FX Rudy Gunawan, Papua dan Jurnalisme Sipil

Oleh: Rusdin Tompo

Putraindonews.com – “Sudah tiba meki, Pak?”
“Belum, saya masih di Makassar.”
“Astaga, coba kita lihat lagi tiket ta. Berangkat ta itu pukul 2 dini hari.”
“Mohon maaf, Bu. Saya kira 2 siang.”

Itu percakapan saya dengan Ita Ibnu, staf SOfEI (Support Office fo Eastern Indonesia), sebuah proyek multi donor yang diadministrasi oleh Bank Dunia. Pada tahun 2004, Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) didirikan sebagai bagian dari unit pertukaran pengetahuan SOfEI. Tahun 2009, Yayasan BaKTI resmi didirikan guna memperkuat kepemilikan lokal dan fungsi keberlanjutan. Pada awalnya, BaKTI dibuat bank pengetahuan dan sumber informasi publik untuk pembangunan di KTI.

Obrolan saya dan Ita Ibnu melalui telepon genggam tersebut, terjadi tahun 2007. Pagi itu, dia mau mengkonfirmasi, apakah saya sudah tiba di Jayapura. Jika melihat lama penerbangan Makassar-Jayapura, 3 jam 40 menit, mestinya saya sudah mendarat di bandara Sentani, bahkan sudah tiba di Hotel Relat Indah, Jayapura, yang jadi lokasi kegiatan. Karena jarak bandara ke pusat kota Jayapura hanya 40 km.

Saya kemudian mengambil selembar kertas yang masih tersimpan baik dalam amplop dan melihat jadwal penerbangan Makassar-Jayapura dengan pesawat Garuda. Di situ tercetak, nama saya, tujuan keberangkatan dan jadwal keberangkatan dengan jelas. Saya salah kira.

Beruntung Ita Ibnu sangat baik. Dia seperti tahu, penyesalan dan rasa bersalah saya. Dia menyampaikan bahwa persoalan tiket bisa dibeli lagi, dicarikan gantinya. Namun, masalahnya adalah karena standar penerbangan mereka kalau ke Jayapura mesti dengan pesawat Garuda. Sementara penerbangan untuk besok tidak ada. Saya menyampaikan, tidak apa. Itu akibat saya yang kurang teliti.

Akhirnya, saya dibelikan tiket baru oleh Ita Ibnu. Saya mengucapkan terima kasih atas solusi yang diberikan. Ita Ibnu merupakan salah satu sosok di balik penyelenggaraan Makassar International Writers Festival (MIWF) bersama Lily Yulianti Farid, Riri Reza dan penyair M Aan Mansyur. Festival untuk kalangan penulis ini dilaksanakan sejak tahun 2011 oleh Rumahta’ Artspace.

Dengan tiket baru itu, saya terbang ke Jayapura. Tiba di Bandara Sentani, saya dijemput mobil panitia. Rupanya, saya tak sendiri. Ada FX Rudy Gunawan. Kami ternyata satu penerbangan. Dia naik dari Jakarta, sedangkan sayw naik dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. FX Rudy Gunawan ini, adalah teman yang nanti sama-sama jadi fasilitator Pelatihan Jurnalisme Sipil untuk Kalangan NGO dan Jurnalis di Jayapura, 30 Oktober-2 November 2007.

BACA JUGA :   Dokter Reisa: Mari Kita Kompak, Bersama-sama Kita Pasti Bisa Lawan COVID-19

Tentu saja saya senang, bertemu dengan seorang penulis cerita pendek, esai, novel dan artikel jurnalistik ini. Bukan saja karena bisa berada satu mobil dengan dia dan ngobrol di sepanjang perjalanan tapi dalam beberapa hari kami akan jadi mitra. Kesempatan baik ini, saya akan gunakan untuk belajar dari penulis buku “Mendobrak Tabu: Seks, Kebudayaan, dan Kebejatan Manusia” tersebut. FX Rudy Gunawan kaya pengalaman di dunia media, salah satunya sebagai pengelola Radio Voice of Human Right.

Pelatihan Jurnalisme Sipil ini hendak menguatkan kolaborasi dan sinergitas antara kerja-kerja para aktivis Non-Governmental Organization (NGO) dengan fungsi kontrol sosial yang dimainkan media massa. Mereka yang bekerja sebagai organisasi non-pemerintah, dalam membangun kesadaran kritis warga dan pemberdayaan, perlu didukung oleh liputan dan publikasi yang juga berpihak pada kepentingan masyarakat melalui jurnalisme advokasi.

Menariknya, selama pelatihan, banyak sekali pertukaran ide dan gagasan, demi penguatan kapasitas bersama. Bukan cuma itu, pelatihan menjadi sangat hidup, karena para peserta juga tak henti melontarkan mob-mob sebagai selingan di sela-sela diskusi atau ice breking. Lontaran mob yang gurih dan segar merupakan kearifan lokal masyarakat Papua.

Mob adalah cerita-cerita lucu, yang biasanya disampaikan secara bergantian saat orang Papua lagi nongkrong. Ini jadi semacam medium pelepas lelah. Jadi setiap kali ada yang melontarkan mob, akan dibalas oleh mob dari kawan lain. Isi cerita dari mob-mob tersebut, sangat beragam, seputar kehidupan masyarakat Papua. Kontan saja tawa kami pecah setiap selesai satu mob diceritakan.

Waktu luang pelatihan, saya manfaatkan dengan melakukan napak tilas ke APO Kali, tempat di mana kami pernah tinggal, di awal tahun 70an. APO (kami mengejanya: a-pe-o), kepanjangan dari Army Post Office, merupakan kawasan perkantoran dan militer pada zaman penjajahan. Saya ingin melihat lagi, apakah masih ada cerobong tempat pembakaran uang bekas, dan lapangan tenis di situ. Saat kami di Irian Jaya (Papua), Brigjen TNI (Purn) Acub Zaenal merupakan Pangdam XVII/Cenderawasih (periode 1970-1973). Beliau nanti menjadi Gubernur Irian Jaya, tahun 1973-1975.

BACA JUGA :   11 KATEGORI UMKM, Dalam Anugerah Bangga Buatan Indonesia 2020

Dahulu, saat kami tinggal di sini, masih bisa dijumpai anak-anak bule. Di APO Kali ini ada air terjun dan sungai dengan batu-batu gunung yang besar. Kami biasa mencari ikan gabus dan memanah udang air tawar di sela-sela batu. Kawasan hutan lindung, kawasan resapan air dan DAS ini, terletak di Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura.

Ada ungkapan terkenal di masa itu untuk warga asal Sulawesi Selatan yang tinggal di APO Kali. Biasanya, ada yang melontarkan pertanyaan dalam bahasa Makassar: lakekomae? (kamu mau ke mana). Langsung ada yang menjawab: lamae ka ri APO (artinya: saya mau pergi ke APO). Bapak saya, kala itu, berdagang di Pasar Hamadi, sedangkan Mama punya warung makan di pasar yang tak jauh dari Pantai Hamadi teraebut.

Selama Pelatihan Jurnaliame Sipil, peserta melakukan kunjungan ke LPP RRI di Skyline-Entrop, juga wisata ke Danau Sentani, tepatnya ke Pulau Ase. Ada 21 pulau-pulau kecil di danau ini yang merupakan danau terluas di Papua. Saya tidak ikut menyeberang ke pulau dengan menggunakan perahu. Saya lebih memilih melihat-lihat indahnya danau dan menyaksikan burung-burung belibis terbang dalam formasi yang menarik di sore itu.

Kegiatan di Papua ini tidak bisa saya lupakan. Bukan saja karena ada kisah ‘gagal berangkat’ dan bertemu beberapa kawan baru, seperti FX Rudy Gunawan dan Victor Mambor, jurnalis senior dari Jubi. Namun karena honor dari pelatihan itu saya gunakan untuk menambah DP (down payment) kreditan rumah yang sekarang kami tempati di Kompleks Anggrek, Minasa Upa.

Penulis adalah Koordinator Satupena Provinsi Sulawesi Selatan

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!