Putraindonews.com-Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota DPR RI Komisi VIII yang di antaranya membidangi urusan agama, Hidayat Nur Wahid, mengingatkan Pemerintah agar berhati-hati dalam memutuskan dan melaksanakan pembayaran uang muka haji atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk musim haji tahun 2026 mendatang.
HNW–sapaan akrabnya–menyebut karena pelaksana haji tahun depan akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Haji atau Kementerian Haji dan Umrah, sementara pembayaran uang mukanya oleh Dirjen PHU Kementerian Agama.
“Jangan sampai uang muka ini sekarang dibayarkan oleh Kementerian Agama, lalu nanti keluar Revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah bahwa Haji 2026 dilaksanakan oleh BP Haji. Sehingga agar pembayaran awal oleh Kemenag di kemudian hari tidak justru menjadi masalah, penting sejak awal ada tanggung jawab dan kerjasama di antara kedua lembaga. Agar tak jadi masalah hukum lagi. Terlebih saat ini juga ada kasus terkait haji tahun sebelumnya yang sedang ditangani di Komisi Pemberantasan Korupsi,” disampaikan Hidayat pada Rapat Kerja Komisi VIII DPR-RI bersama Menteri Agama, Kepala BP Haji, dan Kepala BPKH, Kamis (21/8).
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Agama mengajukan kepada Komisi VIII DPR-RI untuk persetujuan pembayaran uang muka BPIH dalam rangka pembayaran pemesanan zona tenda di Armuzna.
Nilai yang diajukan untuk pembayaran tersebut sebesar 627,24 juta SAR atau sekitar Rp2,7 triliun, dengan batas akhir pembayaran yang ditentukan pihak Saudi Arabia yaitu pada 23 Agustus 2025.
Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini menyayangkan pemerintah yang baru menyampaikan informasi mengenai kebutuhan mendesak pembayaran uang muka 2 hari menjelang tenggat waktu yang ditentukan Saudi.
Apalagi, 22 dan 23 Agustus adalah Hari Jumat dan Sabtu, di mana kedua hari tersebut merupakan hari libur di Arab Saudi.
“Seharusnya hal ini dibahas sejak jauh-jauh hari, agar pembahasannya lebih matang dan mendalam. Karena meskipun DPR RI sedang reses, ada mekanisme menyelenggarakan rapat di masa reses, jika memang isunya mendesak dan penting sebagaimana yang diutarakan Kemenag dan BP Haji hari ini,” sambungnya.
HNW menambahkan, meskipun pada akhirnya Komisi VIII dapat menyetujui permintaan tersebut karena alasan kedaruratan yang dikemukakan Menag dan Kepala BP Haji, dan ditambah adanya kesanggupan bayar dari BPKH, dirinya tetap mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati dalam pelaksanaannya.
Juga tanggung jawab harus dipegang bersama antara Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji sesuai regulasi yang masih berlaku yakni UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang PIHU dan Perpres Nomor 154 Tahun 2024 tentang BP Haji.
“Saya juga ingatkan sesuai yang disampaikan Menag, agar terdapat mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, akuntabel, dan sesuai prinsip syariah dan tata kelola keuangan negara sehingga tidak terjadi masalah hukum pada pembayaran uang muka ini. Alhamdulillah, poin itu juga disepakati oleh Komisi VIII DPR-RI dan Pemerintah. Semoga karenanya berdampak pada pelaksanaan haji tahun depan secara lebih baik dan tanpa masalah berarti,” pungkasnya.Red/HS