Putraindonews.com – Jakarta | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memaparkan capaian asset recovery KPK pada periode Januari – Mei 2022 sebesar Rp179,390 miliar. Capaian tersebut bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2021, yakni sebesar Rp71,134 miliar, mengalami peningkatan sebesar 157%.
Capaian tersebut disampaikan KPK dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, pada Rabu (8/6).
“Kami sampaikan pada forum ini, sampai dengan 21 Mei 2022, pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi mencapai Rp179,390 miliar atau meningkat 157% dibanding pada periode yang sama tahun 2021 yaitu Rp71,134 miliar,” kata Firli.
Firli menjelaskan, capaian tersebut diperoleh melalui terobosan baru yang dilakukan KPK untuk meningkatkan asset recovery. Yakni dengan melakukan lelang benda sitaan tanpa harus menunggu putusan pengadilan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2021 tentang Lelang Benda Sitaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PP 105/2021).
“Dengan demikian, dapat terjaga nilai aset hasil tindak pidana korupsi agar tidak turun secara drastis,” ujar Firli.
Berdasarkan Pasal 3 PP 105/2021, KPK dapat melakukan lelang benda sitaan mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, atau perkara telah dilimpahkan ke pengadilan. Syaratnya, benda sitaan memiliki kriteria yang lekas rusak, membahayakan, atau biaya penyimpanan yang terlalu tinggi. Selain itu, benda sitaan juga harus memperoleh izin dari tersangka atau kuasanya untuk dilelang.
Di samping itu, Firli juga mengungkapkan bahwa realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh KPK pada semester I tahun 2022 mencapai Rp179,3 miliar. Lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar Rp141 miliar.
Secara rinci sumber penerimaan PNBP KPK, di antaranya dari penanganan perkara tindak pidana korupsi sebesar Rp168,93 Miliar, gratifikasi yang ditetapkan KPK sebesar Rp1,3 miliar, dan PNBP umum sebesar Rp9,1 miliar.
Kemudian dari hasil penerimaan PNBP 2022 tersebut, KPK melakukan Penetapan Status Penggunaan Asset (PSPA) kepada kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah (KLPD), sebesar Rp24,270 miliar.
Sehingga, aset hasil tindak pidana korupsi tersebut dapat dipergunakan secara efektif untuk menunjang kinerja KLPD dalam memberikan pelayanan publik ke masyarakat.
Adapun kementerian yang menerima PSPA dari KPK di antaranya Kementerian Hukum dan HAM dengan nilai aset Rp630,6 juta, Kementerian ATR/BPN Rp574,7 juta, Pemerintah Kabupaten Bangkalan Rp16,23 miliar, dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara Rp6,83 miliar.
Sambung Firli, KPK juga aktif melakukan monitoring implementasi rencana aksi Strategi Pemberantasan Korupsi (Stranas PK). Per triwulan I 2022, monitoring implementasi Stranas PK yang dilakukan KPK mencapai 38,8% atau meningkat 5% dari periode Triwulan IV 2021.
Dalam kesempatan ini, DPR mengapresiasi capaian kinerja KPK, yang tidak hanya menguatkan peran penindakan saja, tapi juga gencar melakukan upaya edukasi dan kampanye antikorupsi kepada Masyarakat, serta perbaikan tata kelola sistem dengan berkolaborasi dan bersinergi bersama kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah.
“Kami apresiasi berbagai program pencegahan yang diinisasi KPK untuk perbaikan sistem maupun pendidikan antikorupsi. Pencegahan dan Penindakan berjalan beriring dengan kecepatan yang sama,” kata Johan Budi Komisi III DPR RI.
Lebih lanjut, Johan mengatakan, kolaborasi KPK dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pemberantasan korupsi selaras dengan semangat bahwa korupsi adalah musuh bersama, maka pemberantasannya pun harus melibatkan semua pihak.
“Atas berbagai hasil kinerja tersebut, kami berkomitmen untuk tidak berpuas diri. KPK akan terus berupaya meningkatkan PNBP dan asset recovery dari berbagai sektor yang ditangani,” tutup Firli.
Dibentuk berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2002, KPK merupakan lembaga negara independen dalam rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. KPK tidak hanya dibentuk untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), namun juga sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga lainnya berjalan lebih efektif dan efisien. Red/Ben