Fahri Hamzah: Putusan MK Soal Ambang Batas Pilkada Perkuat Otonomi Daerah

Putraindonews.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah, memberikan arti penting bagi otonomi daerah. Bahkan, putusan tersebut akan mengubah lanskap Pilkada 2024 di banyak daerah, memperluas partisipasi calon kepala daerah.

Pendapat ini disampaikan Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah dalam pemaparannya diacara diskusi Gelora Talk bertema ‘Lanskap Baru Pilkada 2024 dan Implikasinya pada Otonomi Daerah’, dikutip Kamis (5/9/2024).

Termasuk, lanjut Fahri, kotak kosong kini berubah menjadi suara-suara yang berserakan, dan kandidat bertambah banyak di mana-mana. Putusan MK tidak lain atau tidak bukan dalam rangka memperkuat partisipasi rakyat.

“Partisipasi ini juga adalah dalam rangka memastikan bahwa otonomi daerah itu lebih bermakna,” kata Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu sembari menambahkan bahwa perubahan lanskap Pilkada 2024 usai putusan MK ini menjadi nafas penting bagi otda agar pembangunan dapat terselenggara lebih masif dan cepat di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

BACA JUGA :   Timnas AMIN Melihat ada Nuansa Incumbentnya di Pilpres 2024

Walaupun demikian, ia mengingatkan agar otda pasca-Pilkada 2024 tidak membuat perlambatan pembangunan, karena adanya ‘raja-raja kecil di daerah’ dalam rangka melakukan bergaining (tawar-menawar) dengan pusat yang dapat mengganggu pembangunan.

“Seharusnya pemimpin-pemimpin baru yang dipilih dari Pilkada 2024 dapat mewujudkan Indonesia untuk tumbuh menjadi negara industri yang lebih maju atau menuju Indonesia Emas 2045,” imbuhnya.

Selain itu, Fahri juga mengatakan, pemimpin baru nantinya perlu memikirkan terobosan untuk mempercepat peningkatan pendapatan per kapita nasional. Sehingga target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, bahkan dua digit pertumbuhan di era Prabowo-Gibran dapat tercapai.

“Pemerintah ke depan juga harus mewaspadai gejala pengelolaan otonomi daerah yang bisa menjadi faktor penghambat, karena kontrol partai politik terkandang berbeda dengan pemerintah pusat di daerah,” katanya.

Karena itu, Fahri mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada gubernur ke depan ditiadakan, cukup ditunjuk saja. Sebab, berdasarkan undang-undang, gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Sementara Pilkada di kabupaten/kota tetap diadakan.

BACA JUGA :   Dugaan Pelanggaran Kampanye Ridwan Kamil sedang Ditelusuri Bawaslu Jabar

“Sebab pada dasarnya, gubernur merupakan elemen dari pemerintah pusat, dan memperbanyak membantu pemerintah pusat di daerah. Sekarang ini banyak gubernur yang tidak kompak dengan walikota atau bupatinya. Sehingga Pilkada gubernur sebaiknya ditiadakan,” sebut dia.

Dia berpandangan, akibat tidak harmonisnya hubungan antara gubernur dengan bupati/walikota, banyak pembangunan dan pelayanan publik di daerah menjadi terbengkalai. Karena posisi gubernur ini dilematis, terkadang juga menggangu pemerintah pusat seperti di Jakarta, karena beda partai.

“Sekarang oposisi di pilkada gubernur di Jawa Tengah, juga sudah mulai bergerak. Pilkada gubernur yang berbau politis, seharusnya bisa dikurangi. Pemerintahan Prabowo ini akan berlari kencang. Kalau sopirnya berlari kencang, maka gandengannya juga harus sama, sehingga ada percepatan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Fahri Hamzah. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!