Gelar Seminar Nasional, Magister KPI dan Harian Kompas Cerita Liputan Perang di Ukraina

***

Putraindonews.com – Jakarta | Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berkolaborasi dengan Harian Kompas selenggarakan Seminar Nasional bertajuk Wartawan Kompas Berbagi Cerita Liputan Perang di Ukraina, Jumat (7/10/2022) betempat di Ruang Teater Prof. Aqib Suminto FDIK UIN Jakarta.

Hadir sebagai narasumber seperti Peliput Perang Ukraina-Rusia Kris Mada, Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo, serta Dosen Penanggap Dr. Deden Mauli Darajat, M.Sc. dan Muhammad Fanshoby, M.Sos.

Dalam sambutannya Wakil Dekan Bidang Kemahasiswa FDIK Cecep Castrawidjaya mengemukakan, kegiatan ini menarik karena up to date dengan kondisi sekarang yaitu perang Ukraina-Rusia. Ia berharap kegiatan ini dapat menambah informasi yang seluas-luasnya terutama terkait aktivitas peliputan jurnalis yang ada di daerah konflik.

“Apalagi di medan perang. Kita perlu tahu apa saja persiapan seorang jurnalis agar hal-hal yang tidak kita inginkan tidak terjadi,” kata Cecep.

BACA JUGA :   Vaksinasi Serentak Indonesia, Kapolri ; Agar Laju Pengendalian Covid-19 saat Nataru Bisa Dijaga

Senada dengan itu, Ketua Prodi Magister KPI Tantan Hermansah menyampaikan, kegiatan ini untuk menambah wawasan mahasiswa bagaimana kondisi riil yang ada di Ukraina.

Kemudian, Jurnalis Harian Kompas Peliput Perang Ukraina-Rusia Kris Mada mengubgkapkan, dalam meliput perang manusia adalah hal yang utama. Karena perang selalu menghancurkan. Sedangkan korban utama adalah manusia dan penunjang hidupnya.

“Fokus mempertanyakan, apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan? Hindari pertanyaan yang menimbulkan trauma pada korban mau pun peliput. Prajurit, perwira, milisi, petani, semua manusia. Interaksi dengan mereka sebagai manusia,” ucapnya.

Menurut Deden skenario terburuk dalam meliput daerah konflik salah satunya adalah kehilangan nyawa. Seperti Sory Ersa Siregar jurnalis RCTI yang tewas dalam meliput konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 29 Desember 2003.

BACA JUGA :   Antisipasi Covid-19, RSUDAM Lampung Siapkan 70 Unit Tempat Tidur

“Selain nyawa, dalam meliput Perang Irak pada tahun 2005, seorang jurnalis Meutia Hafid pernah menjadi tawanan. Itu menjadikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan. Artinya, taruhan dalam meliput daerah konflik atau perang bukan main-main,” ujar Deden.

Dalam kesempatan yang sama Dosen UIN Jakarta yang satu ini Muhammad Fanshoby mengemukakan, bahwa dalam meliput daerah konflik atau perang dapat menggunakan pendekatan jurnalisme damai. Sebuah pendekatan dengan menjadikan konflik yang terjadi bukan sebagai persoalan “menang-kalah” dan “ditundukkan-menundukkan”.

“Menempatkan mereka yang berperang sebagai manusia yang menjadi korban dan sama-sama mengalami kerugian. Jurnalisme damai melihat perang atau pertikaian bersenjata sebagai sebuah masalah, sebagai ironi kemanusiaan yang tidak seharusnya terjadi,” pungkasnya. Red/HS

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!