Ketentuan Nilai Ekonomi Karbon Kembali Diusulkan

Putraindonews.com – Jakarta | Pemerintah kembali menginisiasi usulan baru terkait ketentuan nilai ekonomi karbon masuk dalam daftar inventaris masalah (DIM) pada Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa mengatakan usulan baru tersebut akan makin meyakinkan kepercayaan para investor energi bersih.

“Mengenai (mekanisme) perdagangan karbon pada Pasal 7B yang tadinya tidak ada dalam DIM sebagai usulan baru dari pemerintah,” kata Arifin saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin (20/11/23).

Arifin menjabarkan apabila beleid telah disepakati pemerintah dan legislatif, maka badan usaha dapat memperoleh insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada kegiatan pengusahaan energi baru dan energi terbarukan dan/atau kegiatan konservasi energi yang dilakukan oleh badan usaha.

BACA JUGA :   JELANG TAHUN BARU 2021, Ketua Satgas Minta Posko COVID-19 Kembali Diaktifkan

Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, sambungnya, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui perdagangan emisi, pengimbangan (offset) emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Kami ingin menambahkan kata mekanisme perdagangan karbon,” jelas Menteri ESDM.

Arifin juga menegaskan mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Ketentuan tersebut bakal berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan/atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi GRK, yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah.

“Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon,” sebut Menteri Arifin.

BACA JUGA :   Moeldoko Pastikan Kasus Penyerangan Syekh Ali Jaber Diusut Tuntas

Arifin menambahkan pengembangan EBET, yang masif di masa mendatang juga tengah meninjau penerapan konten lokal atau tingkat komponen kandungan dalam negeri (TKDN).

Kendati begitu, langkah itu perlu memperhitungkan ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga energi baru/energi terbarukan, yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan energi baru/energi terbarukan.

“Ini adalah tambahan kami (pemerintah), mungkin perlu pendalaman lebih lanjut untuk tercapainya kesepakatan,” ungkap Arifin.

Sesuai Pasal 24/39 DIM RUU EBET, badan usaha yang mengusahakan energi baru dan energi terbarukan diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

Produk dan potensi itu meliputi tenaga kerja Indonesia, teknologi dalam negeri, bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait energi baru/energi terbarukan. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!