Putraindonews.com – Kelompok masyarakat sipil (civil society) yang tergabung dalam gerakan intelektual dan moral dengan nama Tonggak Persatuan Gerakan Untuk Nusantara (TOPGUN) menyampaikan surat resmi kepada DPR/MPR RI, pada Sabtu (9/3/2024) kemarin.
Surat resmi yang disampaikannya perihal Minderheid Nota (Nota Keberatan) tentang Pelanggaran Etika Presiden dalam Pemilihan Umum 2024.
PIC TOPGUN Judith J. Dipodiputro sebagaimana siaran pers yang diterima media, Selasa (19/3/2024) membeberkan pokok-pokok pikiran penting yang disampaikan dalam Minderheid Nota tersebut, antara lain landasan bahwa Presiden dengan etika yang baik harus mengetahui dan bisa membedakan apa yang berhak dan apa yang benar untuk dia lakukan.
Dijelaskan Dipodiputro bahwa minderheid nota ini untuk kepentingan berbangsa dan bernegara dan mencegah terjadinya kemunduran-kemunduran (set back) lagi. Karenanya, TOPGUN mendorong MPR RI dan DPR RI serta semua pihak yang memiliki kewenangan untuk menghentikan segala bentuk dugaan pelanggaran etika dan norma yang dilakukan oleh Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
“Minderheid Nota tersebut kami buat sebagai bentuk keprihatinan dan juga sebagai sebuah pendapat dari hasil pemikiran kami dengan memperhatikan dan menyerap pendapat publik terutama dari para akademisi, para Guru Besar, cendekiawan, tokoh-tokoh/pemimpin agama, budayawan dan para aktivis organisasi-organisasi kemasyarakatan yang merasa tergerak karena rasa keadilannya terusik ketika melihat dan mengikuti proses Pemilihan Umum 2024 ini,” jelas Judith.
Bahwa Minderheid Nota yang disampaikan ini bukan terbatas menjadi soal kalah atau menang juga bukan menjadi soal dukung-mendukung semata, tapi soal kelanjutan berbangsa dan bernegara ini ke depannya, karena tujuan akhir dari suatu Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi adalah menghasilkan Pemerintahan baru yang legitimate.
Pasalnya, dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Presiden dapat mempengaruhi legitimasi dari pemerintahan (baru) sehingga dampaknya potensial akan menggangu jalannya dan roda pemerintahan baik secara hukum (ketatanegaraan) politik, sosial, ekonomi dan stabilitas keamanan secara umum, demikian PIC Judith J. Dipodiputro. Red/HS