Putraindonews.com – Tren meminjam uang melalui jasa pinjaman online (pinjol) atau biasa disebut Fintech Lending atau Peer-to-Peer/P2P, saat ini sangat digemari masyarakat, karena prosesnya yang mudah dan cepat cair.
Hal itulah yang membuat banyak perusahaan pinjol ilegal berani memasang logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memikat, dan membuat peminjamnya percaya, ditambah dengan tenor 7 hari.
Menanggapi maraknya pencatutan logo OJK oleh aplikasi pinjol ilegal tersebut, konsultan keuangan dari DahlanConsultant, Asep Dahlan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/1/2025) meminta OJK lebih memperketat pengawasannya terhadap aplikasi jasa pinjol, khususnya yang ilegal.
“Apalagi yang dilakukan jasa peminjaman online ilegal, untuk meyakinkan nasabah yang ingin mendapatkan pinjaman instan, tanpa aturan berbelit-belit. Jadi ada kesan masih banyak aplikasi yang lolos dari pantauan OJK,” sebut pria yang akrab disapa Kang Dahlan itu.
OJK sebagai institusi pengawasan, menurut Kang Dahlan, jangan hanya memberi himbauan ke masyarakat untuk selalu waspada saja, dengan melakukan pengecekan di website resminya jika ada pencantuman logo OJK.
“Diperlukan langkah tegas lagi oleh OJK, dan tentunya dengan berkoordinasi dengan institusi terkait dalam hal ini Ciber Polri untuk menertibkannya,” ujar dia seraya mengungkapkan kalau modus dari pinjol ilegal itu untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka bisa menjadi tempat permintaan pinjaman dari masyarakat.
Sedang untuk masyarakat, Kang Dahlan meminta harus waspada terhadap bujuk rayu dari pinjol ilegal dengan dari apapun dan memasang logo dari otoritas yang resmi. Upaya mengenali pinjol yang resmi, harus berlangsung sehingga masyarakat tidak terjerat bunga yang besar dan juga pinjaman yang seakan tidak ada habisnya.
“Karenanya, pentingnya literasi dan inovasi keuangan masyarakat Indonesia, ciri-ciri pinjol ilegal. Dan, bagi operator yang terbukti memasang logo OJK tanpa izin, maka bisa dikenakan pasal penipuan 378 KUHP dan juga Undang-Undang ITE, sehingga jerat hukum menjadi kepastian dalam melindungi masyarakat,” pungkas Kang Dahlan.
Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengakui kalau planggaran yang paling banyak ditemukan terkait, pernyataan berizin dan diawasi oleh OJK dan pencantuman logo OJK, informasi yang dapat membatalkan manfaat yang dijanjikan pada iklan, misalnya tidak mencantumkan periode promo, dan tautan spesifik untuk iklan yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
“Untuk pengawasan market conduct, OJK mencatat sampai dengan triwulan III-2024, ditemukan 229 iklan melanggar dari total 14.481 iklan yang dilakukan pemantauan atau 1,58%. Sementara untuk iklan melanggar paling banyak ditemukan dari sektor Perusahaan Modal Ventura Lembaga Jasa Keuangan (PVML) sebesar 2,80% atau 99 dari 3.536 iklan,” demikian perempuan yang akrab disapa Kiki, dalam keterangannya, dikutip Senin (20/1/2025) kemarin. Red/HS