja Gowa”, “Perjanjian Bongaya”, dan “Sisilah Satu Rumpun Gowa”.
Disyukuri karena, baik buku baru maupun lama, semua terawat dengan baik. Beliau lalu menyebut buku-buku terkait sejarah Gowa, serta buku-buku tentang tradisi dan budaya di Gowa yang masih sangat diperlukan sebagai bacaan penunjang.
Salah satu penyebab, minat baca anak rendah terhadap buku muatan lokal ini, diakui karena kurangnya koleksi buku bertema sejarah dan budaya Gowa di perpustakaan sekolah. Disampaikan bahwa bentuk dukungan stakeholder terhadap perpustakaan sekolah masih kurang karena faktor komunikasi dan waktu.
Ketika ditanya, bagaimana caranya membangun budaya literasi dan literasi budaya di Kabupaten Gowa? Hj Hartini menjawab, “Menurut saya, pemerintah, baik kota maupun daerah, turut andil dalam menyebarkan buku bermuatan lokal ke perpustakaan desa, sekolah, dan pegiat literasi yang ada di Kabupaten Gowa.
Ini dilakukan, supaya pemustaka semakin berminat untuk mengetahui sejarah dan budaya Makassar, terutama di Kabupaten Gowa. Selain itu, dengan rajinnya pustakawan melakukan aktivitas literasi ke masyarakat, maka pemerintah seharusnya lebih menaruh perhatian dan menyediakan sarana dan prasarana yang layak agar mudah dijangkau dan nyaman digunakan oleh pemustaka.”
Kisah tentang Hj Hartini, sebagai pustakawan dan pegiat literasi, tentu tak bisa lagi dibaca oleh almarhumah. Namun, interaksinya dengan siswa dan guru-guru SMP Negeri 2 Bontonompo, serta pegiat literasi di Kabupaten Gowa akan dikenang dengan catatan yang indah.
Pengabdiannya yang tulus dalam gerakan literasi merupakan sebentuk kebaikan, bagai cahaya ilmu yang menerangi cakrawala pemikiran. Sosoknya merupakan inspirasi, bagi mereka yang setia di jalan literasi.
Penulis adalah Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan, Rusdin Tompo