Tegas, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Tolak Perkawinan Beda Agama

***

Putraindonews.com – Jakarta | Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan keabsahan perkawinan merupakan domain agama melalui lembaga atau organisasi keagamaan yang berwenang atau memiliki otoritas memberikan penafsiran keagamaan.

Peran negara kata dia, dalam hal ini menindaklanjuti hasil penafsiran yang diberikan oleh lembaga atau organisasi tersebut.

Adapun mengenai pelaksanaan pencatatan perkawinan oleh institusi negara adalah dalam rangka memberikan kepastian dan ketertiban administrasi kependudukan sesuai dengan semangat Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Hal tersebut disampaikan Enny saat membacakan pertimbangan hukum MK dalam Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022, perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).

BACA JUGA :   Kedeputian Kemaritiman Setkab Gelar Sosialisasi Perpres Nomor 9 Tahun 2019 di Padang

Permohonan diajukan oleh E. Ramos Petege yang merupakan seorang pemeluk agama Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam.

Sidang pengucapan putusan digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (31/1/2023). Dalam amar putusan, MK menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman yang membacakan Amar Putusan dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya di Ruang Sidang MK.

BACA JUGA :   Bisnis Listrik Berwawasan Lingkungan, PLN UPDK Bukittinggi Gelar Workshop Awareness PROPER Hijau

MK dalam pertimbangan hukumnya juga menyatakan, dalam perkawinan terdapat kepentingan dan tanggung jawab agama dan negara saling berkait erat.

“Maka melalui Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, MK telah memberikan landasan konstitusionalitas relasi agama dan negara dalam hukum perkawinan bahwa agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan negara menetapkan keabsahan administratif perkawinan dalam koridor hukum,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Red/HS

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!