Fahri Hamzah Curigai Penggunaan Isu KPK untuk Pemilu

Putraindonews.com – Jakarta | Pernyataan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang mengaku pernah dimintai oleh Presiden Joko agar menghentikan penyidikan kasus korupsi megaproyek KTP elektronik (e-KTP), disanggah oleh eks Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Kata Fahri, kasus e-KTP bukan di zaman Jokowi, melainkan pemerintah sebelumnya.

“Itu (kasus e-KTP), zaman sebelumnya Pak Jokowi. Tersangka pertama ditetapkan pada tanggal 22 April 2014 (a/n Sugiharto) jauh sebelum pak jokowi dilantik,” sebut Fahri dihubungi wartawan, Sabtu (2/12/23), menanggapi pernyataan Agus Rahardjo tersebut.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu mengatakan bahwa sidang perdana kasus e-KTP dimulai tahun 2017. Sebagai pimpinan DPR RI, dia tahu nya beliau (Presiden Jokowi) marah karena kasus korupsinya.

“Jadi, tidak ada gejala Setya Novato alias SN, eks Ketua DPR RI saat itu, dilindungi Pak Presiden Jokowi. Apa yang disampaikan Pak Agus itu ngawur,” tegas Fahri lagi.

Kejanggalan Masif

Lantas Juru bicara (Jubir) Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ini membeberkan beberapa kejanggalan yang masif belakangan ini yang dilakoni oleh orang-orang yang terkait dengan lembaga antirasuah tersebut. Kejanggalan itu juga terjadi akibat aktif nya sebagian dari mereka sebagai tim sukses calon presiden (capres) tertentu.

BACA JUGA :   Elektabilitas Partai Gelora Sudah Diangka 3 Persen, Siti Zuhro: Capaian Luar Biasa

“Coba bayangkan, bagaimana bisa ada pegawai aktif (ASN) Kepolisian yang mantan KPK, sangat aktif menyerang pimpinan KPK dan juga mengomentari serangan kepada Presiden Jokowi dan keluarganya, seperti yang dilakukan oleh mantan pimpinan KPK, juga yang sekarang terdaftar sebagai tim sukses calon presiden,” kata dia.

Bahkan, mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu menyebut, orkestrasi demi orkestrasi opini dilakoni dan mereka ini didukung oleh media dan kelompok politik yang terkait dan terafiliasi dengan partai tertentu dan capres tertentu. Padahal, tindakan ini tentu sangat berbau politis dan mengandung anasir perjuangan jangka pendek kelompok yang sedang dirersangkakan dan diusut oleh KPK, terkait kader KPK yang telah menjadi tersangka, tapi dimanfaatkan pula oleh calon di belakangnya.

“Tadinya saya menyangka, mereka hanya akan berhenti setelah berhasil menekan Ketua KPK Firli Bahuri (FB), yang sekarang sedang menjadi tersangka kasus pemerasan kader partai pemilik salah satu jaringan media terbesar di Indonesia. Tetapi rupanya tidak berarti, dan terus terjadi penyerangan demi penyerangan kepada Presiden Jokowi dan akhirnya juga kepada capres yang terafiliasi dengan beliau, secara langsung atau tidak langsung,” bebernya.

“Maka pertanyaan saya adalah, apakah KPK sedang menjadi pusat orkestrasi baru untuk melawan Presiden Jokowi sebagaimana biasanya mereka secara langsung atau tidak, dipakai untuk melawan pemerintah. Bagaimana menurut Anda?” tanya Caleg DPR RI dari Partai Gelora Indonesia untuk Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I itu menambahkan.

BACA JUGA :   Kaesang Pangarep Batal Diusung Pilkada Jateng

Diketahui, sebelumnya eks Ketua KPK Agus Rahardjo menggegerkan publik setelah membongkar rahasia pernah dimarahi Presiden Jokowi yang memintanya untuk menghentikan kasus e-KTP.

“Waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Saya heran biasanya manggil berlima, kok ini sendirian, dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan. Begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘Hentikan’,” cerita Agus dalam wawancara pada Kamis (30/11/23).

Agus mengaku awalnya merasa bingung maksud kata ‘hentikan’ yang diucapkan Jokowi. Namun kemudian Agus mengerti bahwa maksud Jokowi adalah agar dia dapat menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setnov.

“Saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh hentikan adalah kasus Setnov, ketua DPR waktu itu, mempunyai kasus e-KTP,” ucap Agus.

Namun Agus mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus Setnov mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan 3 minggu sebelumnya. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!