Oleh: Tamsil Linrung
Putraindonews.com – KITA harus jujur mengakui, bahwa upaya penguatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang dikumandangkan bahkan tak lama setelah lembaga ini lahir di era reformasi, bagai meniti jalan sunyi yang belum kelihatan ujungnya. Secercah harapan ketika kami, para pimpinan DPD RI berdiskusi dengan Presiden Prabowo, bahwa beliau memiliki pandangan yang selaras dengan kita tentang bagaimana menempatkan DPD RI dalam arsitektur ketatanegaraan kita. Presiden ingin DPD RI berdaya. Berperan dalam menyukseskan agenda-agenda konsititusi mewujudkan tujuan nasional.
Saya berpendapat bahwa Presiden memberi lampu hijau penguatan DPD RI. Namun hal itu tidak instan. Gestur penguatan DPD dari Presiden, tidak sama persis dengan isu penguatan DPD yang selama ini berusaha kita bangun. Karena memang hal itu harus menempuh proses politik yang panjang. Melalui amandemen konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, yang artinya melibatkan semua komponen politik utama di negeri ini.
Kendati demikian, komitmen dan kesepahaman bahwa DPD RI harus lebih berperan dalam mewujudkan tujuan nasional, secara pribadi saya maknai sebagai karpet merah penguatan DPD RI dalam pendekatan dan paradigma baru. Gagasan ini telah coba saya formulasi melalui dokumentasi pemikiran yang terbitkan menjadi buku, Paradigma Baru Penguatan DPD RI bulan September 2024 yang lalu. Sebelum pertemuan dengan Presiden.
Paradigma baru penguatan DPD RI merupakan langkah strategis untuk memaksimalkan peran dan kinerja dalam menjalankan amanat konstitusi. Paradigma baru penguatan DPD RI adalah ijtihad politik kelembagaan, agar rumah para senator ini berkonsentrasi pada legitimasi berbasis kinerja. Menorehkan jejak dan kiprah demi rakyat yang sejahtera dan daerah yang berdaya. Semua sumber daya yang dimiliki oleh DPD RI, harus dikerahkan untuk membangun profil institusi terpercaya.
DPD RI optimis menatap masa depan. Mengoptimalkan kekuatan dan peluang. Tidak merasa kurang, apalagi sampai terjebak meratapi keterbatasan kewenangan. Otoritas DPD RI memang belum ideal sebagaimana imajinasi kita dalam konsep bikameral, tetapi hal itu tidak menghalangi kiprah DPD RI melaksanakan mandat konstitusi. Justru, karena keterbatasan tersebut DPD RI mendapat benefit ruang manuver untuk berinovasi, bekerja lebih efektif dan efisien.
Realitas politik yang belum menempatkan DPD RI sebagai elemen utuh dalam sistem bikameral, adalah ajang pembuktian mengenai relevansi DPD RI di tengah sistem ketatanegaraan yang dinamis. Konsep ini sejalan dengan teori bounded rationality yang menyatakan, bahwa batasan dalam sumber daya dan kapasitas sering kali mendorong individu maupun institusi untuk berinovasi.
Publik semestinya mahfum, bahwa mengacu pada kewenangan yang dimiliki, DPD RI tidak mamanggul tanggungjawab utuh sebagai kamar parlemen. Karena itu, DPD RI tidak dituntut harus sempurna. Format ketatanegaraan yang diimplementasikan tidak menempatkan DPD RI pada posisi ideal. Beban moral yang melekat pada anggota DPD tidak sebesar espektasi pada anggota DPR RI.
Alih-alih terjebak pada target paripurna, DPD RI malah lebih fleksibel menawarkan efek kejut. Memberikan solusi melampaui espektasi. Aspirasi yang disampaikan kepada DPD RI sering kali mencerminkan limpahan permasalahan yang mandek di lembaga Legislatif, Eksekutif, atau Yudikatif. Hal ini menunjukkan bahwa DPD RI kerap menjadi tempat terakhir bagi masyarakat untuk mencari solusi atas berbagai kebuntuan yang mereka alami.
Fenomena ini mencerminkan potensi penguatan kepercayaan masyarakat terhadap DPD RI. Aspirasi yang tersumbat itu, apabila tidak ditangani dengan baik, dapat memperburuk ketidakpuasan publik terhadap sistem pemerintahan. Oleh karena itu, DPD RI memiliki peran strategis untuk tidak hanya menampung, tetapi juga menerjemahkan aspirasi ini menjadi advokasi konkret dan berorientasi pada perubahan kebijakan yang signifikan dan berkelanjutan.
Saluran komunikasi dengan Presiden telah terbuka dan terjalin dengan baik. Dengan demikian, DPD RI tidak hanya menjadi opsi alternatif, tetapi juga menjelma sebagai institusi yang mampu mengagregasi kepentingan masyarakat secara konstruktif di tengah dinamika ketatanegaraan. Terutama aspirasi daerah yang merupakan domain DPD RI.
Keberanian melakukan improvisasi dan inovasi kelembagaan dalam upaya membangun relevansi dengan kebutuhan rakyat, merupakan elemen fundamental yang harus diperkuat dalam Paradigma Baru Penguatan DPD RI. Sebagai lembaga yang memikul tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan daerah, DPD RI dihadapkan pada tantangan untuk memastikan bahwa setiap kewenangan yang dimilikinya tidak sia-sia. DPD RI masa kini, kita rancang memanfaatkan fungsi-fungsi yang melekat sebagai lembaga parlemen untuk menghasilkan kebijakan yang berdampak nyata.
DPD RI berupaya menjadi katalisator pembangunan daerah melalui pendekatan yang berorientasi pada outcome oriented. Yaitu berfokus pada dampak atau perubahan yang terjadi dan sejauh mana tujuan strategis dirasakan oleh rakyat. Setiap kebijakan, program, dan inisiatif yang ditunaikan membawa implikasi nyata.
Pendekatan ini diterjemahkan, bahwa senator tidak boleh hanya berhenti pada lembaran laporan administratif. Tetapi lebih progresif menitikberatkan peran DPD RI dalam mendorong perubahan signifikan yang dirasakan oleh rakyat. Senator harus hadir di tengah-tengah masyarakat. Menjadi mata dan telinga yang ikut merasakan denyut kehidupan rakyat.
Saat rakyat menjerit karena wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, maka senator harus bersuara mewakili aspirasi yang berkembang. Ketika rakyat mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo mengenai penghapusan utang petani dan UMKM, senator pun harus responsif berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan kebijakan tersebut diimplementasikan secara akuntabel dan transparan untuk memastikan rasa keadilan hadir bersama kebijakan pemerintah.
Harapan yang mengikuti kebijakan tersebut harus inheren dengan pengalaman yang dirasakan rakyat. Tidak boleh ada gap. Itulah penjelman fungsi pengawasan autentik yang melekat pada DPD RI.
DPD RI punya satu kemewahan yang tidak ada di DPR RI. Setiap senator memiliki kemerdekaan politik dalam merespons suatu kebijakan. Tidak ada aturan maupun batasan dari fraksi, sebagaimana anggota DPR RI harus tertib mengikuti kebijakan partai. Independensi posisi senator dalam dinamika politik di parlemen ini, harus dioptimalkan untuk mendekatkan DPD RI dengan rakyat. Mendekatkan senator dengan konstituen. Di tingkat kebijakan atas berbagai pilihan-pilihan politik yang tersaji, senator secara fleksibel mampu menentukan sikap berdasarkan aspirasi daerah dan masyarakat yang diwakili. Hal itu merupakan manifestasi dari aspek representasi yang menjadi ciri khas dan keunggulan komparatif DPD RI.
Senator mesti mempertahankan konsistensi aspek representasi ini agar terus hidup dan menjadi permata yang menghiasi wibawa mahkota demokrasi di DPD RI. Aspek representasi ini merupakan kemewahan tersendiri yang hanya dimiliki oleh anggota DPD RI.Karena empat senator yang mewakili setiap provinsi, merupakan peraih suara terbanyak di daerahnya masing-masing. Para senator yang duduk di DPD RI adalah sosok paling representatif yang dimandatkan oleh rakyat. Termasuk ketika merespons kebijakan.
DPD RI tetap memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Penguatan DPD RI, tidak hanya bergantung pada penambahan kewenangan, tetapi ditekankan pada peningkatan kualitas pelaksanaan tugas yang sudah ada. Outcomenya harus jelas dan terukur. DPD RI menegaskan perannya sebagai institusi yang fokus pada manfaat jangka panjang dan keberlanjutan pembangunan. Dengan kinerja optimal, rakyat tidak bertanya-tanya soal eksistensi lembaga perwakilan daerah ini.
Sebagai contoh, melalui fungsi pengawasan, DPD RI telah berhasil memberikan rekomendasi terkait implementasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang lebih adil bagi daerah tertinggal. Rekomendasi ini menunjukkan bagaimana DPD RI dapat memanfaatkan data empirik untuk memengaruhi kebijakan publik. Kekuatan DPD RI terletak pada kemampuannya untuk menjadi policy influencer melalui pendekatan berbasis bukti.
Penguatan DPD RI tidak dapat dipisahkan dari agenda besar pembangunan daerah yang berkelanjutan. DPD RI mengambil peran lebih luas sebagai advokat utama bagi daerah dalam mengusulkan revisi kebijakan yang mendukung desentralisasi fiskal. Karena makna kedaulatan, makna otonomi bagi daerah adalah pada desentralisasi fiskal. Terutama bagi daerah yang selama ini dikenal sebagai lumbung sumber daya alam, namun masih berstatus sebagai daerah rawan. Dengan demikian, penguatan DPD RI tidak hanya relevan bagi lembaga itu sendiri, tetapi juga bagi daerah yang diwakilinya.
Saya percaya bahwa peran media sangat vital dalam mengimplementasikan paradigma baru penguatan DPD RI. Maka penting bagi DPD RI untuk membangun komunikasi inklusif dan berintegritas untuk memperkuat legitimasi lembaga. Melalui program seperti Media Gathering, DPD RI menjalin dialog yang konstruktif dengan wartawan parlemen untuk mendiseminasikan capaian dan program kerja. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman publik tentang peran DPD RI, tetapi juga menciptakan ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat. Dengan melaporkan hasil kerja secara terbuka dan menerima masukan dari berbagai pihak, DPD RI mampu memperkuat posisinya sebagai representasi daerah yang kredibel.
Di erah tsunami informasi ini, transparansi adalah elemen kunci dalam membangun kepercayaan. Tak jarang kita saksikan, lembaga atau pejabat publik yang berusaha merekayasa informasi secara manipulatif, maka publik dengan jejaringan sumber daya yang dimiliki, mampu melakukan audit. Mengungkap kebenaran.
Paradigma baru penguatan DPD RI adalah proposal yang amat logis dan rasional tentang masa depan DPD RI di tengah tantangan demokrasi. Dengan fokus pada kinerja, inovasi, dan kolaborasi, DPD RI membuka potensi besar untuk menjadi institusi yang tidak hanya relevan, tetapi juga esensial dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Penguatan DPD RI yang kita impikan adalah bagian dari upaya membangun demokrasi yang lebih inklusif, di mana kepentingan daerah mendapatkan tempat yang layak dalam percaturan politik nasional. Dengan paradigma baru ini, DPD RI siap melangkah lebih jauh, menegaskan peran sebagai pilar demokrasi yang tangguh. ***
Penulis Adalah Wakil Metua DPD RI, Senator dari Sumatera Selatan