Putraindonews.com-Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, memberikan pembekalan kepada delegasi dari Rusia yang tergabung dalam Russian Presidential Academy of National Economy and Public Administration (RANEPA) bersama Universitas Bakrie.
Kehadiran delegasi Rusia ini bertujuan menemui tokoh-tokoh kunci di Indonesia untuk mendalami isu dan dinamika geopolitik Indonesia serta Asia Tenggara dalam hubungannya dengan Rusia. Delegasi terdiri dari manajer senior dari kalangan bisnis, pemerintahan, hingga akademisi di Rusia.
Di hadapan 25 orang delegasi yang hadir, Eddy menyampaikan target Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Tantangan Industri dan Hilirisasi Ekonomi Nasional
Eddy menjelaskan bahwa syarat mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen adalah dengan meningkatkan kembali kontribusi industri manufaktur terhadap PDB serta mendorong hilirisasi sumber daya alam.
“Saat ini Presiden Prabowo memberikan perhatian penuh untuk menggencarkan kembali industrialisasi dan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam kita dengan hilirisasi di berbagai sektor,” ujarnya.
Namun, lebih lanjut Eddy menjelaskan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDB justru menurun dari sekitar 32 persen pada awal 1990-an menjadi sekitar 18 persen saat ini.
Penurunan tersebut dipengaruhi oleh masuknya produk-produk murah dari Tiongkok, pergeseran pelaku usaha yang lebih memilih berdagang dibanding membangun kapasitas manufaktur, serta ketergantungan ekspor terhadap komoditas mentah seperti batu bara, kelapa sawit, dan nikel.
Kondisi itu menjadi tantangan besar bagi Indonesia, yang berdampak pada tingginya tingkat pengangguran muda dan dominannya tenaga kerja di sektor informal. Dari sekitar 145 juta tenaga kerja, 60 persen di antaranya bekerja di sektor informal.
“Karena itu, reformasi kebijakan dan deregulasi menjadi agenda penting dalam memperkuat iklim investasi, sekaligus memastikan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia,” ujar Eddy.
“Pemerintah Indonesia terus berupaya menciptakan regulasi yang efisien, transparan, dan berorientasi pada kepentingan publik. MPR RI memandang penting adanya konsistensi dan koordinasi kebijakan agar hasilnya benar-benar dirasakan masyarakat,” tambahnya.
Tantangan besar lainnya datang dari sisi regulasi. Indonesia memiliki banyak peraturan yang tumpang tindih dan memperlambat proses investasi. Untuk masuk ke pasar energi dan karbon, investor harus berkoordinasi dengan hingga 16 lembaga pemerintah, mulai dari kementerian koordinator, kementerian teknis, hingga pemerintah daerah.
Pemerintah kini tengah menyederhanakan izin dan memangkas birokrasi agar iklim investasi menjadi lebih kompetitif.
Komitmen MPR RI Mendorong Deregulasi dan Reformasi Struktural
Secara khusus, Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa kolaborasi MPR RI dengan berbagai pihak terus dilakukan untuk memastikan deregulasi dan reformasi struktural berjalan konsisten.
“Dalam hal penanganan sampah, misalnya, saat ini sudah terbit Peraturan Presiden No. 109 yang menjadi dasar kebijakan Waste to Energy, sehingga lebih efektif karena sampah tertangani sekaligus menghasilkan energi terbarukan,” jelasnya.
“Kami juga terlibat aktif mendorong perubahan KBLI Karbon karena perdagangan karbon internasional, selain menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang signifikan ke depannya, juga akan mendorong penghasil emisi karbon untuk beralih ke energi terbarukan karena adanya kredit karbon yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” lanjut Eddy.
“Kalau investor merasa sulit berinvestasi di Indonesia, mereka bisa dengan mudah beralih ke negara lain seperti Vietnam atau Thailand. Karena itu, deregulasi menjadi kunci untuk memperkuat daya saing nasional,” tutup Waketum PAN ini.
Delegasi yang turut hadir antara lain Deputy Director of the Graduate School of Public Management of the Presidential Academy, Sheburakov Ilia Borisovich; Director of the Center for the Implementation of the Client-Centered Approach of the Institute of GSPM of the Presidential Academy, Paratunov Maxim Vladimirovich; serta Vice-Rector for Research at Ural State Law Academy, Vinnitsky Andrey Vladimirovich.Red/HS