Menakar Produktivitas FWA Aparatur Sipil Negara

Oleh: Yakub F. Ismail

Putraindonews.com – Upaya penyesuaian anggaran, kebijakan hingga kinerja terus dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

Kondisi internal dan eksternal menjadi pemicu di balik aneka perubahan yang terjadi di tubuh pemerintahan saat ini.

Dalam konteks internal, keterbatasan anggaran dan optimalisasi target menjadi trigger utama pemerintah mengambil serangkaian langkah dan keputusan untuk mengubah pola kerja dan penggunaan anggaran yang ada.

Sementara, penyebab eksternal seperti derasnya laju perkembangan teknologi dan tantangan global menjadi faktor utama pemerintah harus mengubah mindset dan, kebijakan dan program yang selaras dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintahan.

Semua perubahan dan penyesuaian yang ada dilakukan semata-mata untuk menyiasati kondisi yang ada agar tuntutan perubahan dan perkembangan tetap terakomodir dengan baik.

Terbaru, terobosan besar dibuat pemerintah untuk merespons kondisi internal dan eksternal dalam bentuk inisiasi budaya kerja birokrasi dengan pola kerja fleksible atau Flexibile Working Arrangement (FWA).

Setiap instansi diharapkan segera menyusun kebijakan internal untuk menyesuaikan penerapan sistem ini sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Apa Itu FWA

Namun sebelum masuk lebih dalam, apa sebenarnya FWA yang kini tengah digalakkan pemerintah?

Secara harfiah, FWA merupakan akronim dari kerja fleksible yang diatur atau pengaturan kerja fleksibel.

Dalam implementasinya, habit kerja baru yang hendak diadopsi di birokrasi pemerintahan ini menghendaki agar seluruh instansi pemerintahan dari pusat hingga daerah menerapkan sistem kerja yang fleksibel dari sistem sebelumnya yang kaku dan serba ketat.

Kendati begitu, dalam budaya kerja baru ini, semua pegawai negeri sipil tidak serta merta menjalankan tugas dan kewajiban sesuka hati.

Sebab, ada aturan-aturan yang harus dipatuhi sesuai kebutuhan dan penentuan yang berlaku di instansi masing-masing sesuai karakter kerja dan pelayanan yang melekat pada masing-masing instansi.

Dengan demikian, proporsi waktu feksibel dan kuantitas pemberlakuan bergantung pada keputusan pimpinan masing-masing lembaga yang mengetahui secara langsung.

Adapun dasar hukum FWA ini mengacu pada baik Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai ASN maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

BACA JUGA :   Membangun Arus Mudik, Cerita Aman dan Berkeselamatan

Satu hal yang ditekankan dalam pemberlakuan FWA ini yakni tidak sama dengan Working from Anywhere (WFA) yang bermakna bekerja di mana saja.

Sebab, untuk konteks terminologi yang kedua, pola kerja berlangsung luwes tanpa ada pembatasan yang berarti, sehingga pegawai bebas memiliki tempat dan waktu kerja.

Sementara, dalam hal FWA ini, semua fleksibilitas berada dalam regulasi yang ketat dan sesuai kebutuhan lembaga masing-masing.

Dengan kata lain, pelaksanaan pola kerja kedinasan secara prosedur atau FWA ini meliputi fleksibel secara lokasi dan/atau fleksibel secara waktu. Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau pimpinan instansi menetapkan jenis pekerjaan yang dapat menerapkan fleksibel secara lokasi dan/atau fleksibel secara waktu.

Tidak hanya itu, dalam pelaksanaannya terdapat dua prinsip utama yang harus diperhatikan saat penerapan sistem kerja anyar ini.

Pertama, target kinerja tetap tercapai sesuai dengan perencanaan organisasi. Artinya, pelayanan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan harus optimal tanpa gangguan atau penurunan kualitas.

Kedua, diharapkan produktivitas ASN semakin meningkat, efisiensi anggaran lebih optimal, serta pelayanan publik tetap berjalan dengan prima.

Efektivitas Pengawasan

Di atas telah dijabarkan mengenai apa itu FWA dan bagaimana cara penerapannya. Meski begitu, setiap kebijakan baru membutuhkan waktu dan evaluasi yang cukup untuk menguji seberapa efektif ketika diterapkan.

Kebijakan FWA sendiri mulai diberlakukan tahun ini. Dalam implementasinya, FWA diterapkan secara bertahap sembari melihat efektivitasnya di lapangan.

Ini penting, menimbang FWA berbeda dengan Work From Home (WFH) atau work from anywhere (WFA) yang tidak mensyaratkan aturan ketat soal jam kerja dan target kerja.

Karenanya, tidak mudah untuk memastikan kebijakan ini bisa berhasil 100 persen tanpa uji coba dan evaluasi yang cukup.

Untuk itu, pengawasan efektivitas menjadi hal penting dalam memastikan langkah awal kebijakan ini berjalan baik dan efektif sesuai harapan.

Di samping itu, sisi negatif dari kebijakan ini juga perlu diantisipasi dengan baik. Misalnya, seberapa menjamin kebijakan ini mampu mengontrol keseriusan dan komitmen pengabdian para ASN dalam menjalankannya?

Harus diuji, apakah ASN yang menjalankan FWA ini benar-benar terawasi jam kerja dan bobot kinerjanya? Termasuk, bentuk punishment seperti apa untuk setiap pelanggaran disiplin yang dilakukan para pelaksana?

BACA JUGA :   Siapa Jaksa Agung Pilihan Presiden Baru?

Ikatan Media Online (IMO) Indonesia mencermati bahwa kelemahan utama dari penerapan FWA ini terletak pada sistem pengawasannya.

Ini wajar karena pemerintah saat ini lebih fokus pada bagaimana kebijakan ini dapat terlaksana di tengah beban dan tekanan finansial imbas kebijakan pengetatan anggaran.

Sehingga, upaya untuk memperkuat sistem monitoring dan pengawan kinerja kurang mendapat porsi atensi yang cukup dibandingkan atensi terhadap pelaksanannya.

Pengandaian sederhananya seperti ini, ketika seseorang mendapat tekanan, yang pertama-tama dipikirkan ialah bagaimana agar bisa keluar dari tekanan dulu.

Dengan begitu, apa bentuk antisipasi dari upaya keluar dari tekanan tidak mendapat porsi yang cukup. Sehingga, kerap terdengar adagium “yang penting keluar dari tekanan dulu, baru kita pikirkan langkah selanjutnya.”

Dengan demikian, situasi serupa bisa dikontekstualisasikan pada konteks pemberlakuan FWA ini. Jauh sebelum itu, pemerintah memang belum merancang sebuah sistem kerja yang mengarah pada model atau format kerja FWA.

Adapun yang menyerupai habit kerja baru ini terdapat pada masa-masa dunia tengah dilanda Covid-19. Di Indonesia situasi ini dihadapi dengan mengadopsi pola kerja WFH.

Namun, ini hanya berlaku darurat dan momentual karena situasi terjadi begitu tiba-tiba tanpa ada persiapan yang matang.

Serupa, dalam konteks WFA, pemerintah barangkali sudah punya bayangan dari WFH. Akan tetapi, momentumnya pun terjadi begitu tergesa-gesa karena adanya kebijakan pemangkasan anggaran besar-besaran di postur APBN dan APBD.

Dengan begitu, cara antisipasi kelemahan dari penerapan FWA ini sama sekali tidak dirancang matang dengan berbagai uji coba yang meyakinkan.

Menyikapi situasi ini, IMO-Indonesia siap membantu pemerintah dalam hal memperkuat sistem pengawasan pelaksanaan WFA.

Melalui sebaran keanggotaan yang tersebar hampir merata di setiap daerah, IMO-Indonesia akan berpartisipasi aktif dalam menyuarakan kesuksesan dan kekurangan untuk perbaikan dari aktualisasi kebijakan ini.

Ini semua demi membantu pemerintah membangun Indonesia yang mandiri, kuat dan digdaya, sebagaimana menjadi komitmen IMO-Indonesia selama ini.

Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO) Indonesia

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!