Putraindonews.com – Sekretaria Jenderal Partai Amanat Nasional (Sekjen PAN), Eddy Soeparno menyebut pemilihan umum (Pemilu) 2024, adalah pemilu paling terburuk yang pernah ia ikuti. Alasannya, karena dalam pelaksanaannya penuh dengan praktik kotor seperti politik uang (money politics).
“Pemilu 2024 yang terburuk, tidak ada persaingan gagasan, karena masyarakat inginnya langsung mendapat amplop di akhir sebelum pencoblosan,” ungkap Eddy dalam acara School of Politics, yang digelar oleh Rumah Perubahan dan Deep Indonesia, di Rumah Perubahan Jakarta Escape, Senin (22/7/2024).
Dia mengungkap, sebagai Anggota DPR RI yang kerap turun ke daerah pemilihan (Dapil) untuk menemui dan mendengar keluhan masyarakat di bawah. Namun, kata dia, hal itu tidak dilihat dan diapresiasi, karena ketika pemilihan, masyarakat lebih memilih calon yang memberi uang.
“Di pemilu kemarin masyarakatnya ngga mau berubah. Saya ngasih suvenir tapi dikembalikan lagi ke saya, karena mereka inginnya dapat amplop,” jelasnya.
Menurut Eddy, hal ini terjadi karena budaya pragmatisme yang ada di masyarakat, sehingga budaya ini membuat politik uang semakin marak dilakukan pada pemilu kemarin. Ketika mayarakat (pemilih) lebih fokus pada manfaat jangka pendek, lanjut dia, Anggota DPR RI terpilih merasa tidak penting mempertanggung jawabkan kebijakan jangka panjang mereka.
“Sehingga Anggota DPR RI akan lebih loyal kepada partai dan penyandang dana ketimbang masyarakat pemilih,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini seraya juga menyebut bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan pemilih yang terinformasi dan partisipasl yang didasarkan pada pertimbangan rasional.
Ketika pragmatisme mendominasi, Eddy menyebut kualitas demokrasi bisa menurun karena proses pemilihan menjadi lebih transaksional dan kurang mencerminkan kehendak rakyat yang sebenarnya. Karena itu, masih menurutnya, perlu adanya pembenahan demokrasi, salah satunya dengan peningkatkan transparansi dalam proses pemilihan dan akuntabilitas pejabat terpilih.
“Harus ada publikasi laporan keuangan kampanye, debat pubilk yang terbuka, serta pelaporan berkala tentang kinerja pejabat terpilih dapat membantu pemilih membuat keputusan yang lebih berdasarkan Informasi,” ujarnya.
Selain itu, Eddy juga menyatakan perlunya edukasi politik kepada masyarakat bahwa suara mereka lebih berharga dari sekedar amplop atau sembako yang dibagikan seorang calon.
“Pendidikan politik ini agar masyarakat memilih karena gagasan dan konsep, bukan iming-iming hadiah. Partisipasi masyarakat,” tutup Eddy Soeparno. Red/HS