Putraindonews.com-Jakarta | Ketua MPR ke-16 sekaligus dosen tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan RI (Unhan) Bambang Soesatyo menuturkan Indonesia menganut politik luar negeri Bebas dan Aktif. Politik luar negeri adalah sikap dan langkah yang diambil dalam hubungan internasional sebagai subyek hukum internasional, dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.
Ada dua pendapat ahli dalam memaknai politik luar negeri Bebas dan Aktif. Pertama, pandangan A.W. Wijaya yang menurutnya bahwa Bebas berarti tidak terikat oleh satu ideologi atau oleh satu politik negara asing atau blok negara tertentu atau negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis kegiatan mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati negara lain.
“Berikutnya menurut pandangan Mochtar Kusumaatmadja, Bebas berarti Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif, berarti di dalam menjalankan kebijakan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian internasionalnya melainkan bersifat aktif,” ujar Bamsoet saat memberikan kuliah ‘Sistem Politik dan Masalah Internasional-Nasional Kontemporer’, Pascasarjana Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional RI, Unhan, secara daring, di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dasar hukum politik luar negeri Indonesia adalah Pembukaan dan Pasal 11 UUD NRI Tahun 1945 serta UU No. 37 Tahun 1999. Pertimbangan hubungan kebijakan luar negeri dan kebijakan international dilakukan berdasarkan prinsip yang melandasi tujuan kebijakan; faktor yang mengkondisikan formulasi kebijakan; institusi-institusi yang terlibat dalam penyusunan kebijakan; proses perencanaan; dinamika politik; dan kebijakan luar negeri partai politik; teknik dan instrument yang dipakai dalam pelaksanaan kebijakan.
“Tujuan Kebijakan politik luar negeri ada lima. Pertama, mempertahankan integritas negara. Kedua, meningkatkan kepentingan ekonomi. Ketiga,menjamin keamanan nasional. Keempat, melindungi martabat nasional, dan terakhir membangun kekuatan,” kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini memaparkan, tujuan kebijakan mempertahankan integritas negara merupakan konsep kesatuan nasional dengan menjaga keamanan nasional yang meliputi pengelolaan, pengawasan, pengaturan wilayah negara. Termasuk mengurus warga negara di dalam dan luar negeri. Selanjutnya, prinsip kesatuan geografis dengan memelihara hak-hak semua daerah yang dinyatakan sebagai milik negara.
Tujuan kebijakan meningkatkan kepentingan ekonomi, merupakan prinsip bahwa politik luar negeri untuk meningkatkan kemakmuran negara. Contohnya kebijakan yang diambil pada masa krisis keuangan pada tahun 1998 dan 2008.
“Berikutnya tujuan kebijakan menjamin keamanan nasional merupakan prinsip bahwa kebijakan luar negeri harus direncanakan untuk melindungi dari serangan yang menyiratkan adanya kemungkinan bahaya. Dalam kaitan itu pemerintah harus tetap menjaga batas wilayah yang utuh,” kata Bamsoet.
Dosen Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Borobudur, Universitas Trisakti dan Universitas Jayabaya ini menambahkan, tujuan kebijakan melindungi martabat nasional sama seperti individu yang menginginkan reputasi pribadi dalam masyakarat dimana mereka hidup, suatu negara pun memikirkan pengaruhnya terhadap negara lain. Menurut Harold Nicolson, tiap negara mempunyai atribut kedaulatan sehingga oleh fiksi legal disebut sebagai independen.
“Terakhir, tujuan negara membangun kekuasaan yaitu berkaitan dengan kemampuan negara memprakarsai dan mengontrol peristiwa-peristiwa dan mendapatkan hasilnya. Raja, presiden, perdana menteri adalah lembaga kekuasaan yang dapat memenangkan situasi yang merupakan hasil dari penerapan kekuasaan,” pungkas Bamsoet.Red/HS