Putraindonews.com-Kemendikbud menyajikan data bahwa dari total jumlah guru di Indonesia, baru 40 persen yang melek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Dan, 60 persen sisanya digambarkan masih gagap dengan perubahan di era digital sekarang. Boleh jadi, faktor ini menyebabkan derajat literasi digital pada masyarakat, utamanya komunitas anak dan remaja di Indonesia, tergolong rendah. Per 2023, jumlah guru berserfikat pendidik mencapai 1.274.486 guru, turun dari 2019 yang jumlahnya 1.392.155 guru.
Seturut tuntutan zaman, Indonesia sudah pasti akan terus bertransformasi di era digitalisasi yang sudah menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat. Konsekuensinya, permintaan akan tenaga kerja dengan keterampilan digital pasti akan sangat besar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi digital Indonesia yang terus bertumbuh. Misalnya, pekerja yang kompeten pada teknologi informasi, data analytics, hingga AI. Pemerintah, khususnya Kemendikbud, pun idealnya segera bertransformasi dengan menjadi motor perubahan paradigma dalam dunia pendidikan nasional.
Patut diingat dan digarisbawahi fakta tentang hampir 10 juta Gen-Z yang sudah tersesat di tengah perubahan sekarang. Mereka tersesat, karena ilmu pengetahuan yang mereka pelajari dari kurikulum saat ini tidak sesuai kebutuhan era digitalisasi sekarang. Menyedihkan, karena mereka harus menyandang status penganggur dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Agar tidak menjadi beban negara di kemudian hari, pemerintah hendaknya pro aktif memberi solusi bagi 10 juta Gen-Z yang tidak bekerja dan tidak bersekolah itu.
Kemendikbud pun diharapkan lebih agresif dalam menanggapi kebutuhan negara akan talenta digital (digital talent). Dari berbagai studi dan laporan, sudah dimunculkan beberapa perkiraan tentang kebutuhan Indonesia akan digital talent. Bank Dunia pada tahun 2019 memperkirakan Indonesia butuh sekitar sembilan (9) juta tenaga kerja dengan keterampilan digital hingga tahun 2030. Sedangkan McKinsey & Company pada 2019 juga mengingatkan, hingga 2025, Indonesia akan butuh tambahan per tahunnya sekitar 600.000 pekerja dengan ketrampilan digital untuk melayani pertumbuhan ekonomi digital.
Pada tahun 2020, Indonesia ICT Institute memperkirakan, kebutuhan Indonesia akan pekerja dengan ketrampilan digital mencapai satu (1) juta orang pada tahun 2024. Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan bahwa Indonesia butuh tak kurang dari Sembilan (9) juta digital talent dalam 15 tahun ke depan. Idealnya, Kemendikbud bisa menyediakan dan memberi akses seluas-luas kepada anak dan remaja untuk bisa mendalami ketrampilan digital sejak dini. Sebab, masa depan digitalisasi Indonesia ada di pundak anak dan remaja saat ini.
Sejak 2019, negara sudah melaksanakan kewajibannya mendukung sektor pendidikan nasional dengan alokasi anggaran 20 persen dari total nilai APBN. Artinya, sudah ribuan triliun dana APBN dialokasikan untuk memperkuat sektor pendidikan. Penguatan itu akan terus berlanjut dengan dana ratusan triliun per tahunnya di waktu-waktu mendatang. Selain Kemendikbud dan Kementerian Agama, anggaran pendidikan yang besar itu pun dialokasikan ke 22 kementerian/lembaga lainnya.
Dengan besarnya kekuatan itu, dunia pendidikan nasional mestinya mampu bertransformasi demi masa depan anak dan remaja. Sebab, menjadi kewajiban moral Pemerintah untuk menuntun dan menghantarkan anak serta remaja Indonesia beradaptasi dengan perubahan. Jangan lagi membiarkan orang muda Indonesia tersesat di tengah keberlanjutan perputaran roda perubahan zaman.Red/HS