Saya Belajar Jadi Perempuan Mandiri

Oleh: Nur Annisa Audia Syarif Peserta Kelas Menulis Sekolah Puan Tani, pegawai honorer di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Takalar

Putraindonews.com – Perkenalkan nama saya Nur Annisa Audia Syarif. Biasa dipanggil Audia. Saya tinggal di Desa Paddinging, Kecamatan Sanrobone, Kabupaten Takalar. Saya lahir pada tanggal 24 April 2001. Sekarang umur saya sudah 23 tahun. Saya seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yapis (Yayasan Pendidikan Islam) Takalar. Saya juga merupakan seorang pegawai honorer di Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Kabupaten Takalar.

Sewaktu SD, saya sering membantu ayah membersihkan sekolah. Ayah saya bekerja sebagai bujang sekolah. Tugasnya, antara lain membersihkan sekolah. Jadi setiap pagi saya datang ke sekolah lebih awal untuk membantu ayah membuka ruangan-ruangan kelas yang ada di SDN Nomor 101 Inpres Pattallassang. Saya juga bersekolah di SD ini. Ayah saya bernama M. Syarif Daeng Nya’la. Saya memanggilnya Tetta, yakni sebutan ayah dalam bahasa Makassar.

Di siang hari, saya selalu membantu ibu menjual kerupuk ubi, manisan mangga dan manisan kedondong di tempat pengajian saya. Ibu saya bernama Suriani Daeng Baji.

BACA JUGA :   Promotor Musik Indonesia Diminta Membentuk Asosiasi

Kemudian di sore hari, saya kembali membantu ayah untuk membersihkan sekolah. Saat membantu ayah sejak duduk di bangku kelas 4 SD sampai kelas 3 SMA. Saya bersekolah di SMAN 3 Takalar.

Dulu itu, bujang sekolah merupakan kerja sampingannya ayah saya. Selain sebagai bujang sekolah, ayah menjadi tukang parkir di Pasar Pattallassang. Ini untuk menambah penghasilan keluarga. Pekerjaan utamanya itu Satpam di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Takalar. Saat SMP, saya bahkan membantu ayah jadi tukang parkir, setiap kali libur atau ketika masuk siang. Biasanya ini saya lakukan kalau lagi hari pasar. Perasaan saya bahagia bisa membantu ayah. Karena dari situ mi juga, sejak kecil sampai sekarang belajar ka menjadi perempuan yang mandiri.

Ada pengalaman menarik yang saya lakukan dengan teman-teman pada saat SD. Kami sering makan rujak mangga bersama. Kebetulan di sekolah kami banyak sekali pohon mangga. Dan sepulang sekolah saya juga sering pergi ngebolang untuk mencari buah jambu, mangga, gersen dan belimbing hutan.

Begitupun ketika saya sudah di SMPN 1 Takalar. Saya dan teman-teman sering membuat rujak mangga, salak dan kedondong di sekolah pada jam istirahat. Kami semua kompak untuk membawa bahannya. Bahkan ada yang membawa kacang, gula merah, garam, vetsin, dan cabe.

BACA JUGA :   Kunci Utama Keberhasilan Pelaksanaan Otda adalah Kesatuan Para Pemimpin

Lain lagi, cerita saat di SMP. Saat bersekolah di SMP yang berada di Pattallasang ini, saya dan teman-teman pernah praktik membuat tape dari singkong dan beras ketan hitam. Kalau tidak salah, saat itu kami lagi praktik untuk pelajaran IPA. Lumayan berhasil uji coba yang kami lakukan. Tape hasil buatan kami itu rasanya asam-asam manis, sebagaimana tape yang dijual pedagang. Tape yang terbuat dari singkong, dalam bahasa Makassar disebut poteng. Poteng ini memang banyak diproduksi di Takalar yang dijual sampai ke Makassar.

Ketika sudah SMA, saya dan teman-teman sering memanjat pohon gersen. Kebetulan, pada saat itu, letak pohonnya berada di depan kelas. Saya dan teman juga sering ke kantin sekolah untuk membeli manisan cermai, mangga dan kerupuk ubi. Bila tiba musim mangga, saya dan teman suka iseng. Kami sering nongkrong di depan kelas hanya untuk menunggu buah mangga jatuh.

 

 

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!