Warning !!!, Pengamat Beberkan Peluang dan Tantangan Investasi Migas di Indonesia

***

Putraindonews.com – Jakarta | Pasang surut perekonomian di Indonesia membawa implikasi terhadap iklim investasi khususnya di sektor minyak bumi dan gas (migas).

Kali ini, pengamat ekonomi yang juga Dosen Ekonomi Energi Universitas Paramadina, A. Rinto Pudyantoro mencoba meramalkan peluang dan tantangan investasi Migas di Indonesia.

Dalam tulisannya berjudul “Investasi Hulu Migas dan Outlook 2023” yang dimuat di Katadata.co.id (27/1/2023), menyebut potensi investasi di sektor hulu migas cukup menjajikan.

Ini terutama setelah Intelligence Energy merilis estimasi belanja modal perusahaan minyak pada 2023, khususnya untuk hulu migas yang diperkirakan mencapai US$ 485 miliar.

Menurut Rinto, gairah investasi ini salah satunya dipicu oleh pelonggaran kebijakan perpajakan di beberapa negara Eropa, terutama Inggris.

Sementara perang Rusia-Ukraina masih akan berlangsung tahun ini. Kalaupun terjadi perjanjian genjatan senjata di pertengahan tahun, dampak sampai akhir tahun tetap akan terasa. Pasar minyak bumi dan gas bumi diperkirakan tetap bergejolak.

BACA JUGA :   Hadirkan 4 Pakar Media, IMO-Indonesia Sukses Kolaborasikan Acara HUT dan Seminar Nasional

Rinto menyebut, kejutan dua peristiwa itu sedikit menekan harga minyak dunia. Hingga akhir tahun harganya masih berada di atas US$ 70 per barrel.

“Bagi Indonesia, tentu ini menjadi sebuah peluang. Dengan optimisme dan logika bisnis, wajar bila SKK Migas mematok target investasi pada 2023 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” ujarnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa seperti mata uang yang memiliki dua sisi, di dalam peluang terkandung tantangan.

Artinya, kesempatan itu bila diambil menjadi sebuah tantangan untuk mewujudkannya. Para pakar ekonomi memprediksi di pertengahan tahuni ini akan terjadi resisi ekonomi global.

“Output aggregate menurun yang disebabkan penurunan aktifitas bisnis. Sudah pasti akan diikuti dengan penurunan permintaan energi secara global. Di sisi lain, transasi energi mendekati 2030 bergerak lebih cepat dan semakin menguat,” urainya.

Ia memperkirakan, dengan adanya upaya menghilangkan energi fosil dan mengubah dengan energi baru terbarukan (renewable energy) akan datang lebih cepat, ada kecenderungan penurunan porsi investasi untuk hulu migas secara global.

BACA JUGA :   Peran Anak TNI Berorganisasi: Memperkuat Kepemudaan dan Kemandirian Membangun Bangsa

Hal ini, kata dia, mulai menampakkan gerak-gerik para pemilik uang dan lembaga keuangan penyedia jasa pinjaman, yang mensyaratkan perusahaan minyak untuk mengubah arah, meninggalkan energi fosil dan berpindah ke terbarukan bila membutuhkan dukungan dana.

“(Karenya), negara-negara pemilik sumber daya alam minyak dan gas bumi harus bermain cantik, mengundang investor dengan memberikan iming-iming return of investment yang memadai. Indonesia harus berbenah. Bila tidak, maka akan menjadi pilihan investor di urutan bawah,” tandasnya.

Ia juga menyinggung realisasi investasi pada 2022 yang sebesar US$ 12,3 miliar lebih tinggi US$ 1,4 miliar dibandingkan pada tahun sebelumnya. Namun, lebih rendah US$ 0,9 miliar jika dibandingkan dengan target.

“Sebagian pemerhati menilai hal ini sebagai sebuah signal, sebuah pertanda, terjadi perbaikan iklim investasi. Kemudian ‘ditengarai’ investor hulu migas mulai tertarik masuk ke Indonesia,” ujarnya. Red/HS

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!