Membangun Arus Mudik, Cerita Aman dan Berkeselamatan

Oleh: Azas Tigor Nainggolan

Putraindonews.com – Sudah Berusaha, Tapi Masih Saja terjadi Kecelakaan Lalu Lintas Arus Mudik 2024. Catatan singkat saja. Tulisan ini catatan awal menjelang Arus Balik Mudik tahun 2024 untuk mencegah kembali kecelakaan yang sama pada Arus Mudik dan Arus Baliknya 2024.

Arus Mudik 2024 kali ini masih diwarnai oleh kecelakaan lalu lintas serius di jalan tol. Masalah serius terjadi jalan tol longsor di awal Arus Mudik 2024, yakni pada 3 April 2024 malam terjadi longsor di KM 64 Tol (Bogor-Ciawi-Sukabumi) Bocimi, Sukabumi, Jawa Barat. Akibat ada tiga kendaraan yang sedang melalui jalur tol Bocimi terperosok jatuh dan masuk ke dalam lobang besar jalan tol yang longsor. Hari ini (11/4/24/) dikabarkan bahwa pihak Polres Sukabumi akan menyiapkan penggunaaan jalur fungsional di jalur tol yang longsor tersebut untuk mencairkan kepadatan di jalan tol Bocimi. Kepada pihak pengelola jalan tol Bocimi dan Polres Sukabumi harus harus sangat hati-hati menggunakan jalur jalan sisa longsor. Harus hati hati menggunakan jalan sisa yang sebagian longsor. Mengingat kondisinya sangat kritis seperti “menggantung” tanpa dasar di bawahnya. Mengingat juga kondisi cuaca yang saat ini juga masih sering hujan.

Kejadian berikutnya adalah kecelakaan di KM 58 di jalan tol Jakarta Cikampek. Kecelakaan ini terjadi di arus lajur Contra Flow (Lawan Arah) yang diterapkan di jalur tol ini dalam Arus Mudik 2024. Kecelakaan terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Km 58, Karawang, Jawa Barat pada Senin (8/4/24) pukul 07.04 WIB. Insiden yang melibatkan satu bus dan dua mobil itu mengakibatkan setidaknya 13 korban meninggal dunia, satu orang mengalami luka berat, dan satu korban lain luka ringan. PT Jasa Raharja yang memberikan santunan kepada semua korban kecelakaan lalu lintas di KM 58 ini diprotes oleh Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda). Pengurus Organda mengkritisi pemberian santunan ini oleh Jasa Raharja karena dianggap melanggar UU 34 tahun 1964 karena korban adalah penumpang mobil travel ilegal (bukan angkutan umum yang sah). Pemberian santunan itu dianggap salah karena para korban adalah penumpang travel ilegal yang tidak membayar asuransi perjalanan layaknya penumpang alat angkutan umum yang sah atau legal. Mobil Daihatsu Gran Max yang alami kecelakaan maut di Tol Cikampek diduga travel gelap. Seluruh korban yang ada di mobil tersebut mendapatkan santunan meninggal dari Jasa Raharja. Santunan diberikan sesuai dengan UU No 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

BACA JUGA :   Dilematik Kepemimpinan Parpol Pada Pilpres 2024

Padahal dalam UU 34/1864 mewajibkan Jasa Raharja tetap memberi santunan karena laka pantasnya dua kendaraan (bukan tunggal) sebagai mandat sosialnya sehingga Jasa Raharja harus memberi santunan pada korbannya. Dalam UU 34/1964 ada aspek sosial yang dimandatkan kepada JR untuk memberi dan menyantuni korban laka lalin apabila kecelakaan lalu lintas bukan tunggal.

Kemarin (10/4/24) kembali terjadi kecelakaan lalu lintas yang dialami penumpang sebuah bus yang membawa 59 orang penumpang di jalan tol Cipali. Sebuah bus rute Jakarta-Cirebon terguling di Km 98 Tol Cipali. Polisi mengatakan peristiwa itu akibat sopir bus yang mengantuk dan hilang kendali mengakibatkan 14 orang luka ringan. Kecelakaan lalu lintas berikutnya adalah tadi pagi kecelakaan tunggal bus Rosalia Indah terjadi di Tol Weleri, Kendal, Jawa Tengah (Jateng). Dikabarkan ada 7 orang tewas dalam kejadian ini. Kejadian kecelakaan terjadi pada pukul 06.35 WIB. Lokasi kecelakaan tepatnya di Km 370 ruas A. Kedua bus yang alami kecelakaan di atas sebagai angkutan umum yang sah telah membayarkan iuran wajib kecelakaan. Nah untuk korban kecelakaan lalu lintas tunggal kedua bus tersebut pihak Jasa Raharja sesuai Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang harus memberikan santunan.

Pemerintah sudah berusaha menangani Arus Mudik agar ceria, aman dan nyaman tetapi masih terjadi beberapa kecelakaan lalu lintas serius dan ada korban meninggal dunia serta luka-luka. Sebenarnya kejadian jalan tol longsor dan kecelakaan lalu lintas ini bisa diminimalisir jika diperhitungkan betul risiko kebijakan persiapan serta penerapan kebijakan rekayasa lalu lintas yang diambil. Secara khusus bagi kejadian longsor di jalan tol Bocimi Jakarta Sukabumi ini menjadi tanggung jawab penuh pengelola jalan tolnya dan konsultan tekhnis pembangunan jalan tol Bocimi serta pihak memberikan izin bagi beroperasinya jalan tol Bocimi

BACA JUGA :   Penyelidikan Korupsi Tata Niaga Timah di Bangka Belitung

Masih terjadinya kecelakaan lalu lintas pada Arus Mudik 2024 ini adalah masalah ada pada manajemen operator dan penegakan peraturan lalu lintas. Untuk itu diperlukan adalah penegakan dan pengawasan bisnis layanan transportasi publik selama ini. Mengatur dan mengawasi kelaikan pengemudi serta kendaraannya, penegakan peraturan bagi travel ilegal, juga rekayasa lalin yang tidak membahayakan pengguna jalan. Masalah ini bisa dikendalikan atau diminimalisir jika diperhitungkan benar risiko yang akan terjadi salam manajemen risiko arus mudik.

Peraturan atau UUnya tidak salah dan sangat tergantung otoritas yang bertanggung jawab menegakkannya. Bagi pembuat dan penegakannya UU itu sendiri harus konsisten menjalankan peraturan yang dibuatnya demi kesejahteraan serta keselamatan rakyatnya.

Pembuat UU harus juga sebagai penegaknya harus konsisten menegakannya. Dalam pasal 90 UU No:22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan, sudah diatur bahwa sopir hanya bisa bekerja 8 jam dengan istirahat minimal setengah jam setiap 4 jam bekerja. Nah operator yang memperkerjakan pengemudi tidak laik bekerja harus ditindak juga karena lalai sehingga menyebabkan ada korban luka serta meninggal dunia. Operator harus memastikan kelaikan dan kesejahteraan para pengemudinya agar bisa bekerja dengan aman dan berkeselamatan bagi penumpangnya. UU dan hukum sudah ada dan mengatur tapi penegak hukumnya juga yang tidak konsisten menghukum semua pihak yang melanggar, sopir tidak laik kerja, jalan tidak laik dipakai, kendaraan tidak laik dipaksa jalan. Rakyat terus jadi korban, entah apa yang ada dalam pikiran para pemerintah penegak peraturan?

Untuk mengendalikan sisa Arus Mudik dan menyiapkan Arus Balik maka pemerintah perlu memperhitungkan risiko kecelakaan lalu lintas agar bisa dicegah sehingga arus lalu lintas aman dan berkeselamatan. Pemerintah perlu memastikan semua operator memperkerjakan pengemudi dan kendaraan busnya laik beroperasi. Begitu pula harus diperhitungkan risiko atau antisipasi dari manajemen atau rekayasa lalu lintas yang akan diterapkan kemudian agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas kembali. Juga pemerintah perlu memastikan bahwa kondisi fasilitas atau infrastruktur transportasi atau jalan raya juga jalan tol yang akan digunakan para pemudik layak digunakan agar mudik ceria, selamat di perjalanan dan tiba di tujuannya.

Penulis Adalah Pengamat Transportasi

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!