Oleh: Azas Tigor Nainggolan
Putraindonews.com, Jakarta – Kasus korupsi di Indonesia terus meningkat dan jumlah uang yang dikorupsi pun gila, luar biasa besarannya. Bukan hanya memalukan dan bangsa Indonesia dirugikan sangat besar. Korupsi juga adalah sebuah kejahatan hak asasi manusia. Uang yang dikorupsi itu adalah uang untuk membangun kesejahteraan rakyat Indonesia.
Tetapi yang terjadi, uang itu dikorupsi oleh para pejabat dan ambil kenikmatannya juga oleh keluarga para koruptor. Pantas saja masyarakat marah dan mengusulkan agar para koruptor dihukum mati saja agar membuat efek jera bagi para pejabat untuk takut melakukan korupsi.
Hingga saat ini para pejabat pemerintah masih menjadikan kasus korupsi sebagai barang dagangan atau sandera kepentingan politik kekuasaan. Mengetahui ini masyarakat marah sekali melihat lemahnya sikap pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap para koruptor.
Sekarang ini bertambah banyak terbongkar kasus korupsi di Indonesia. Para koruptor itu mencuri sangat besar kerugian uang rakyat yang dicuri para koruptor di Indonesia. Salah satu kasus baru terbongkar adalah korupsi di Pertamina yang jumlah uang dikorupsi sangat fantastis.
Khusus kasus oplosan BBM Pertamax Pertamina, diduga bisa jadi lebih besar karena sudah berlangsung sekitar 5 tahun dengan penjualan seluruh Indonesia dengan kerugian negara setidaknya Rp 193 T per tahunnya.
Selama ini pemerintah bicara subsidi BBM untuk Pertalite harus diberikan tepat sasaran. Sementara yang terjadi sekarang adalah mengoplos Pertalite yang harganya Rp 10.000 dioplos menjadi Pertamax dijual Rp 13.000 per liter di SPBU.
Artinya ada ada kelebihan Rp 3.000 per liter selama lima tahun dikorupsi para petinggi dan pejabat negeri ini selama lima tahun penjualan, tahun 2018-2023. Angka yang diketahui dikorupsi hasil penjualan Pertamax oplosan baru Rp 193 T per tahunnya. Potensi korupsinya bisa jadi di atas Trilyunan yakni Kuadrilyun. Jumlah uang Rp 1 Kuadrilyun setara dengan Rp 1.000 Triliun.
Belakangan juga terbongkar lagi kasus korupsi yang jumlahnya sangat fantastis yakni emas palsu oleh pejabat BUMN PT Antam. Begitu pula baru-baru ini terbongkar juga kasus korupsi dalam pengadaan minyak goreng subsidi “Minyak Kita”.
Jika dihitung pun jumlah uang kerugiannya sangat besar. Korupsi yang dilakukan dalam perdagangan ini adalah menjual minyak goreng subsidi tidak dengan volume yang sebenarnya. Terbongkar bahwa minyak goreng “Minyak Kita” yang dijual dalam kemasan 1 liter tetapi isinya hanya 800 ml saja.
Bayangkan ada korupsi yang dilakukan 200 ml setiap bungkus dalam kurun waktu penjualan sekitar tiga tahun. Terbongkar juga kasus pembelian kapal bekas oleh direksi BUMN PT ASDP yang merugikan keuangan rakyat hampir Rp 1 Triliun.
Penanganan kasus-kasus korupsi ini tidak jelas perkembangannya dan sangat tertutup. Awalnya kelihatan tegas dan keras, tetapi berjalannya waktu serat lobby-lobby maka penanganannya tidak terdengar dan bahkan hilang dari permukaan publik.
Masih banyak lagi kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat publik dan BUMN terbongkar. Banyak kasus korupsi dan jumlah yang dikorupsi sangat besar ini membuat masyarakat marah.
Masyarakat mulai meminta agar para koruptor selain dimiskinkan juga dihukum mati. Beberapa negara memang menerapkan dan menghukum mati para koruptornya. Negara yang sudah menerapkan hukuman mati diantaranya adalah Korea Utara dan Cina.
Mereka menghukum mati secara terbuka para koruptor agar dilihat publik dan membuat efek jera. Pemerintah Cina bahkan selain menerapkan hukuman mati para koruptornya juga menambah hukuman sosial, penghinaan seumur hidup atau abadi dengan membuat patung para koruptornya, lengkap dengan namanya dan diletakan di area publik.
Dalam banyak unggahan sosial media diperlihatkan masyarakat di Cina boleh dan bebas memperlakukan patung ara koruptor tersebut. Terlihat dalam unggahan sosial media bahwa masyarakat ada yang memukul wajah patung koruptor dengan sendal atau sepatu untuk melampiaskan kemarahannya.
Cara membuat patung koruptor di area publik bisa juga ditiru oleh Republik Indonesia untuk membuat malu dan efek jera kepada para koruptor dan keluarganya. Hukuman mati dalam KUHPidana Indonesia menjadi hukuman berat yang pilihan terakhir.
Sementara juga UU Perampasan Aset untuk memiskinkan para koruptor tidak kunjung diselesaikan oleh pemerintah dan DPR RI. Mungkin juga mereka takut menyelesaikan atau membuat UU Perampasan Aset untuk memiskinkan koruptor karena banyak koruptor dari pejabat yang merupakan keluarga atau kawannya.
Hingga sekarang ini para koruptor di Indonesia masih bisa melenggang tersenyum dan hukumannya sangat ringan padahal kerugian uang rakyat yang diambil mereka sangat besar. Hingga sekarang koruptor di Indonesia hanya dihukum seumur jagung dan belum ada koruptor di Indonesia yang dihukum mati atau dihukum seumur hidup.
Ruangannya hukuman pada koruptor ini pula yang membuat kasus korupsi di Indonesia terus merajalela dan terus meningkat.
Jika Republik Indonesia mau menurunkan angka kasus korupsi maka sudah saat koruptor di Indonesia dihukum berat dan dipermalukan dihadapan publik. Pilihan bagus untuk Republik Indonesia berikan hukuman paling berat kepada setiap koruptor dengan merampas asetnya juga hukuman penghinaan abadi juga dibuatkan patung koruptornya lengkap dengan namanya serta kasusnya.
Patung-patung para koruptor itu ditempatkan di area publik seperti kawasan GBK, Monas, pasar atau stasiun-stasiun dan bandara. Agar masyarakat bisa melampiaskan dan memberikan hadiah mempermalukan sepanjang umur kepada koruptor serta keluarganya.
Masyarakat dapat memukul atau meludahi wajah patung para koruptor sebagai hadiah dari masyarakat. Sekali lagi, jika pemerintah Republik Indonesia mau menghapuskan korupsi dari bumi Indonesia, mari beri hukuman berat dan miskinkan para koruptor beserta keluarganya. Jika kasus korupsi di Indonesia masih banyak dan jumlah korupsinya sangat besar berarti hukumannya kepada koruptor masih sangat ringan.
Masih ringannya hukuman bagi koruptor itu membuktikan bahwa seluruh komponen pemerintah serta aparat penegak hukumnya Republik Indonesia masih pro pada koruptor. Agar tidak dikatakan pro koruptor mari hukum berat dan miskinkan para koruptor serta keluarganya.
Penulis adalah Advokat