Polisi Humanis di Era Digital

Di tengah laju arus digitalisasi, kehadiran polisi tidak lagi dilihat sebagai aparat penegak yang berdiri kokoh di balik ketegasan yang kaku.

Era digital pelan tapi pasti telah mengubah cara masyarakat berinteraksi, mengoreksi, bahkan mengkritisi setiap langkah dan keputusan yang diambil aparat.

Bisa dibayangkan, hanya dengan sebuah rekaman singkat di media sosial, dapat menyebar dalam hitungan detik dan segera membentuk publik yang luas tanpa bisa dibendung dampaknya.

Dalam kondisi seperti ini, citra kepolisian bagai di ujung tanduk yang kapanpun, bahkan dalam hitungan detik bisa saja runtuh.

Reputasi kepolisian dipertaruhkan bukan hanya melalui kinerja teknis, melainkan juga lewat wajah humanis yang ditampilkan dalam setiap langkah yang diambil.

Inilah era polisi humanis di zaman digital yang bukan lagi menjadi konsep idealistis semata, namun telah menjadi kebutuhan nyata.

Ketegasan hukum memamg tetap dibutuhkan, tetapi ia juga harus diiringi dengan sikap empati, keramahan, dan keterbukaan.

Kehadiran polisi humanis akan membuat hukum terasa lebih dekat, bukan lagi menakutkan. Ia adalah jawaban atas harapan publik: aparat yang cerdas memanfaatkan teknologi, namun juga tetap hangat dalam pelayanan.

Polisi di Era disrupsi Digital

Kehadiran teknologi digital dewasa ini telah mengubah hampir seluruh dimensi kehidupan manusia, termasuk cara masyarakat menjalin hubungan dengan aparat penegak hukum.

Era digital menuntut kepolisian tidak lagi hadir semata-mata sebagai institusi represif yang menjaga ketertiban, tetapi juga mampu beradaptasi dengan ritme perubahan sosial yang berjalan demikian cepat.

Media sosial, misalnya, sebagai aplikasi berbasis internet, juga big data yang menghadirkan ruang publik baru penuh dinamika dan serangkaian potensi konflik yang dibawanya.

Bagi kepolisian, ruang maya ini tidak lagi arena untuk memantau tindak , melainkan berubah menjadi etalase bagi citra institusi di mata publik.

BACA JUGA :   Menelisik Arah Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Stabilitas Politik dan Tantangan Ekonomi Riil

Dalam konteks ini, aparat kepolisian dituntut untuk memiliki tingkat literasi digital yang tinggi, tidak sekadar mengenal bagian casing.

Polisi harus tahu bagaimana cara kerja algoritma media interaktif dan cara pemanfaatannya. Sebab, tindakan yang dilakukan aparat di lapangan tidak hanya dinilai oleh masyarakat secara langsung, melainkan juga bisa menjadi sorotan berkat adanya rekaman warga yang dalam hitungan detik.

Teknologi, pasalnya, telah menggeser cara masyarakat menilai kinerja polisi. Mereka tidak lagi menunggu adanya laporan resmi atau konferensi pers, tetapi setiap hitungan detik menerima potongan video di media sosial yang bisa meyakinkan atau membuat mereka ragu soal kinerja polisi itu sendiri.

Era digital, adalah penanda waktu di mana polisi perlu menyeimbangkan dua hal penting, yakni kemampuan teknis dalam memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan pencegahan dan penindakan kriminal, serta kemampuan membangun komunikasi publik yang baik melalui sarana digital.

Wajah Humanis Polisi dalam Menjawab Tantangan Disrupsi Teknologi Digital

Era digital di satu sisi menghadirkan nuansa baru dengan segala kecanggihannya, namun di saat yang sama menghadirkan tantangan baru yang menuntut sisi humanis institusi kepolisian.

Disrupsi teknologi telah memicu kecepatan informasi, transparansi, dan keterbukaan ruang publik yang terkadang berada di luar kendali.

Dalam kondisi ini, sikap represif dan kekakuan tidak lagi dapat membantu polisi dalam menjaga muruah institusi dan reputasi yang telah lama dibangun.

Masyarakat kini mulai menginginkan agar aparat penegak hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga empatik, komunikatif, dan menghargai hak-hak warga.

Dengan begitu, wajah humanis polisi adalah kunci penting dalam merespons tantangan tersebut. Humanisme mengandung makna polisi hadir dengan pendekatan yang mengedepankan dialog, mendengar keluhan masyarakat, serta mengutamakan pencegahan daripada kekerasan.

BACA JUGA :   IPW Desak Kapolri Larang Anggotanya Tangkap Pengguna Narkoba

Misalnya, ketika terjadi aksi demonstrasi, polisi dituntut tidak hanya menjaga ketertiban, tetapi juga mampu menciptakan ruang aman di mana aspirasi publik dapat disampaikan tanpa rasa takut.

Kehadiran polisi yang tersenyum, memberikan layanan dengan ramah, dan cepat menanggapi laporan masyarakat merupakan bentuk sederhana dari wajah humanis yang memiliki dampak besar terhadap kepercayaan publik.

Lebih jauh lagi, wajah humanis polisi di era digital juga berkait erat dengan upaya memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi.

Melalui platform digital, polisi dapat secara memberikan edukasi, klarifikasi hoaks, serta pemberian informasi pelayanan yang lebih cepat dan mudah.

Di samping itu, transparansi yang ditampilkan melalui kanal digital dapat menjadi jembatan kepercayaan di tengah meningkatnya kritik publik terhadap kinerja institusi negara.

Namun, perlu digaris bawahi bahwa menghadirkan wajah humanis bukan berarti melemahkan sendi penegakan hukum.

Sebaliknya, pendekatan humanis akan semakin memperkuat legitimasi polisi dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Sebagai contoh, ketika menghadapi kejahatan siber, misalnya, polisi tidak cukup dengan mengandalkan diri sebagai penegak hukum yang mengejar pelaku.

Polisi mau tidak mau harus bisa menjadi pendidik publik, memberikan literasi digital yang baik dan komunikatif kepada masyarakat tentang cara melindungi diri dari penipuan daring, penyalahgunaan data pribadi, atau penyebaran ujaran kebencian.

Akhirnya, era digital menuntut kepolisian untuk senantiasa beradaptasi dengan perubahan zaman, baik dari sisi teknologi maupun dari sisi pendekatan humanis.

Oleh: Yakub F. Ismail

Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO)

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!