Putraindonews.com-Ari, akan berdampak juga pada perilaku dan psikologis orang itu. Sehingga, tambah dia, muncul gejala klinis yang bermakna dan menimbulkan penderitaan.
Menurut Ari, ketika seseorang sudah dinyatakan mengalami gangguan jiwa itu sudah melalui proses yang panjang, mulai pemeriksaan, deteksi dini diagnosis, hingga terapi.
Sehingga, tambah dia, diperlukan kehati-hatian semua pihak sebelum memberi pendapat bahwa seseorang atau sekelompok orang itu mengalami gangguan jiwa.
Ari berpendapat butuh dukungan semua pihak untuk mewujudkan kesehatan jiwa masyarakat dalam keseharian.
Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Retno Kumolohadi mengungkapkan kasus gangguan jiwa didominasi oleh usia produktif.
Retno berpendapat diperlukan berbagai upaya untuk membantu mengatasi masalah pasien untuk meningkatkan kesehatan mental yang melibatkan lintas sektoral dengan berbagai profesi saling berkoordinasi.
Karena, menurut Retno, banyak faktor mempengaruhi kesehatan jiwa antara kain faktor biologis, psikologis dan sosial.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Iqbal Mochtar berpendapat saat ini kita menghadapi persoalan yang krusial terkait kesehatan mental masyarakat.
Ironisnya, ujar Iqbal, yang mengalami gangguan mental itu didominasi oleh generasi muda yang secara usia merupakan masa transisi dan dipengaruhi aspek bilogis, fisik, psikologis, sosial dan budaya.
Berdasarkan catatan WHO pada 2024, ungkap Iqbal, remaja seringkali mengalami gangguan nutrisi, paparan rokok, polusi udara dan gangguan mental.
Sedangkan berdasarkan catatan National Adolescent Mental Health Survey, tambah dia, terdapat 15,5 juta (35%) remaja mengalami masalah mental dan 2,5 juta (5,5%) mengalami gangguan mental.
Namun, tegas Iqbal, kenyataannya baru 2,6% remaja yang mengakses layanan konseling untuk mengatasi gangguan jiwa yang dialami mereka.
Diakui Iqbal, Indonesia belum memiliki data nasional komprehensif yang menunjukkan kondisi kesehatan mental remaja saat ini dan kesehatan mental belum menjadi prioritas dalam pembangunan.
Iqbal mengusulkan proyek nasional penanggulangan kesehatan mental remaja dan pembuatan regulasi khusus terkait kesehatan mental remaja untuk mengatasi sejumlah hambatan dalam mewujudkan kesehatan mental bagi generasi penerus bangsa itu.
Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa, Ahmad Baidhowi AR mengaku cemas melihat berbagai masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat saat ini.
Baidhowi mengungkapkan ada adagium As Is The School, So Is The Society dan
As Is The School, So Is The State, yang maknanya apa yang terjadi di masyarakat merupakan cermin dari pendidikan kita di sekolah.
Menurut Baidhowi, bila pada 265 ribu sekolah yang ada di Indonesia tidak dikelola dengan baik, aspek kesehatan mental akan menjadi masalah yang tidak kunjung usai.
Diakuinya, sejak pendidikan dasar para pelajar mengalami berbagai kecemasan akibat sistem pendidikan yang kurang tepat. Kondisi ini, tegas Baidhowi, harus segera diatasi.
Upaya memperbaiki proses pendidikan di sekolah, ujar Baidhowi, bisa dimulai dengan pembuatan anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang sehat dan transparan, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan sehat.
Selain itu, tambah dia, upaya peningkatan kompetensi tenaga pengajar dan penerapan manajemen konflik berbasis sekolah penting diterapkan sebagai bagian dari penanganan masalah kesehatan mental anak.Red/HS