Putraindonews.com – Manokwari | Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Papua Barat terus lakukan edukasi terhadap kelompok masyarakat adat pada tujuh kabupaten di provinsi setempat guna mencegah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Hak Khusus Anak DP3A Papua Barat Muryani mengatakan bahwa peningkatan pemahaman masyarakat adat menjadi hal terpenting untuk meminimalisasi perilaku kekerasan yang kerap menimpa perempuan dan anak.
Disebutkan bahwa jumlah kasus kekerasan perempuan yang telah ditangani selama 2022 sebanyak 103 kasus, sedangkan kasus kekerasan anak tercatat 92 kasus.
“Jumlah kasus setiap tahun fluktuatif. Makanya, kami gencarkan sosialisasi dan edukasi ke kelompok masyarakat adat,” katanya, Sabtu (9/9).
Muryani mengutarakan bahwa pengaruh budaya patriarki di Tanah Papua masih kuat karena menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sistem tersebut, menurut dia, mengakibatkan laki-laki kerap bertindak semena-mena terhadap kaum perempuan dan anak. Hal itu tercermin dari mayoritas korban kekerasan perempuan dewasa adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Sebanyak 59,82 persen dari total kasus KDRT menimpa perempuan dan anak. Pengaruh budaya patriarki masih sangat kuat,” ujar dia.
Saat ini, kata dia, DP3A provinsi telah membentuk Tim Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di enam kabupaten, yaitu Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.
Tim tersebut bermaksud mengoptimalkan gerakan pencegahan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui peran edukasi dan sosialisasi ke semua elemen masyarakat di Papua Barat.
“Tim PATBM sudah kami bentuk di enam kabupaten, tersisa Kabupaten Pegunungan Arfak yang belum. Dalam waktu dekat segera dibentuk,” tutur Muryani. Red/RP