Putraindonews.com – Tim Kajian Badan Pengembangan UMKM dan Koperasi Kadin Indonesia, yang diketuai Raden Tedy sekaligus Kepala Badan Pengembangan UMKM dan Koperasi Kadin Indonesia melakukan survey dan kajian atas kondisi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2023 dan dibandingkan dengan kondisinya pada tahun 2022.
Survey dan kajian dilakukan sejak 15 Desember 2023 sampai dengan 15 Pebruari 2024, dengan lebih dari 1.500 responden yang masuk, namun hanya 1.032 responden UMKM yang digunakan atas kevalidasian data yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dengan 1.032 responden pelaku UMKM terdiri dari 61% responden pelaku UMKM dari Jawa, Bali, Nusra, 77% wanita, 81,2% berstatus menikah, 13,9% Janda/ Duda dan 4,9% bujangan, 56,4% berpendidikan SMA kebawah, 75,6% memiliki anak lebih dari 2 orang.
Sementara, berdasarkan kelompok Uumur (populasi), Post Gen Z sebanyak 0,2%, disusul, Gen Z 1,38%, Milenial 21,15%, Gen X 34,68%, dan Baby Boomer 3.46%.
“Adapun hasilnya, penjualan responden pertahun: 67,8% di bawah Rp 50 juta per tahun, 29,3% penjualan antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 600 juta per tahun, 2,6% penjualan antara Rp 600 juta sampai dengan Rp 2 Milyar, dan 0,3% penjualan antara Rp 2 milyar sampai dengan Rp 15 milyar,” ungkap Tedy, Minggu (3/2/24).
Berikutnya, keuntungan bersih usaha responden per bulan 38,4% di bawah Rp 1 juta per bulan, 29,4% antara Rp 1 juta sampai dengan Rp 2 juta per bulan, 23,7% antara Rp 2 juta sampai dengan Rp 5 juta per bulan, 6,3 % antara Rp 5 juta sampai dengan Rp 10 juta, dan 2,2% diatas Rp 10 juta per bulan.
Penghasilan bersih pasangan (suami/ istri) responden pelaku UMKM per bulan adalah 14% tidak memiliki penghasilan, 11,2% dibawah Rp 1 juta per bulan, 22,5% antara Rp 1 juta sampai dengan Rp 2 juta per bulan, 34% antara Rp 2 juta sampai dengan Rp 5 juta per bulan, 13,5% antara Rp 5 juta sampai dengan Rp 10 juta per bulan,dan 4,7% diatas Rp 10 juta per bulan.
Tedy juga menambahkan bahwa dalam hal penjualan online, pelaku UMKM menggunakan, 25% belum berjualan online, 47,5% berjualan online hanya menggunakan media sosial (FB, WA, IG dll), dan 27,5% menggunakan ecommerse/ aplikasi (Shoopie, Tokopedia, Lazada, dll).
Lanjutnya, untuk kendala masuk dunia digital meliputi, 13,2% tidak memiliki sarana Digital (HP, Android, PC, Laptop dll), 14% karena gangguan Signal, 8,7% terkendala kuota Internet, dan 64% tidak paham dunia digital.
Terkait lokasi usaha, sekitar 85% usaha dari rumah dimana (60,6% rumah sendiri, dan 25,4% rumah sewa), 11,3% di Kios, Ruko, Pasar dan 3,7% berpindah – pindah.
Untuk penjualan (omzet) tahun 2023 dibandingkan tahun 2022, sebanyak 26,6% sama saja, 18,2% meningkat sampai dengan 10%, 23,6% meningkat antara 10% sampai dengan 25%, 7% meningkat antara 25% sampai dengan 50%, 2,7% meningkat diatas 50%, 8,1% turun sampai dengan 10%, 5,8% turun antara 10% sampai dengan 25%, 4,7% turun antara 25% sampai dengan 50% dan 3,3% turun diatas 50%.
Secara umum 21,9% penjualan UMKM menurun ditahun 2023, dominan sektor makanan/ minuman, yang diproduksi dan dijual sendiri oleh pelaku UMKM.
Tidak hanya itu, untuk area penjualan UMKM, 7,4% sebatas RT (Rukun Tetangga), 17% sebatas Kecamatan, 35,5% sebatas Kota/ Kabupaten, 15,7% sebatas Provinsi, 20% antar Propinsi, 4,1% antar Propinsi dan Ekspor, dan 0,3% Ekspor saja.
Tedy juga mengatakan bahwa setelah dilakukan kajian dan analisasi didapat 8,99% pelaku UMKM masuk dalam garis Kemiskinan.
“Ada 2,17% pelaku UMKM wanita, yang tidak terlalu serius didalam menjalankan usahanya, dikarenakan pendapatan pasangannya (suami) sudah cukup tinggi,” ujarnya.
Dari survei ini, diharapkan menjadi salah satu acuan pertimbangan data didalam strategi pembinaan dan pengembangan UMKM dimasa yang akan datang, di mana yang menjadi pertimbangan utama.
“Adapun yang bisa kita simpulkan adalah 85% usaha UMKM dilakukan dari rumah, yang tentu hal ini akan berdampak pada perijinan (zona hijau), lingkungan usaha, sistem cluster, pemanfaatan ruang publik, dan lain – lain. Lalu, 8,99% UMKM masuk garis Kemiskinan, akan menjadi fokus pengentasan kemiskian bahkan kemiskinan ekstrim pelaku UMKM, dan menjadi target utama di dalam menerima berbagai bantuan,” katanya.
Selain itu, sekitar 64% UMKM tidak memiliki kompetensi Dunia digital, sementara target pemerintah tahun 2024 akan ada 40 juta UMKM masuk dunia digital, maka perlu dilakukan banyak pembinaan dunia digital, selain juga pemenuhan sarana dan prasana penunjang seperti PC, Laptop, Adroid, Internet dan lain – lain.
Selanjutnya, 67,8% UMKM dengan penjualan dibawah Rp 50 juta pertahun. Akan menjadi fokus agar dapat meningkatkan penjualannya dengan berbagai strategi, baik produksi, pemasaran, permodalan dan lain – lain. 84,1% UMKM memproduksi, meng-administrasi dan memasarkan sendiri produknya, yang sangat mempengaruhi pengembangan UMKM, yang tidak memiliki waktu dalam peningkatkan kompetensi, serta lemah dalam banyak hal.
“Dan 60,8% UMKM area pemasarannya sebatar Kota/ kabupaten, meskipun produknya bisa area propinsi, antar propinsi (nasional) bahkan eskpor. Akan menjadi prioritas pengembangan jaringan pasar,” ujar Tedy. Red/HS