Kota Solo, HARSIARNAS, dan Gesang

Oleh: Rusdin Tompo

Putraindonews.com – Tanggal 1 April, lebih dikenal sebagai April mop atau April Fools’ Day oleh kebanyakan dari kita. Biasanya, orang dibolehkan ‘berbohong’ sebagai kejutan kepada orang lain tanpa dianggap bersalah. Mirip prank, yang biasa dilakukan para konten kreator. Namun, bagi masyarakat penyiaran, 1 April diperingati sebagai Hari Penyiaran Nasional, disingkat HARSIARNAS.

Proses penetapan HARSIARNAS ini punya kaitan erat dengan Kota Solo. Sebuah proses partisipatif, bottom up, yang dilahirkan dalam forum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang dilaksanakan di Solo. Saat itu, pelaksanaan Rakornas KPI di Hotel Lor In, Karanganyar, selama tiga hari, mulai tanggal 12-14 Mei 2009.

Kala itu, Aswar Hasan, selaku Ketua KPID Sulawesi Selatan (periode 2004-2007 & 2007-2010), memimpin rombongan dari Sulawesi Selatan. Kami bertujuh lengkap dari Makassar: Aswar Hasan, Andi Taddampali, Judhariksawan, Anshar Akil, Tria Amelia, Muhammadiyah Yunus, dan saya. Agenda utama yang dibahas dalam Rakornas adalah batas waktu pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) dan aturan siaran kampanye pemilihan presiden (pilpres).

Forum yang dihadiri komisioner KPI Pusat dan 200an anggota KPI Daerah dari 27 provinsi itu, juga mengangkat topik penting soal sejarah penyiaran Tanah Air. Hari Wiryawan, dari KPID Jateng, penggagas HARSIARNAS, mengulas tahun-tahun penting penyiaran, di mulai dari Maret 1927. Di lokasi Rakornas diadakan pula pameran sejarah penyiaran, sehingga banyak display yang dipajang.

Pada display diceritakan, bahwa di tahun 1927, Sri Mangkunegoro VII dan Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Timur di Istana Mangkunegara Surakarta (Solo), mendengarkan siaran langsung radio berisi pidato Ratu Wilhelmina dari Kota Eindhoven, Belanda. Mereka yang mendengarkan radio saat itu terkesima.

BACA JUGA :   Hardiknas Belajar dari COVID-19 dan Strategi Kemendikbud Tegakkan KBM

Situasi berbeda terjadi pada 28 Desember 1936. Saat itu, giliran Ratu Wilhelmina bersama tamu undangan di Istana Noordiende Belanda, mendengarkan siaran radio langsung dari Solo untuk pertama kalinya. Siaran itu berupa pertunjukan gamelan Jawa yang mengiringi tari Serimpi yang dibawakan oleh Gusti Nurul, putri Sri Mangkunegoro VII.

Siaran live dari Solo ke Belanda bisa terjadi karena sebelumnya, pada 1 April 1933, sudah berdiri Solosche Radio Vereeniging (SRV). Sistem penyiaran milik bangsa Indonesia ini, dirintis oleh Sri Mangkunegoro VII. Nanti pada 28 Maret 1937, terbentuk organisasi bernama Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK).

Itulah alasan, mengapa tanggal 1 April disepakati sebagai HARSIARNAS. Sebab, pada 1 April 1933 sudah hadir stasiun radio, yang nanti jadi tonggak bagi peristiwa bersejarah lainnya, berupa live siaran secara internasional dari Solo ke Belanda. Pendirian SRV oleh kalangan nasionalis dianggap pula sebagai bentuk perlawanan budaya bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda. Setahun setelah Rakornas, atau tepat pada 1 April 2010, Deklarasi Hari Penyiaran Nasional (HARSIARNAS) dilakukan di Pendapa Gede Balaikota Solo, oleh Joko Widodo, yang saat itu masih menjadi Walikota Solo.

Saat Rakornas KPI 2009 di Solo, dua seniman legendaris Indonesia hadir, yakni Gesang, yang populer sebagai pencipta lagu “Bengawan Solo”, dan Waldjinah, yang kondang lewat lagu “Walang Kekek”. Melihat keduanya, Andi Taddampali, yang di Radio Mercurius FM punya nama udara Andi Mangara, berkomentar bahwa betapa bangganya sebuah kota yang punya tokoh ikonik sekelas Gesang dan Waldjinah. Pada momen itu, saya berfoto dengan Gesang, yang sudah sangat sepuh. Beliau menggenggam tangan saya saat seorang teman mengambil gambar kami dengan menggunakan kamera BlackBerry.

BACA JUGA :   WUJUDKAN SMART CITY, Pemkab Badung Gandeng Lintasarta 

Gesang merupakan salah satu saksi dan pelaku sejarah perkembangan penyiaran di Indonesia. Beliau pada tahun 1934, dalam usia masih sangat muda, mulai menggubah lagu-lagunya dan diperdengarkan melalui siaran SRV. Beliau bersama teman-temannya sebagai pemusik amatir, pada era itu, berlatih dengan peralatan sederhana dan mendapat kehormatan untuk bersiaran di SRV. Lagu “Bengawan Solo”, yang diciptakan tahun 1940, dipopulerkan kepada masyarakat juga melalui siaran SRV.

Selama di Solo, sayang rasanya kalau tidak pelesiran ke lokasi-lokasi wisatanya. Saya sempat ke Pasar Klewer membeli batik, ke Keraton Surakarta Hadiningrat, serta ke Pasar Triwindu melihat-lihat barang antik. Dari Solo kami naik kereta api ke Yogyakarta, nginap di losmen semalam, sebelum terbang kembali ke Makassar.

Selama saya jadi Ketua KPID Sulawesi Selatan, kami komisioner periode 2011-2014, bersama para pemangku kepentingan lainnya, selalu memperingati HARSIARNAS. Bentuk kegiatannya beragam, mulai dari penayangan iklan layanan masyarakat (ILM), talkshow, focus group discussion (FGD) dan beberapa kegiatan lain, sebagai kampanye publik dan untuk literasi media.

Penulis adalah Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!