Rp 200 Triliun masukan Sistem Perbankan; Solusi atau Risiko?

Pergantian Menteri Keuangan dari ke Purbaya Yudhi Sadewa memicu reaksi pasar dan sorotan internasional. Dunia kini menunggu, apakah Purbaya mampu menjaga disiplin fiskal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Di tengah itu, kebijakan pemindahan dana Rp 200 triliun ke menambah bahan perdebatan.

Pengangkatan Dr. Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati pada September 2025 sontak mengundang perhatian luas, baik di dalam negeri maupun dunia internasional. Keputusan ini bukan sekadar pergantian pejabat, melainkan sebuah sinyal dan ekonomi yang langsung diterjemahkan oleh pasar serta investor global.

Sri Mulyani dikenal luas sebagai figur dengan kredibilitas tinggi di kancah internasional. Disiplin fiskalnya memberi kepastian bagi pelaku pasar dan menjaga rating kredit tetap stabil. Tidak heran jika kepergian beliau memunculkan tanda tanya besar: mampukah penggantinya menjaga reputasi yang sudah terbangun?

Pasar bereaksi cepat. Rupiah dan indeks saham sempat melemah pasca pengumuman, mencerminkan sikap wait and see investor. Lembaga pemeringkat internasional seperti Fitch dan Moody’s pun menyoroti risiko pelebaran defisit dan asumsi pertumbuhan yang dianggap terlalu optimistis. Dengan kata lain, kepercayaan internasional tidak hilang, namun menurun dan menunggu pembuktian.

BACA JUGA :   Apkasi Otonomi Expo 2025 Dibuka Presiden Prabowo

Meski demikian, Dr. Purbaya bukanlah sosok asing. Latar belakang akademis di bidang ekonomi dan pengalaman memimpin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan kapasitas teknis yang memadai. Dalam berbagai pernyataan publik, ia menegaskan komitmen untuk menjaga defisit di bawah 3% PDB sesuai batas , sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lebih agresif, hingga 8% dalam beberapa tahun ke depan.

Pernyataan ini penting untuk menjaga persepsi internasional: bahwa meskipun ada perubahan figur, arah kebijakan fiskal tetap berada dalam koridor kehati-hatian.

Namun, tantangan sesungguhnya tidak hanya pada kapasitas pribadi, melainkan pada dinamika politik dan kebijakan publik. Tekanan untuk membiayai program-program populis—seperti bantuan sosial atau stimulus besar-besaran—berpotensi menekan disiplin fiskal. Di sinilah dunia internasional menguji konsistensi Menteri Keuangan baru: apakah ia mampu menjaga keseimbangan antara pertumbuhan, stabilitas, dan keberlanjutan utang?

Salah satu kebijakan yang menimbulkan perhatian adalah pemindahan dana Rp 200 triliun dari Bank Indonesia ke sistem perbankan. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan dari sisi manfaat maupun risiko.

BACA JUGA :   Membangun Arus Mudik, Cerita Aman dan Berkeselamatan

Dampak Positif adalah
Menambah Likuiditas Perbankan sehingga penyaluran kredit bisa lebih lancar, mendorong Pertumbuhan Ekonomi lewat pembiayaan , infrastruktur, atau konsumsi, Stabilitas Jangka Pendek dengan menenangkan pasar saat gejolak likuiditas, meningkatkan Kepercayaan Internasional sebagai sinyal dukungan pemerintah terhadap sektor keuangan.

Kebijakan ini memiliki Potensi Dampak Negatif seperti Risiko Inflasi akibat bertambahnya jumlah uang beredar, Potensi Misalokasi Kredit ke sektor non-produktif atau spekulatif, Ketergantungan Perbankan pada dukungan pemerintah, melemahkan disiplin internal, Sinyal Pasar Negatif jika investor asing melihat langkah ini sebagai tanda kelemahan likuiditas struktural.

Kepercayaan internasional terhadap Purbaya saat ini belum sepenuhnya solid, namun masih terbuka untuk diperkuat. Langkah-langkah awal, terutama konsistensi menjaga defisit dan transparansi fiskal, akan sangat menentukan arah persepsi global.

Dalam dunia ekonomi modern, kepercayaan adalah modal yang tidak kalah penting dari devisa. Bila Purbaya berhasil menjaga disiplin fiskal sekaligus membuktikan bahwa target pertumbuhan dapat dicapai secara realistis, bukan mustahil ia akan mengukir reputasi baru Indonesia di mata dunia.

Oleh: Dr. Helex Wirawan, SE,SH,MH.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!