JAKARTA – PUTRAINDONEWS.COM |Â Peristiwa Aksi 212 adalah sebuah sejarah yang sangat fenomenal yang melibatkan jutaan umat muslim di tanah air. Peristiwa tersebut berawal dari salah ucap yang dilontarkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi isu lokal kemudian berkembang menjdi isu nasional. Dari peristiwa itu memercikan bara api dan tercium bibit-bibit perpecahan yang berpotensi menyebabkan terjadinya disintegrasi bangsa.
Banyak yang khawatir peristiwa itu bisa menghancurkan negara Indonesia, apalagi pihak asing telah lama mengintai Indonesia dan bersiap-siap mencaplok negara kita. Sejumlah upaya dilakukan agar negara kita tetap bersatu dan tidak menjadi hancur lebur. Karena sesungguhnya banyak yang menginginkan Indonesia tetap satu dan utuh, tidak terpecah belah, tidak porak poranda. Masih banyak yang mencintai tanah air ini.
Adalah Sayyid Abdul Qadir Thoha Ba’aqil, seorang tokoh masyarakat yang dikenal sangat peduli dengan persatuan bangsa bergerak untuk mencari solusi dari rentetan peristiwa itu. Habib, demikian dia disapa, tak ingin negara luluh lantak. Apalagi, dia melihat negara asing sudah bersiap-siap memanfaatkan situasi dari kericuhan yang terjadi. Karena itulah Habib menelurkan gagasan, agar negara hadir di tengah-tengah rakyatnya. Negara dalam hal ini adalah pemimpin negara.
Muncul pemikiran dan gagasan dari seorang habib dan seorang tokoh masyarakat. Dalam gagasannya, untuk mencegah terjadinya kerusuhan maka perlunya negara hadir di tengah-tengah aksi akbar tersebut. Ide itu lalu tersambut baik oleh seorang kepala intelijen yang kemudian disalurkan melewati akses-aksesnya. Dan, menjelang shalat Jumat, Presiden Joko Widodo hadir di tengah massa dan mengikuti shalat Jumat. Selesai salat Jumat, Presiden memberikan sambutan singkat.
“Negara-negara yang maju, karena pemerintah selalu hadir di tengah rakyatnya, apapun sistemnya. Sedangkan Indonesia oleh founding father sudah diberikan landasan yaitu, Bhinneka Tunggal Ika. Apapun perbedaan di negara kita masih ada ruang, waktu dan tempat untuk mencari kesamaannya agar selalu bersatu dalam perbedaan,†kata Sayyid Abdul Qadir Thoha Ba’aqil dalam acara Lauching dan Bedah Buku 212 Undercover, Jumat (21/6/2019) di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta Pusat.
Gagasan tersebut kemudian diceritakan Habib dalam buku 212 Undercover. Habib juga memaparkan pandangannya tentang kedaulatan dan kebangsaan Indonesia. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan, Alhamdulillah apa yang saya sampaikan, bisa terlaksana dan semoga bisa bermanfaat,†kata Habib.
Bagi Habib, peristiwa Aksi 212 merupakan cermin dari kekuatan Indonesia. Saat jutaan umat Islam bersatu itu adalah kekuatan dahsyat yang selama ini tidak pernah diperhitungkan oleh negara asing. “Peristiwa itu memunculkan kesadaran bahwa kejadian seperti itu sangat luar biasa. Allah memberikan kepada tokoh-tokoh kita, baik dari pemerintah dan kita semua kekuatan yang besar. Artinya cukup bisa dibuktikan, bahwasanya seluruh rakyat Indonesia bisa dipersatukan. Aksi 212 ini juga patut diapresiasi tinggi, karena menunjukkan kematangan sikap dan keluhuran budi umat Islam Indonesia,†jelasnya.
Dalam acara lauching dan bedah buku tersebut, Habib didampingi Ustadz Tawfiqur Rahim, anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kalimantan Selatan yang juga menjadi Sekretaris MUI Kalimantan Selatan. Ustadz Tawfiqur merupakan tokoh yang menjembatani Habib dengan Kabinda Kalimantan Selatan Brigjen Hotman Sagala. Kolaborasi antara Habib dan Kabinda tertuang dalam cerita di buku ini.
Sementara itu, dua penulis buku Sri Wulandari dan Evieta Fadjar P. menjelaskan, buku ini merupakan perjalanan dari sebuah ideologi yang dimiliki Habib tentang sikapnya terhadap wawasan kebangsaan. Sebuah fakta yang terjadi di balik peristiwa 212. “ Dari Habib kami mengetahui banyak wawasan tentang kebangsaan dan kepeduliannya pada Pancasila, UUD Negara Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perlu dan sering digaungkan lagi demi keutuhan bangsa dan negara ini,†kata kedua penulis.
Kedua penulis berharap dengan kehadiran buku ini, sikap nasionalis bangsa kita yang mulai terkikis bisa bangkit kembali dan terwujud kembali persatuan dan kesatuan bangsa. (**)