Bicara di INZS 2025, Eddy Soeparno Optimis Transisi Energi Akan Dorong Pertumbuhan Ekonomi

.com-Wakil Ketua dari Fraksi PAN menjadi narasumber dalam acara Net Zero Summit 2025 yang diselenggarakan Foreign Policy Community Indonesia (FPCI).

Dalam acara yang dimoderatori oleh mantan Dubes Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal tersebut, Eddy menyampaikan urgensi untuk membangun kesadaran bersama menghadapi ancaman perubahan iklim yang kini sudah menjadi potensi krisis iklim.

“Saat ini yang kita hadapi bukan sekedar perubahan iklim, tapi sudah menjadi ancaman krisis iklim. Sebagai contoh,  data kualitas udara dalam tiga tahun terakhir menunjukkan kita berada di posisi 1, 2, dan 3 sebagai kota dengan polusi terburuk di dunia,”

“Begitu juga data menunjukkan salju abadi di Cartenz, Papua, kini tersisa hanya 5% dibandingkan 50 tahun lalu. Ini indikasi berbahaya yang tidak bisa kita abaikan,” ungkap Eddy.

Berkaitan dengan hal tersebut, Doktor Ilmu UI ini memaparkan berbagai strategi yang penting dan perlu dilakukan untuk mempercepat transisi energi menuju energi hijau. Eddy menjelaskan,  RUPTL PLN 2025-2034 sudah menargetkan penambahan 69,5 GW pembangkit baru di mana 43 GW berasal dari Energi Baru dan Terbarukan

BACA JUGA :   Fadel Muhammad : Fungsi Pengawasan DPD Fokus pada Masalah-Masalah di Daerah

“Bahkan dalam RUPTL PLN 2025 – 2034 kita juga sudah memasukkan rencana pembangunan 0,5 GW energi modular, yang sifatnya bersih, stabil, dan aman sebagai komitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan industri dengan tetap menyediakan energi bersih,” jelasnya.

Eddy meyakini transisi energi akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi berdasarkan  RUPTL 2025–2034, sektor-sektor baru yang muncul dari transisi—seperti EBT, kendaraan listrik, industri baterai, dan bioenergi—berpotensi menciptakan lebih dari 1,7 juta pekerjaan hingga 2034.

“Dalam posisi kami sebagai Pimpinan MPR RI maupun Anggota Komisi XII terus mendorong kebijakan fiskal dan investasi agar menyasar sektor-sektor yang mendukung ekonomi hijau, termasuk riset energi bersih, kawasan industri rendah karbon, dan penyediaan green financing,” terangnya.

Di forum yang dihadiri stakeholders bidang iklim internasional itu, Eddy juga menyampaikan pentingnya pembenahan tata kelola ekonomi karbon di Indonesia yang melibatkan 4 kemenko serta 12 kementerian teknis. Sehingga dirasakan perlu adanya integrator yang mampu memangkas jalur birokrasi dan prosedural di masing-masing kementerian dan lembaga.

BACA JUGA :   Laga Hidup Mati Timnas U23 vs Vietnam U23 di Final ASEAN U-23 2025

“Oleh karena itu kami mendorong dibentuknya Badan Ekonomi Karbon dan Penanganan Krisis Iklim guna melaksanakan integrasi kebijakan lintas sektor menuju transisi rendah emisi,” kata Wakil Ketua Umum PAN ini.

Menutup pernyataannya, Eddy memberi pesan bahwa ketertinggalan dalam langkah dan kebijakan transisi energi akan membuat Indonesia kehilangan peluang ekonomi.

“Banyak investor ingin masuk ke Indonesia, tapi karena kita belum punya sumber energi hijau yang cukup, mereka pindah ke Vietnam, Laos, atau . Bahkan produk ekspor kita pun akan ditolak atau dikenakan pajak karbon jika tidak memenuhi standar emisi,”

“Energy transition is a must dan kita tidak bisa menghindarinya. Kalau kita ingin tetap kompetitif di panggung global, kita harus konsekuen untuk bertransformasi sekarang bukan nanti,” tutupnya.Red/HS

Previous article
MAKI Sebut Sudah Menikah dengan Kerabat Sultan Malaysia
Next article

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!