Putraindonews.com-Jakarta | Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, Lc, MA, menyambut baik kehadiran dan dukungan Pengurus PERSIS (Persatuan Islam) Jakarta Pusat di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Komplek Parlemen Jakarta, Senin (8/7/2024). Dalam pertemuan itu, selain menyampaikan program dan kegiatan, pimpinan PERSIS juga menyampaikan dukungan terhadap rencana pembentukan Badan Kehormatan MPR atau Majelis Etik MPR bukan sekedar tim atau badan ad hoc, tetapi menjadi sebuah badan yang permanen, seperti badan kelengkapan MPR lainnya.
“Pimpinan PERSIS di tingkat Provinsi yang mengikuti FGD yang diselenggarakan oleh MPR pada tanggal 2 Juli 2024 telah menyampaikan hasil FGD tentang rencana pembentukan Badan Kehormatan MPR atau Majelis Etik MPR itu. Kami sebagai Ormas yang bergerak dalam bidang peningkatan moral bangsa, sangat mensuport dan mendukung pembentukan Badan Kehormatan MPR ini. Semoga Badan Kehormatan MPR bisa segera terbentuk menjadi badan yang bersifat permanen, bukan adhoc. Kenapa? Karena ini berkaitan dengan masalah amanah dan akhlak dalam menjalankan tugas di lingkungan MPR. Tentu hal ini harus terjaga sepanjang waktu/permanen, bukan situasional/adhoc saja. Agar MPR yang dulu adalah Lembaga Tertinggi Negara tetap bisa mencerminkan selayaknya sebagai uswatun hasanah atau panutan bagi bangsa dan penyelenggara negara lainnya. Kami mendorong supaya pembentukan Badan Kehormatan MPR yang diusulkan oleh Wakil Ketua MPR HNW ini benar-benar terwujud dalam periode kepemimpinan MPR sekarang ini,” kata Achmad Fadillah Sulaeman, Ketua Pimpinan Daerah Persis Jakarta Pusat, dalam pertemuan itu.
Hidayat Nur Wahid atau HNW menyebut dukungan PERSIS terhadap pembentukan Badan Kehormatan ini menguatkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Pelembagaan Etika Kehidupan Berbangsa, Antara Lain Melalui Pembentukan Badan Kehormatan/Majelis Etik MPR” dengan nara sumber 3 Guru Besar dari UI, UIN dan Rektor Universitas Paramadina. Juga diikuti oleh berbagai pimpinan ormas seperti Pemuda Pancasila, BKMT, FKMT, Muhammadiyah, PUI, PERSIS, IKADI, DMI, IMM, KAMMI, Pimpinan Ormas Keagamaan non muslim (Kristen, Budha dan Kong Hu Cu). Semua peserta memberikan masukan kritis tapi konstruktif dan mendukung MPR segera membuat Majelis Etik atau Majelis Kehormatan MPR. Acara penting tersebut diselenggarakan di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Jakarta, 2 Juli 2024.
Dalam FGD itu, HNW sebagai Keynote Speaker menyampaikan sudah sewajarnya bila MPR mempunyai komitmen yang kuat terhadap penegakan etika. Karena MPR adalah lembaga negara yang mensosialisasikan Empat Pilar MPR, termasuk di dalamnya mensosialisasikan TAP-TAP MPR yang masih berlaku. Salah satu Tap MPR yang masih berlaku adalah Tap MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. “Karena MPR yang mensosialisasikannya maka sudah sewajarnya bila MPR yang paling dulu melaksanakan. Sekarang ini lembaga-lembaga negara lain, seperti DPR, DPD, MK, KPU, KPK malah sudah mempunyai badan kehormatan atau sejenisnya, tapi MPR malah belum punya,” jelas Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini.
HNW melanjutkan MPR hendaknya menjadi teladan tentang mengamalkan dan melaksanakan apa yang menjadi keputusan dan apa yang disosialisasikan. Badan/Majelis Kehormatan MPR ingin memberikan legitimasi sekaligus penyemangat kepada masyarakat bahwa lembaga—lembaga negara termasuk MPR, masih tetap komit untuk menghadirkan etika dan menyelamatkan negara dan bangsa dari dampak negatif adanya kedaruratan moral dalam berbagai bentuk kedaruratan pornografi, kedaruratan judi online, kedaruratan intelektual, termasuk juga korupsi. “Semua ini terkait dengan moralitas. Dan, moralitas adalah esensi eksistensi Bangsa, maka harus diselamatkan. Salah satunya dengan kontribusi mendirikan Majelis Kehormatan MPR,” tegasnya.
Dalam pertemuan itu, HNW mengakui bahwa masalah negara dalam kondisi kedaruratan memang tidak bisa terselesaikan hanya dengan membentuk Badan Kehormatan. “Tetapi dengan adanya Badan Kehormatan itu mudah-mudahan menjadi penyemangat, semacam obor yang dinyalakan yang mencerahkan bahwa masih tetap ada komitmen dari lembaga negara MPR untuk berkontribusi menyelamatkan rakyat dan negara melalui adanya Badan Kehormatan atau Majelis Etik MPR. Mudah-mudahan dengan adanya Badan Kehormatan atau Majelis Ethik ini akan menyegarkan komitmen kita semua untuk menghadirkan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berbasiskan pada etika,” imbuhnya.
HNW menerangkan bahwa Badan Kehormatan MPR diperlukan sekalipun semua anggota MPR juga anggota DPR maupun DPD, karena faktanya tidak semua kegiatan MPR ada di DPR dan DPD seperti kegiatan utama di MPR yaitu Sosialisasi 4 Pilar MPR. Selain itu MPR juga mempunyai pimpinan tersendiri, selain badan-badan dan sekretariat jenderal. “Itu semua terkait dengan kewenangan dan kegiatan di MPR. Badan Kehormatan MPR ini bukan untuk mencari-cari kesalahan di lingkungan MPR, tetapi untuk memberikan dorongan dan legitimasi moral yang kuat agar apa yang dilakukan Pimpinan dan anggota MPR terbingkai dan hanya merupakan pengamalan kode etik anggota MPR serta etika kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana ketentuan TAP MPR no VI thn 2001 itu. Agar bila ada aduan terkait kegiatan oleh kalangan MPR di MPR, diselesaikannya di Majelis Kehormatan MPR, bukan oleh badan lembaga negara lainnya,” terangnya.
Maka HNW berharap Badan/Majelis Kehormatan ini segera dibentuk sekalipun di bulan-bulan terakhir masa bakti pimpinan MPR periode 2019-2024, dan agar menjadi legacy, semestinya Majelis ini tidak sekadar ad hoc, apalagi tim etik, tetapi menjadi badan permanen. Karena, persoalan etika itu permanen, dan pentingnya melaksanakan etika juga tidak situasional melainkan permanen. “Itu juga membuktikan keseriusan dukungan kita pada berlakunya etika itu secara permanen, tidak hanya berlaku ad hoc, seharusnya permanen juga, karena keperluan hadirnya ethika dan permasalahan pelaksanaan ethika juga bersifat permanen,” ujarnya.
“Karenanya kita berharap agar MPR pada periode sekarang di akhir masa tugasnya, dapat mewujudkan keputusan Pimpinan MPR dalam beberapa kali Rapimnya yaitu membentuk Badan Kehormatan atau Majelis Etik MPR, supaya nanti juga dimasukkan dalam perubahan Tata Tertib MPR, sehingga dalam Tata Tertib MPR nanti selain badan kelengkapan MPR yang ada yaitu Pimpinan MPR, Panitia Ad Hoc, Badan Sosialisasi, Badan Pengkajian, dan Badan Anggaran, tetapi juga ada Badan Kehormatan atau apapun namanya nanti. Dengan demikian MPR mempunyai legasi tambahan yaitu terbentuknya Badan Kehormatan MPR,” sambungnya.
Menjelang Pilkada, kegiatan Politik yang diatur dalam UUDNRI 1945, lanjut HNW, MPR sudah seharusnya juga mengingatkan pentingnya etika terkait penyelenggaraan Pilkada. Apalagi setelah Ketua KPU Hasyim Asy’ari diberikan sanksi berat berbentuk pemecatan setelah sebelumnya diberikan peringatan-peringatan berat. “Semakin banyak pihak yang berkepentingan dan komitmen dengan etika ini maka akan mengkoreksi dan mengingatkan agar penyelenggara Pilkada, KPU, KPUD, dan seterusnya, tetap menyelenggarakan Pilkada nanti betul-betul berbasiskan pada etika yang oleh UUD disebut sebagai Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil). Etika ini harus diselenggarakan oleh penyelenggara Pilkada maupun oleh Pemerintah juga oleh Rakyat, sehingga bisa menyelamatkan kualitas Demokrasi dan hasil Pilkada, dan tidak mengulangi masalah ethis dan sosial dalam Pemilu seperti penggelontoran money politic lagi yang mencederai etika berpemilu dan hasilnya,” pungkasnya.Red/HS