Oleh: Azas Tigor Nainggolan
Putraindonews.com, Jakarta – Salah satu isu hangat dalam pembicaraan pertemuan Buka Puasa Bersama warga Jakarta yang menjadi sahabat FAKTA Indonesia pada 14 Maret 2025 lalu adalah tentang banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di kampung-kampung warga.
Warga bercerita bahwa banyak terjadi kasus kekerasan seksual tetapi mereka bingung, takut dan tidak tahu untuk mendampingi korbannya. Kasus ditutup begitu saja dan pelakunya pergi lari meninggalkan kampung tanpa penyelesaian secara hukum. Jika sempat dilaporkan ke kantor polisi, kasus diselesaikan secara disampaikan oleh polisi yang menangani laporan.
Kampung warga sahabat FAKTA ini adalah kampung warga miskin. Biasanya anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual banyak dialami oleh anak-anak dari keluarga miskin.
Kemiskinan ini dijadikan modus para pelaku untuk memperdaya anak miskin menjadi korban kebecatan pelaku. Anak-anak yang polos ini didekati dan dibujuk diberi uang, dibelikan makanan atau diajak jalan-jalan dijanjikan mendapat hadiah lainnya. Setelah pendekatan awal lancar, pelaku selanjutnya melancarkan upaya becatnya dengan melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak itu.
Kemiskinan dan ketidaktahuan anak serta orang tuanya juga tidak berpihaknya aparat penegak hukum pada anak-anak miskin yang menjadikan kasus kekerasan seksual terhadap anak miskin di jakarta terus meningkat. Para pelaku merasa aman dan terus melakukan perilaku bejatnya karena bisa lolos dan bebas melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Para pelaku akan berhenti dan harus dihentikan dengan upaya pencegahan berupa edukasi kepada warga.
Upaya lain menghentikan perilaku bejat tersebut juga dapat dilakukan penegakan hukum yang tegas dari aparat hukum terutama polisi dan memberikan hukuman berat kepada pelaku kekerasan seksual pada anak.
Warga meminta kami, FAKTA Indonesia untuk membantu memberikan penyuluhan tentang cara menangani dan mendampingi korban kasus kekerasan seksual pada anak. Diceritakan warga juga bahwa kasus-kasus ini mulai banyak terungkap di kampung mereka dalam waktu dua tahun terakhir. Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jakarta ini sudah menghawatirkan dan perlu penanganan khusus untuk melindungi hidup dan masa depan anak tanpa jatuh sebagai korban.
Sejak pertengahan tahun 2024 lalu saya dan beberapa kawan di FAKTA Indonesia menangani dan mendampingi dua anak korban kasus kekerasan seksual di Jakarta Timur. Penanganan kedua kasus kekerasan seksual ini berjalan di tempat. Polisi pemeriksanya juga tidak ada perspektif korban dari sejak menangani laporan. Alasannya klasik, kurang orang petugas, menunggu hasil pemeriksaan psikologis, pemeriksaan saksi atau lainnya yang katanya berakibat waktu pemeriksaan penyelidikannya berkepanjangan.
Masalah kasus kekerasan seksual, khususnya terhadap anak di Jakarta, anak yang menjadi korbannya masih tinggi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta DKI memiliki data sepanjang 2024 terdapat 2.041 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, tahun 2023 yaitu 1.682 kasus. Jumlah kasus kekerasan seksual 2023 itu terdiri dari 665 terhadap anak perempuan, 286 kasus kekerasan seksual anak laki-laki dan kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa 731 kasus.
Anggota Fraksi PSI DKI Jakarta Justin Adrian pada tanggal 8 Maret 2025 lalu kepada wartawan mengungkapkan mendapatkan laporan telah terjadi pelecehan seksual siswa korban pelecehan guru SMK PGRI 5 Jakarta, Kalideres, Jakarta Barat. Korbannya kurang lebih dari 40 orang. Justin mengatakan bahwa akan mengawal kasus tersebut sampai tuntas. Laporan itu menyebut, korban pelecehan guru tersebut berjumlah kurang lebih dari 40 orang. Selain itu, ada intimidasi terhadap para korban. Justin berjanji akan memantau terus hasil laporannya sampai tuntas.
Kasus kekerasan seksual lainnya, pernah kami tangani juga sangat lambat, korban ditekan-tekan dan dikatakan laporan seperti ini akan sangat lama, merepotkan dan sulit membuktikannya. Selanjutnya ditawarkan oleh polisi dengan berbagai cara agar orang tua korban berdamai saja dengan pelakunya. Ada dua kasus kekerasan seksual pada anak yang kami tangani, orang tua korban di tengah jalan pemeriksaan mencabut laporannya dan sudah berdamai dengan pelakunya. Seringkali hukuman yang diberikan kepada korban oleh pengadilan yang mengadili sangat rendah dan ringan.
Putusan ringan ini dikarenakan pemeriksaan dan pemberkasan kasus sejak di polisi, kejaksaan dan pengadilan tidak memiliki perspektif korban. Berlarutnya pemeriksaan, aparat atau struktur hukum yang tidak menegakkan hukum dengan baik dan benar.
Lambatnya penanganan kasus kekerasan seksual pada anak ini akan berakibat masyarakat yang jadi korban akan takut dan tidak mau melaporkan kasusnya kepada aparat kepolisian. Jika banyak kasus kekerasan seksual pada anak tidak dilaporkan maka pelakunya akan tetap berkeliaran dan mencari korban lain.
Bahkan situasi ini membuat para pelaku akan bertambah jumlahnya dan semakin berani melakukan kejahatannya kepada anak-anak. Akhirnya terjadi situasi tidak aman bagi anak-anak dimana pun mereka beraktivitas.
Menghadapi situasi tidak aman bagi anak-anak diperlukan tindakan serius dalam mencegah dan menangani setiap kasus kekerasan seksual pada anak. Begitu pula kota Jakarta harus menjadi kota yang ramah terhadap anak agar mereka bisa berkembang dengan baik dan aman. Anak adalah masa depan dirinya, keluarganya, kotanya dan bangsanya.
Jakarta harus menjadi kota yang aman dan ramah bagi anak dengan membangun sistem perlindungan, pencegahan dan penanganan kasus yang merusak hidup anak. Pemerintah Provinsi Jakarta melalui pelayanannya harus terus berkomitmen memperkuat pencegahan dan menurunkan angka kekerasan anak juga kekerasan seksual pada anak.
Penguatan itu dapat dilakukan dengan dengan mempermudah akses warga kepada pelaporan kasus kekerasan pada anak. Melalui penguatan dan pendampingan pada anak yang menjadi korban ini, Jakarta diharapkan dapat menjadi kota yang ramah pada anak.
Akses pelaporan tersebut perlu diperkuat dengan pendampingan dan kerja bersama aparat hukum yang menangani kasus secara konsisten dan memiliki perspektif korban. Akses pengaduan warga ini harus diberikan secara gratis dan memperkuat perlindungan pendampingan kepada korban.
Fasilitas pada akses pengaduan ini disertai dengan layanan pendampingan psikologis, ekonomi dan hukum secara profesional bagi korban serta keluarganya.
Penulis adalah Founder FAKTA Indonesia