***
Putraindonews.com – Jakarta | Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajaran Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri untuk tidak lagi melakukan penilangan secara manual, dimana petugas polantas berhadapan langsung dengan masyarakat pelanggaran aturan lalu lintas.
Larangan itu sudah tepat dan saatnya para Kapolda membuktikan program Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau Penegakan Peraturan Lalu Lintas secara elektronik di wilayah kerja sudah berjalan baik dan konsisten. Selanjutnya instruksi larangan melalukan tilang secara manual tersebut dimuat dalam surat telegram Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022, pada tanggal 18 Oktober 2022, yang ditandatangani oleh Kakorlantas Polri Irjen Firman Shantyabudi atas nama Kapolri.
Dalam salah satu isi telegram itu mengatur agar jajaran Korlantas memaksimalkan penindakan melalui tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) baik statis maupun Mobile, ujar Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan Selasa 25/10.
Adapun, penegakan aturan lalu lintas secara elektronik atau ETLE ini sudah jelas disampaikan oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo setelah dilantik menjadi Kapolri 27 Januari 2021, terangnya.
Tigor juga menuturkan bahwa saat itu Kapolri mengatakan akan membangun sistem penegakan aturan lalu lintas secara elektronik atau ETLE di seluruh jajaran kepolisian RI. Perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung disambut oleh para Kapolda ketika itu.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu hingga saat ini ternyata masih banyak terjadi penilangan secara manual dilakukan oleh jajaran kepolisian RI dan itu terus merusak citra polisi RI.
Penilangan secara elektronik salah satu tujuannya adalah untuk menghilangkan kesempatan petugas polisi bertemu langsung dengan masyarakat yang melanggar aturan lalu lintas. Disinyalir pertemuan langsung dalam tilang manual memberi kesempatan terjadinya tawar menawar pembayaran sanksi tilang secara liar dan melanggar dengan “berdamai’ atau “86, saling pengertian” antar si pelanggar dengan petugas polisi lalu lintas (polantas), ungkap Tigor.
“Kesepakatan 86 itu dilakukan dengan membayar pungutan liar (pungli) sejumlah uang oleh si pelanggar kepada petugas polantas”.
Tindakan liar, berdamai ini adalah akibat dari tilang secara manual uang memberi pelanggaran selanjutnya oleh masyarakat dengan petugas polantas dan tindakan ini merusak citra kepolisian secara menyeluruh sebagai petugas kepolsian.
Ketika awal tahun 2022 lalu pun saya sudah protes pada Dirlantas Polda Metro Jaya saat itu. Protes saya saat itu adalah masih ada pos polisi dan banyak petugas polantas yang melakukan penilangan manual di sepanjang jalan Thamrin Jakarta Pusat dan jalan Sudirman Jakarta Selatan.
Padahal dirlantas Polda Metro Jaya ketika itu mengklaim bahwa di jalan Thamrin dan Sudirman sudah dipasang kamera CCTV untuk penindakan secara elektronik atau ETLE. Menurut saya ketika itu ETLE di Jakarta tidak dijalankan secara benar dan tidak konsisten, sementara Kapolri sudah memerintahkan sejak Januari 2021 agar ETLE dijalankan oleh kepolisian.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 18 Oktober 2022 kembali memerintahkan agar petugas polantas tidak melakukan tilang manual itu artinya perintah penegakan secara elektronik atau ETLE tidak benar dijalankan oleh jajaran kepolisian.
“Kapolri perlu membentuk sistem pengawasan dan evaluasi pelaksanaan penegakan aturan lalu lintas secara elektronik atau ETLE agar dijalankan secara benar serta konsisten”.
Semoga saja perintah Kapolri ini dijalankan secara baik dan konsisten oleh seluruh jajaran kepolisian RI agar membantu menyelesaikan masalah penegakan aturan lalu lintas untuk membangun keselamatan berlaku lintas dan membangun kembali citra kepolisian RI. Semoga. Red/HS
***