Diduga Mutasi Pejabat Tanpa Libatkan Baperjakat, Kebijakan Wali Kota Blitar Disorot

.com, – Arogansi pejabat Pemkot Blitar terjadi dilakukan oleh , dimana Syauqul Muhubin sebagai pucuk pimpinan telah menarik gerbong mutasi besar besaran, yakni kebijakan mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar terus menuai sorotan banyak pihak, termasuk diantaranya Ketua Kota Blitar Syahrul Alim, juga M. Trijanto LSM KRPK.

Mereka menilai langkah yang diambil oleh Wali Kota Blitar tidak bijak karena tidak melibatkan unsur penting seperti Wakil Wali Kota dan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) kota Blitar.

Sejatinya regulasi sistem hendaknya mempertimbangkan regulasi dan etika birokrasi pemerintahan, setiap kebijakan mutasi seyogjanya mempertimbangkan asas profesionalitas, transparansi, serta melibatkan unsur pertimbangan dari Baperjakat. Karena lembaga ini yang memiliki tugas memberikan rekomendasi terhadap mutasi, promosi, dan rotasi jabatan ASN layak dan tidaknya ASN bersangkutan di promosikan atau di mutasikan.

Ketua DPRD Kota lantas menilai, meski mutasi merupakan hak prerogatif wali kota, namun tetap harus dilakukan dengan dasar pertimbangan yang objektif dan berorientasi pada peningkatan kinerja ASN, bukan kepentingan pribadi atau .

“Mutasi dan penyegaran tugas para ASN di lingkup Pemkot Blitar memang prerogatif wali kota. Tapi kalau mutasi dilakukan tanpa memperhatikan prestasi dan kinerja ASN, justru akan menghambat pelayanan kepada masyarakat,” tegas Ketua DPRD Kota Blitar saat dikonfirmasi, Selasa (14/10/25).

BACA JUGA :   Risma-Gus Han Resmi Diusung PDI Perjuangan di Pilkada Jatim

Lebih lanjut, sumber internal Pemkot Blitar yang enggan disebut namanya menyebut, proses mutasi kali ini dilakukan secara tertutup dan tanpa musyawarah bersama Baperjakat. Bahkan, dokumen keputusan mutasi disebut-sebut hanya disodorkan untuk ditandatangani tanpa penjelasan detail.

“Wah, ini kebijakan wali kota paling konyol. Sampai Baperjakat saja tidak diajak musyawarah soal mutasi. Tiba-tiba disodori berkas dan ditodong untuk tanda tangan. Padahal tidak tahu siapa pejabat yang dimutasi dan di mana mereka ditempatkan,” ungkap sumber tersebut kepada memo.co.id.

Situasi ini juga berimbas pada hubungan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba, yang kini disebut semakin retak. Elim secara terbuka menyatakan kekecewaannya karena tidak diajak berkoordinasi dalam pengambilan keputusan strategis tersebut.

“Saya ini terbang ke karena tidak diajak koordinasi sama sekali soal mutasi jabatan. Sebagai abdi masyarakat, saya berkewajiban melaporkan hal ini ke Kementerian Dalam Negeri,” ujar Elim Tyu Samba sebelum bertolak ke Jakarta, Selasa petang (14/10/25).

Keretakan antara pimpinan daerah itu pun dikhawatirkan akan berdampak langsung terhadap efektivitas pelayanan publik di Kota Blitar. Sejumlah pihak menilai, disharmoni antara kepala daerah dan wakilnya akan menghambat implementasi kebijakan serta berpotensi menimbulkan ketidakstabilan birokrasi.

BACA JUGA :   Mencekam! Aksi Kerusuhan di Kota Blitar Berhasil Digagalkan "100 Orang Dilumpuhkan"

Pemerhati kebijakan publik, Nugroho, menilai langkah yang diambil wali kota tidak mencerminkan semangat reformasi birokrasi yang menekankan prinsip meritokrasi. Ia menyebut, kebijakan yang tidak konsisten dengan visi-misi saat kampanye akan mencederai kepercayaan publik.

“Kebijakan wali kota akhir-akhir ini jauh dari visi dan misi yang pernah dijanjikan saat pencalonan. Seharusnya kepala daerah bisa menjaga integritas dan kebersamaan dengan semua elemen pemerintahan agar pelayanan publik tidak terganggu,” terang Nugroho.

Secara normatif, mutasi ASN idealnya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang mengatur bahwa setiap mutasi jabatan harus mempertimbangkan kompetensi, kinerja, dan kebutuhan organisasi. Selain itu, koordinasi dengan Baperjakat menjadi bagian penting dari proses agar keputusan tidak bersifat sepihak.

Masyarakat Blitar kini menanti langkah tegas dari Kementerian Dalam Negeri untuk menilai apakah kebijakan mutasi tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan asas pemerintahan yang baik.

“Kalau dibiarkan, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan daerah. Semoga pemerintah pusat bisa menengahi agar pelayanan publik tetap berjalan dengan baik,” tutup Nugroho.
redaksi : rif/tik

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!