Putraindonews.com – Jakarta | Pembedah buku HMI Change, Dr. Sidratahta Mukhtar mengaku kagum terhadap buah pemikiran M. Jusrianto. Menurutnya, karya tersebut memiliki kedalaman kajian yang begitu kuat.
“Menurut saya, kedalaman analisis, teori dan perspektif buku HMI Change ini secara pribadi sangat luar biasa dan saya sangat setuju. Karena terus terang, teori-teori yang digunakan dalam buku ini sangat kontekstual dengan apa yang menjadi subject matter (duduk analisis perkara) dari tema besar yang diangkat (HMI Change). Sekali lagi, ini karya paling penting yang wajib dibaca,” ujar akademisi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta itu di sela bedah buku “HMI Change” yang berlangsung di Aming Coffee, Sudimoro, Pontianak, Selasa (28/11/23).
Ia menuturkan bahwa apa yang ditawarkan penulis yang juga saat ini menjadi kandidat Ketum PB HMI periode 2023-2025, merupakan sebuah modal kuat yang patut dijadikan pertimbangan seluruh kader HMI.
“Modal seorang pemimpin itu kan punya khasanah pemikiran yang cukup untuk mewarisi suatu estafet kepemimpinan. Dan menurut saya, etos intelektual dan visi pembaharuan pemikiran seorang pemimpin itu sangat dibutuhkan bagi sebuah organisasi sebesar HMI ini,” tandasnya.
Sementara itu, panelis bedah buku lainnya, Dr. Syarifah Ema R. menilai HMI Change merupakan sebuah karya besar penulis yang dipersembahkan tidak hanya untuk para anggota HMI, tapi juga seluruh anak bangsa yang peduli terhadap masa depan Indonesia.
“Apa yang ditulis Jusrianto dalam buku ini adalah tentang politik literasi dan politik kemanusiaan. Sebab, HMI mengenalkan bahwa rekonstruski politik di Indonesia harus dilakukan secara berkelanjutan,” ucapnya.
Kendati dirinya memuji gagasan politik nilai yang begitu kental tertuang dalam karya HMI Change, ia tetap berharap agar harus diimbangi secara moral praktis.
Terakhir, kandidat Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) M. Jusrianto menawarkan ide “HMI Change” pada Kongres HMI XXXII yang digelar di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), pada 24-29 November 2023.
Dalam pernyataannya, kader Hijau-Hitam asal Cabang Malang, Jawa Timur itu mengatakan bahwa HMI Change merupakan ide yang telah lama ia gagas setelah melihat kondisi HMI dalam beberapa dekade terakhir, utamanya pasca era Nurcholish Madjid alias Cak Nur.
“Bagi yang pernah ber-‘HMI’ atau sekurang-kurangnya pernah mengenal HMI, pasti menyadari betapa perjalanan organisasi ini mengalami sebuah dinamika cukup dahsyat sepanjang sejarahnya. Kendati begitu, sebuah perbedaan besar terjadi antara HMI di era sebelum dan sesudah Cak Nur,” kata Jusrianto.
Alumnus mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, lebih lanjut menjelaskan, salah satu perbedaan paling mencolok dari dua era berbeda tersebut yakni soal pengembangan pemikiran ke-HMI-an.
“Di era Cak Nur, sekitar tahun 60-an hingga 70-an, HMI tampil sebagai organisasi mahasiswa (ekstra kampus) paling menonjol dari segi diskursus dan produksi pemikiran. Banyak tokoh-tokoh kaliber HMI muncul di masa ini. Semangat diskursus gagasan inilah yang menjadikan HMI di masa itu benar-benar diperhitungkan oleh banyak pihak. Sayangnya, tradisi ini belakangan mulai melemah, bahkan nyaris menghilang,” papar pria kelahiran Enrekang, Sulawesi Selatan itu.
Menteri Politik dan Keamanan Asian African Youth Government (AAYG) itu menambahkan, bukti kemunduran intelektualisme di HMI ini sekarang cukup mudah disaksikan, mulai dari minimnya karya-karya besar yang mampu diretaskan kader-kader insan cita, berkurangnya budaya pengembangan pemikiran ke-HMI-an hingga mentradisinya adu jotos di arena kongres.
“Khusus yang terakhir (adu fisik-red), adu fisik di arena kongres ini tentu sangat memprihatinkan bagi organisasi. Mengapa, sebab himpunan ini dibangun dengan semangat dialektika gagasan. Coba cek sejarah dan tujuan berdirinya HMI. Jelas sekali bahwa komitmen intelektual menjadi perisai dan nyawa organisasi. Tanpa itu, HMI ini tidak punya eksistensi yang membanggakan, baik itu bagi umat maupun bangsa,” ujarnya.
Berangkat dari keresahan atas kondisi dekadensi intelektual di internal HMI, ditambah kekurangsiapan organisasi menyambut era baru disrupsi (teknologi) inilah, kata dia, menjadi titik tolak lahirnya ide ‘HMI Change’ yang juga menjadi sumbangan terpentingnya untuk kemajuan HMI ke depan.
“Sebagai sebuah gagasan baru dan original tentang HMI, saya cukup optimis, HMI Change tidak sekadar sebuah gambaran sistuasional tentang kondisi HMI sejak lima dasawarsa terakhir. Lebih dari itu, HMI Change merupakan sebuah karya penting dari saya dalam menawarkan sebuah peta jalan tentang apa yang mesti dilakukan HMI akan datang sesuai harapan dan cita-cita organisasi di era penuh tantangan dan kedinamisan ini,” pungkasnya. Red/HS