Putraindonews.com – Jakarta | Film ‘Pesantren’ karya Shalahuddin Siregar akan mengudara perdana di Bioskop Online mulai 24 Mei 2023 mendatang.
Melalui siaran resminya, Minggu (21/5), alasan Shalahuddin selaku sutradara membuat film ini lantaran berkiatan dengan film “Negeri di Bawah Kabut” yang pernah dia rilis tahun 2011 lalu.
Film itu bercerita tentang kehidupan masyarakat petani di Desa Genikan, yang berada di kaki Gunung Merbabu.
“Salah satu karakter di film dokumenter panjang pertama saya “Negeri di Bawah Kabut” adalah anak 12 tahun bernama Arifin yang ingin masuk SMP Negeri tetapi orang tuanya terlalu miskin untuk membayar biaya registrasi yang mahal. Akhirnya mereka mengirim Arifin ke pesantren,” ujar Udin, sapaan akrab Shalahuddin Siregar.
“Ketika film ini dirilis, ada yang menyayangkan keputusan mengirimkan Arifin ke pesantren karena mereka mengira dia akan dididik menjadi teroris. Pesantren juga sering dituduh kolot dan tidak berkembang. Saya terganggu dengan stigma ini, tetapi meskipun beragama Islam, saya tidak punya pengetahuan yang cukup tentang pesantren. Karena itulah saya membuat film ini, untuk mencari tahu seperti apa sebenarnya kehidupan di pesantren,” tuturnya.
Untuk film “Pesantren”, Udin memilih pesantren Pondok Kebon Jambu di Cirebon, yang merupakan pesantren tradisional di Indonesia, tetapi istimewa karena dipimpin oleh perempuan. Hal yang jarang sekali ditemukan sebuah pesantren dengan santri laki-laki dan perempuan, dipimpin oleh perempuan.
Film ini pun mendapat sambutan hangat dan terpilih di kompetisi XXI Asiatica Film Festival 2020 dan International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019. Film ini juga telah tayang di Madani International Film Festival dan sempat ditayangkan di The University of British Columbia pada Maret 2022.
Film “Pesantren” sendiri merupakan film dokumenter yang mengajak penonton untuk menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pesantren tradisional terbesar di Cirebon. Para santri di pesantren ini dididik untuk berpikir kritis, mendukung kesetaraan gender, dan menghargai keberagaman.
Penggambaran bahwa laki-laki juga bisa menjadi orang yang penuh perasaan, atau perempuan mampu menjadi pemimpin, membuat film ini berhasil menampilkan kehidupan di dalam pesantren dari sudut pandang berbeda. Banyak nilai-nilai baik yang diajarkan, bahwa Islam itu baik, damai, sejuk, moderat, toleran dan merangkul. Sosok dalam film bisa menjadi harapan baru untuk Indonesia. Red/HS