Putraindonews.com – Pengamat Kebijakan Publik, Adib Miftahul menanggapi dampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan berubahnya pelonggaran pencalonan dengan turunnya ambang batas partai dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
Adib menganggap, ini adalah angin segar untuk demokrasi yang selama ini publik menyaksikan bahwa kekuasaan absolut untuk menentukan kandidat yang maju, dimulai dari walikota hingga gubernur dalam pilkada do tangan elit politik.
“Intinya adalah publik disajikan oleh itu, mau potensial mau popularitas mau elektabilitasnya bagus nggak ada urusan, mubazir nggak guna kalau tiketnya nggak dikasih oleh mereka kan gitu contohnya Anies contohnya Airin itu realitas politik yang terjadi,” ujarnya, ditulis Kamis (22/8/2024).
Adib mengatakan, dengan keluarnya putusan MK ini adalah angin segar bagi demokrasi. Menurutnya, MK telah menunjukkan keberpihakan kepada demokrasi.
Hal itu, terlihat dengan membuka peluang bagi siapa saja yang memenuhi syarat tertentu, seperti perolehan suara minimal 10 persen di tingkat provinsi atau kota, untuk dapat maju dalam Pilkada.
“Ini menjadi kesempatan bagi partai-partai kecil untuk mendapatkan ruang dalam perpolitikan nasional,” jelasnya.
Adib menyoroti tokoh-tokoh seperti Airin yang memiliki potensi besar untuk maju, namun sering kali terhalang oleh koalisi politik yang ada.
Dengan putusan MK ini, Adib meyakini bahwa peluang bagi figur-figur potensial seperti Airin terbuka lebar, asalkan mereka mampu mengambil langkah strategis dalam berpolitik.
“Harusnya Golkar mengkaji ulang lagi dengan putusan MK terkait pilkada, tidak harus gabung dengan KIM jika kandidat cagub yang punya elektebilitas tinggi seperti Airin, berani donk,” ungkapnya.
Adib melihat peluang bagi Airin untuk maju semakin terbuka lebar, terutama jika ia memutuskan untuk mengambil langkah strategis.
“Seperti bergabung dengan PDIP tanpa harus keluar dari Golkar,” tegasnya.
Langkah ini bisa menjadi bentuk balas dendam politik yang mungkin dilakukan Airin, mengingat pola koalisi besar selama ini seolah-olah tidak memberi ruang bagi lawan politik.
“Dengan demikian, peta politik yang sebelumnya sudah teratur kini perlu dikocok ulang setelah putusan MK ini,” tutupnya. Red/RY