Oleh: Rusdin Tompo
Putraindonews.com – Masyarakat Indonesia kaya akan tradisi, termasuk di Sulawesi Selatan. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan, yakni “Assuro Maca” yang punya muatan religi. Kata Assuro artinya menyuruh/memanggil petuah yang paham tentang agama/imam desa.
Faisal, mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin, menceritakan bahwa tradisi ini masih ia temui di Desa Sanggalea, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros. Tradisi Assuro Maca ini diadakan Sabtu, 8 Maret 2024.
Menurut mahasiswa semester 4 itu, Assuro Maca biasanya dilaksanakan pada bulan syaban. Bisa juga sepekan sebelum hendak memasuki bulan suci Ramadhan pada kalender Hijriah.
Dia mengamati tradisi yang masih dipraktikkan dalam kehidupan suku Bugis dan Makassar ini, sebagai bagian dari kegiatan studi lapangan untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Kreativitas dan Literasi Digital. Dosen pengampu mata kuliah ini adalah Dr Sumarlin Rengko HR, SS., M.Hum.
Tujuan tradisi Assuro Maca adalah untuk mengirimkan doa-doa kepada para leluhur terdahulu. Tradisi Assuro Maca ini sebagai bentuk penghormatan terhadap para leluhur yang telah tiada.
Kegiatan ini dilakukan dengan memasak makanan khas Bugis dan Makassar yang akan disajikan. Hidangannya bisa macam-macam, antara lain berupa makan pokok seperti nasi putih, dengan lauk ayam, ikan, telur, dan tempe, sayur-sayuran kacang panjang, taoge dan paria. Ini melekat denga arti filosofi kehidupan yang berkecukupan.
Faisal menambahkan, media yang digunakan dalam tradisi Assuro Maca, berupa pisang kepok,.nasi putih bisa juga ditambahkan kue-kue, tergantung dari tuan rumahnya.
Semua makanan itu, diatur rapi di atas karpet atau permadani. Dahulu diatur di atas tikar yang disebut “tappere”. Sebelum
tradisi dilakukan, terlebih dahulu pihak keluarga, Muh. Saing Daeng Sassu, mengundang secara langsung orang yang akan memimpin pembacaan doa. Yakni seorang petuah bernama Hj Ramma, yang diaggap dituakan dalam masyarakat sekitar untuk memimpin doa.
Kemudian Hj Ramma membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan tujuan mendoakan leluhur yang telah tiada. Hal ini juga diyakini sebagai sarana membersihkan jiwa dan rohani orang di sekitar sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.
Setelah pembacaan doa selesai, lanjut Faisal, para keluarga yang menggelar ritual Assuro Maca tersebut kemudian menyantap hidangan yang telah didoakan oleh petuah/iman desa. Terasa suasana keakraban di antara seluruh anggota keluarga dan sanak saudara yang berada di ruangan itu saat mereka makan bersama. Yang mengadakan tradisi ini, jelas Faisal, masih merupakan keluarganya.
Ada banyak makna dari tradisi Assuro Maca ini. Faisal mengatakan, menurut keluarga yang menggelar acara, tradisi ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena telah dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadhan. Mereka juga berharap semoga bisa dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadhan berikutnya, dan semoga banyak rezeki di tahun depan.
Penulis adalah pegiat literasi budaya