***
Putraindonews.com – Jakarta | Direktur Indonesia Tax Care (Intac) Basuki Widodo menyebut ukuran kinerja kantor pajak dapat diukur dari target pencapaian penerimaan.
Basuki mengatakan, kebijakan pajak yang secara masif menyasar kepada masyarakat lapisan bawah tentu tidak sejalan dengan kondisi ekonomi yang dihadapi masyarakat saat ini.
“Kondisi inilah yang menjadikan kekuatan yang menginginkan tidak ada perubahan (status quo),” ungkap Basuki, Selasa (14/3).
Dia menambahkan, mengambil untung atas kondisi yang terbangun selama ini dan tidak suka bila diusik dan diungkap. Akhirnya, kata dia, menjadikan penyelesaian bermuara pada negosiasi, kompromi dan politis.
Dikatakan, kondisi Covid-19 yang belum pulih, harga yang terus naik, tingginya PHK, inflasi, resesi global dan lain-lain membuat petugas pajak putar otak.
Petugas pajak saat ini pun mulai menyasar ke pedagang kaki lima, tukang bakso, RM padang, toko kelontong dan sebagainya.
“Seharusnya pemerintah bisa memberikan kelonggaran pajak bagi masyarakat dan dunia usaha agar mereka bisa bertahan dan kembali sehat. Bukan sebaliknya menaikan target pajak,” tandasnya.
Menurutnya, kondisi ini juga membuka secara luas praktek-praktek korupsi. Dengan penyisiran lapangan, penyitaan asset dan penahanan wajib pajak, membuka peluang secara luas terjadi “tawar menawar”.
“Selama ini masyarakat juga belum merasakan dampak signifikan dari pajak. Yang dikatakan sebagai subsidi, kenyataan di lapangan menunjukan tidak ada yang gratis. Mulai dari parkir, beli pulsa, beli rumah, belanja di supermarket, makan di restoran, listrik, gas, BPJS, tol, bensin, busway, KRL sampai kuliah semua bayar,” ujar dia. Red/HS
***