Putraindonews.com – Gaza | Kurangnya pasokan listrik ditambah banyak keterbatasan di Rumah sakit Gaza utara pada Minggu (12/11) mengakibatkan tiga bayi yang lahir prematur meninggal dunia.
RS Al Shifa dan rumah sakit lain di Gaza utara, wilayah yang digempur habis-habisan oleh militer Israel, hampir tidak mampu merawat pasien, kata petugas medis.
Setiap hari, jumlah korban tewas dan terluka akibat serangan Israel kian bertambah, tetapi tempat untuk merawat mereka semakin sedikit.
Di RS Al Shifa, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf Al-Qidra, mengatakan serangan Israel “meneror petugas medis dan warga sipil”.
Juru bicara militer Israel, Laksamana Madya Daniel Hagari, mengatakan militer Israel akan membantu evakuasi bayi dari rumah sakit tersebut atas permintaan staf di sana.
Namun, Al-Qidra mengatakan dari 45 bayi yang dirawat, tiga di antaranya sudah meninggal dunia dan mereka tidak diberi tahu oleh militer Israel bagaimana membawa bayi-bayi itu ke tempat yang aman.
Seorang ahli bedah plastik di Al Shifa mengatakan akibat pengeboman terhadap ruang inkubator, bayi-bayi prematur terpaksa dirawat di ranjang biasa dengan sedikit daya yang tersedia untuk mengubah AC menjadi pemanas.
“Kami tahu ini sangat berisiko,” kata dr Ahmed El Mokhallalati kepada Reuters. “Kami menduga akan kehilangan bayi lebih banyak lagi setiap hari.”
Di RS Indonesia di Beit Lahiya, Gaza utara, bayi laki-laki bernama Mosab Subeih telah dilarikan ke sana setelah rumah keluarganya terkena hantaman roket Israel.
“Dia terluka langsung di kepala dan mengalami pendarahan, dan kami tidak punya operasi,” kata petugas medis yang merawatnya dengan resusitator manual karena listrik padam.
Palang Merah Palestina bulan lalu mengatakan staf medis di RS terbesar kedua di Gaza utara, Al-Quds, kesulitan merawat pasien karena sedikitnya obat-obatan, makanan, dan air.
“Rumah sakit Al Quds terisolasi dari dunia dalam 6-7 hari terakhir. Tak ada jalan masuk, tak ada jalan keluar,” kata Tommaso Della Longa, juru bicara Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Red/HS