Putraindonews.com, Amlapura – Tradisi lontar dan kerajinan bernilai seni tinggi tenun ikat gringsing adalah dua dari sekian banyak potensi kebudayaan yang sudah berada di tengah masyarakat Karangasem sejak ratusan tahun silam.
Dua warisan leluhur itu bertahan hingga kini dan membutuhkan perhatian lebih serius dari berbagai pihak, karena menyimpan nilai-nilai luhur yang seharusnya dapat digali, dan bahkan dikembangkan, menjadi daya tarik pariwisata berbasis seni dan budaya yang bukan tidak mungkin menjadi salah satu sumber kesejahteraan dan kemandirian warga masyarakat.
Perhatian pada warisan budaya ini ditunjukkan oleh para pentolan dan pendiri Yayasan Agung Jaya Mandiri yang mengunjungi dua tokoh pelestarian lontar dan tenun ikat gringsing, masing-masing I Nengah Suarya, pengelola Museum Lontar di desa Dukuh Penaban dan I Wayan Yasa, seniman dan perajin kain tenun ikat gringsing di desa Tenganan, pada Selasa, 6 Agustus 2024. Selain memberikan penghargaan, yayasan juga memberikan bantuan.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Agung Jaya Mandiri, Prof. Dr. I Wayan Laba, M.Sc.,APU mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud dari tekad yayasan yang akan selalu berada di tengah masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki untuk membangun kesejahteraan, kedaulatan dan kemandirian.
“Kami menilai perhatian dari berbagai pihak masih jauh dari yang diharapkan. Padahal hal semacam tradisi lotar dan kerajinan tenun ikat gringsing ini adalah sesuatu yang sangat khas dan berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi sumber dari kesejahteraan dan kemandirian warga. Mereka membutuhkan bantuan dana dan pemikiran untuk berkembang. Yayasan Agung Jaya Mandiri akan membantu,” tegas I Wayan Laba, Selasa (6/8).
Dalam perbincangan dengan Yayasan Agung Jaya Mandiri di desa Dukuh Penaban, I Nengah Suarya yang juga menjadi pemimpin atau Bendesa Adat setempat mengatakan, Museum Lontar didirikan sekitar 7 tahun silam dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi lontar. Ia bersama beberapa warga setempat merintis pembangunan museum lontar yang menyimpan belasan jenis lontar, di antaranya lontar agama, usada, kawisesaan, satua, kidung, kandapat, geguritan dan lain-lainnya.
Bahkan museum ini menyimpan lontar tua Bhuana Kosa yang diperkirakan berusia lebih dari 300 tahun.
”Kami ingin ada regenerasi. Supaya ada pewaris, penerus. Kami ajarkan apa itu lontar, cara merawatnya. Kami juga membuka sekolah yang mengajak para siswa berinteraksi dengan alam serta budaya Bali,” I Nengah Suarya menjelaskan.
I Nengah Suarya mengatakan, dengan 9 orang pengelola saat ini museum lontar ini masih mengandalkan donasi dari pengunjung yang tidak seberapa.
Sementara itu perintis kerajinan tenun ikat di Tenganan, I Wayan Yasa mengatakan para perajin tenun ikat gringsing di Tenganan ini bertahan di tengah berbagai tantangan yang berat, di antaranya adalah sulitnya memperoleh bahan baku alami yang bahkan harus dicari hingga ke luar daerah. Salah satu keunikan tenun ikat gringsing adalah bahan-bahan yang alami dan Teknik menenun ikat ganda atau double ikat yang hanya ditemukan di desa ini.
Kain tenun ikat gringsing juga menjadi kain sakral, bagian dari upacara pemujaan Dewa Indra. Itulah sebabnya benang yang digunakan dalam menenun, sebelumnya disucikan dahulu atau dipasopati.
Yayasan Agung Jaya Mandiri didirikin oleh belasan tokoh senior dari berbgaai latar belakang profesi. Mereka umumnya sudah terlibat puluhan tahun dalam kegiatan sosial untuk membangun tanah kelahiran di Karangasem, misalnya melalui ikatan kekeluargaan warga Karangasem diperantauan, seperti Semeton Karangasem atau Sekar dan Paguyuban Karangasem atau Pakar.
Mereka menyoroti kondisi terkini Karangsem yang berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan hingga akhir tahun 2023 angka kemiskinan di Karangasem mencapai 27 ribu lebih atau 6,56% dari 533.742 penduduk Karangasem, dan itu adalah angka tertinggi di Bali. Sementara, angka indeks pembangunan manusia (IPM) Karangasem meskipun naik dari 69,48 pada tahun 2022 menjadi 70,09 pada tahun 2023, namun angkat itu masih merupakan yang terendah di Bali.
Yayasan Agung Jaya Mandiri mengusung visis : menjadi yayasan yang menghadirkan solusi konkret bagi warga masyarakat untuk bisa hidup berdaulat, sejahtera, mandiri, berkarakter dan berbudaya. Yayasan menargetkan terciptanya kondisi rakyat sejahtera yang 100 persen terbebas dari kemiskinan dan sanggup hidup mandiri, serta status pendidikan masyarakat 100 persen minimal lulus SMA. Saat ini angkata rata-rata lama belajar warga Karangasem hanya sampai di kelas 5 sekolah dasar (SD).
Ketua Dewan Pengawas yayasan, Drs I Nyoman Astawa, M.Si mengatakan semestinya tidak boleh lagi ada warga miskin di Karangasem dan di daerah lain di Bali. Untuk itu, ia menegaskan yayasan akan berkolaborasi dengaan berbagai pihak yang memiliki visi dan misi yang sejalan untuk bersama-sama membantu warga untuk terbebas dari kemiskinan.
“Salah satu dari 5 misi yayasan adalah menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, pelatihan, pembinaan Masyarakat. Kunjungan ke tengah masyarakat hari ini juga untuk mengetahui secara langsung kondisi riil di tengah Masyarakat. Dengan demikian kami mengetahui pendampinagn dan pembinaan seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.”
Yayasan Agung Jaya Mandiri akan menggelar acara peresmian yang diikuti dengan sarasehan yang dilaksanakan di STKIP Karangasem di Amlapura pada Kamis, 8 Agustus 2024 dengan tema, Strategi Pemberdayaan Masyarakat untuk Mewujudkan Karangasem Tangguh, Bangkit dan Mandiri.
Sarasehan ini menghadirkan 3 nara sumber ahli untuk mengupas tuntas peluang pemberdayaan SDM Karangasem, poteni pertanian dan potensi pariwisatanya. Para nara sumber itu adalah Prof. Dr.,Dr I Ketut Rai Sudiarditha, M.M., Prof. Dr. Ir. I Nyoman Widiarta, M. Agr. dan Prof. Dr. I Wayan Laba, M.Sc.,APU Sarasehan ini bertujuan mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam pembangunan SDM, pertanian, dan pariwisata di Karangasem, menghasilkan rekomendasi kebijakan dan strategi untuk pengembangan ketiga sektor tersebut dan membangun sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat dalam pengembangan daerah.
Di sektor pertanian, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Widiarta, M. Agr. mengusulkan solusi konkret berupa penerapan pertanian modern 4.0 yang sarat teknologi dan pelaksanaan hilirisasi yang diharapkan akan menciptakan lapangaan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Sementara di sektor pariwisata, Prof. Dr. I Wayan Laba, M.Sc. menyampaikan sejumlah alternatif soslusi konkret melalui gagasan modernisasi pengelolaan pariwisata di Karangasem, revitaslisasi sejumlah destinasi utama, mendorong keberpihakan pemerintah provinsi Bali agar Karangasem menjadi sejajar dengan kabupaten lain di Bali dan melaksanakan re-branding dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital dan sosial media supaya Karangasem semakin dikenal di dalam maupun di luar negeri. Red/Nov