Putraindonews.com – Jakarta | Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk menciptakan petani muda di Indonesia.
Kerja sama itu dilakukan melalui Kantor Staf Presiden (KSP) dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan program Technical Cooperation Programmes (TCP) yang ditandatangani di KSP, Jakarta, Senin 15 Januari.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (17/1/24). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan regenerasi petani menjadi salah satu permasalahan dunia, sehingga ada kegelisahan yang dihadapi berbagai negara soal regenerasi petani.
“Apalagi di saat ini terjadi kondisi yang bertentangan, di mana satu sisi pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat, namun pada sisi yang lain kondisi pertanian atau tanahnya menurun. Bahkan, teridentifikasi petani dihuni oleh orang-orang tua dengan alat-alat seadanya,” kata Amran.
Amran menyebut pertanian merupakan sektor strategis penyedia pangan yang saat ini menghadapi krisis ketersediaan petani.
Jumlah rumah tangga petani dalam 10 tahun terakhir, yakni periode 2003-2013, telah berkurang sebanyak 5 juta orang dan sebanyak 61 persen petani Indonesia berusia di atas 45 tahun.
Dia menilai kecilnya ketertarikan generasi muda untuk terjun di sektor pertanian ialah karena mereka menganggap profesi sebagai petani tidak keren, kumuh, miskin, dan komunitas terpinggirkan.
Hal itu juga yang mendorong Kementan bergerak untuk menghapus citra tersebut.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan Kementan ingin mengenalkan teknik pertanian modern untuk menumbuhkan minat generasi muda terhadap sektor pertanian.
“Kami ingin memunculkan cara bertani modern, smart farming, kepada anak muda pelaku pertanian dan pemahaman pertanian yang semakin luas bagi anak muda,” kata Dedi.
Dia berharap program tersebut bisa menghapus citra petani yang dianggap tidak keren di kalangan anak muda.
“Harapannya, tidak ada lagi pandangan di kalangan anak muda bahwa bertani itu kotor, berlumpur, dan tidak menghasilkan. Kami berikan pemahaman bahwa bertani itu punya area yang sangat luas, mulai dari riset, budidaya, pascapanen, sampai dengan rantai supply dan demand dipenuhi,” ujar Dedi. Red/HS