Praktik TPPO Berkelanjutan Berpotensi Ganggu Kedaulatan Negara

Putraindonews.com-Tentu saja, ujar dia, dalam upaya perlindungan dan pengawasan tersebut BP2MI memerlukan dukungan semua pihak.

Diakui Ketut Suardana, pihaknya selalu berupaya mempersiapkan calon pekerja migran Indonesia memiliki kompetensi yang memadai untuk siap bekerja di luar negeri.

Dalam menjalankan perannya, Ketut Suardana mengungkapkan, BP2MI memiliki sejumlah program prioritas antara lain pemberantasan sindikat pekerja migran, penguatan kelembagaan dan reformasi birokrasi, menjadikan pekerja migran Indonesia menjadi VVIP, memodernisasi sistem pendataan dan meningkatkan sinergi dengan sejumlah pihak terkait.

Saat ini, menurut Ketut Suardana, terdapat sekitar 9 juta pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, tetapi yang tercatat di sistem BP2MI hanya 4,99 juta orang. Selebihnya, tambah dia, diduga berangkat secara ilegal.

Pada kesempatan itu aktivis demokrasi dan kemanusiaan Palu, Sigi dan Donggala, Yahdi Basma menceritakan pengalamannya saat menggagalkan praktik TPPO yang akan memberangkatkan calon pekerja ke Timur Tengah.

Diakui Yahdi, orang dekat para korban, teman sekampungnya, sangat berperan dalam proses rekrutmen calon pekerja dengan iming-iming pendapatan Rp8 juta per bulan di Saudi Arabia.

BACA JUGA :   Tindak Kekerasan Berbasis Gender Online Harus segera Diatasi

Para korban yang berasal dari Palu, Sulawesi Tengah itu, menurut Yahdi, sudah sempat dibawa ke Jakarta lalu dibawa ke tempat penampungan di Surabaya, Jawa Timur.

Di lokasi penampungan itu, ungkap dia, para korban dari Palu itu mulai menyadari bahwa keberangkatan mereka ke Saudi Arabia bermasalah.

Dalam pemulangan para korban itu ke kampung halaman mereka, jelas Yahdi, terlihat belum ada aturan dan koordinasi yang jelas antar sejumlah pihak, sehingga prosesnya rumit.

Berdasarkan pengalaman pada kasus tersebut, Yahdi menduga, ada keterlibatan sejumlah pihak pada bagian keberangkatan di bandara, karena dokumen perjalanan yang dipakai para calon pekerja migran itu ilegal.

Yahdi sangat berharap ada aturan turunan terkait perlindungan pekerja migran Indonesia hingga tingkat provinsi dan kota, agar proses perlindungan dapat dilakukan secara menyeluruh.

Sementara itu, Direktur Sarinah Institute, Eva Kusuma Sundari mendorong agar ada tindak lanjut yang jelas terhadap kasus-kasus TPPO yang terungkap saat ini.

BACA JUGA :   Rayakan Pergantian Tahun, Ketua MPR RI Bamsoet Harapkan Pemilu 2024 Hasilkan Presiden Sehebat Jokowi

Di sisi lain, Eva protes mengapa yang ditangani dan diutamakan aparat adalah kasus-kasus TPPO di luar negeri.

Padahal, tegas dia, kasus perdagangan orang juga terjadi di dalam negeri dan marak dialami para pekerja rumah tangga.

Di dalam draf Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), tegas Eva, sejatinya ada sejumlah pasal yang mewajibkan para penyedia kerja untuk memberikan perlindungan terhadap para pekerja.

Sehingga, ujar Eva, bila RUU PPRT yang sekarang pembahasannya terhambat oleh pimpinan DPR, bisa segera dituntaskan menjadi undang-undang, masalah perlindungan pekerja migran Indonesia bisa segera diatasi.

Eva menilai saat ini ada problem pada komitmen politik yang rendah dalam mengupayakan perlindungan para pekerja migran dan berharap Kepolisian dan BP2MI segera merekomendasikan percepatan pembahasan RUU PPRT untuk menjadi undang-undang.Red/Nov

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!