Putraindonews.com – Himpunan Pelestari Bahasa Daerah (HPBD) terus memaksimalkan perannya dengan mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menjaga bahasa daerah agar tetap dilestarikan. Salah satu kegiatan yang dilakukan, yakni menggelar penyuluhan optimalisasi pemertahanan bahasa daerah pada generasi kekinian lewat pengadian kepada masyarakat.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh HPBD itu diadakan di Desa Nepo dan Kelurahan Mangkoso, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, pada Ahad-Senin, 14 -15 April 2024. Tema kegiatan ini adalah “Optimalisasi Pemertahanan Bahasa Daerah pada Generasi Kekinian”.
Peserta penyuluhan terdiri dari tokoh masyarakat, komunitas, kelompok pemuda, masyatakat adat, dan pemerhati budaya. Kegiatan ini didukung Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga (Disparpora) Kabupaten Barru, serta Arum Pala Hotel dan Resto sebagai penggerak ekonomi kreatif berbasis kuliner lokal di kabupaten ini.
Dr Azis Nojeng M.Pd, Ketua HPBD Sulsel, menjelaaskan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Kabupaten Barru ini memberikan masukan dan pembelajaran bagi mereka. Disadari, upaya melestarikan bahasa daerah harus dimulai dari desa. Karena ternyata, masyarakat desa yang notabene hidup dengan penutur asli bahasa daerah, juga terancam dan lambat laun akan melupakan bahasanya sendiri.
“Sering kita beranggapan bahwa masyarakat kota tidak lagi menguasai bahasa daerahnya. Padahal, kondisi yang tak jauh berbeda juga dihadapi masyarakat di desa,” terang dosen Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) tersebut.
Dr Sumarlin Rengko HR, SS, M.Hum, selaku Tim Pemateri, memaparkan bahwa rasa cinta dan kebanggaan bahasa (language pride) mendorong generasi muda melestarikan bahasa dan lokalitas budaya, serta menggunakannya sebagai identitas dalam bergaul. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemahaman bahwa bahasa daerah Sulawesi Selatan merupakan penanda identitas dan pengembang kebudayaan Makassar, Bugis dan Toraja yang bermartabat serta masih sangat relevan dengan era saat ini.
Sikap berbahasa, lanjut pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas itu, merupakan modal utama yang harus dimiliki dalam upaya pemertahanan Bahasa Daerah; Toraja, Makassar dan Bugis. Sikap seperti itu seyogianya dimaknai secara positif oleh semua pihak, baik pemerintah, peneliti, komunitas pemuda, dan pengguna bahasa itu sendiri.
Sumarlin Rengko menambahkan, upaya nyata perlu dilakukan oleh pihak berwenang dalam rangka pemberdayaan generasi muda di Sulawesi Selatan. Bentuk pelestarian bahasa daerah yang bisa dilakukan, antara lain memberikan wadah dan ruang kreativitas literasi Bahasa daerah Sulawesi Selatan. Namun ditekankan, semua itu tak ada artinya bila penuturnya tidak menggunakan bahasa daerah dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Tentu saja disesuaikan dengan konteksnya.
Dr. Dirk Rukka Sandarupa, SS.,M.Hum, juga tim pemateri HPBD, mengaitkan peran bahasa daerah sebagai salah satu pilar dalam dunia kepariwisataan tapi sering kali terlupakan. Padahal bahasa daerah merupakan fondasi keilmuan bagi budaya dan pariwisata.
Dia menyampaikan, seringkali pariwisata hanya dikaitkan dengan wisata alam dan wisata budaya. Lalu bagaimana dengan posisi bahasa daerah dalam pariwisata? Ini tidak boleh dilupakan. Sebab ketiganya punya hubungan yang bisa diselaraskan. Kabupaten Barru merupakan salah satu kabupaten di Sulsel yang memiliki banyak destinasi wisata.
Akbar Amri, SS, S.Pd, M.Si, tim pemateri HPBD dan guru bahasa Makassar, yang mengajar di salah satu sekolah di Kota Makassar, mengingatkan bahwa apabila bahasa daerah punah maka ilmu pengetahuan yang berbasis lokal pun akan punah. Sehingga dia mendorong agar warga menyampaikan cerita-cerita rakyat dengan menggunakan bahasa lokal di tempat wisata di mana mereka berada, khususnya bahasa Makassar, Bugis, dan Toraja.
Eka Yuniarsih, SS, moderator tim pemateri HPBD, menyimpulkan bahwa bahasa daerah dapat terancam punah karena berbagai faktor, antara lain globalisasi, urbanisasi, dan dominasi bahasa-bahasa besar seperti bahasa nasional atau bahasa internasional seperti bahasa Inggris, Korea, Arab dan sebagainya.
Faktor lain, karena kurangnya pemakaian bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, terutama oleh generasi muda, serta kurangnya dukungan resmi untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa daerah tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah penutur bahasa daerah, yang pada akhirnya bahasa daerah itu mengalami kekepunahan.
Herdiman Tabi, yang dikenal sebagai tokoh pemuda, mengapresiasi kegiatan penyuluhan optimalisasi pemertahanan bahasa daerah yang digelar HPBD tersebut. Menurutnya, tantangan yang dihadapi di era globalisasi semakin kompelks, sehingga akan mempengaruhi bahasa daerah, yang jika tidak dilestarikan perlahan akan punah. Bahkan, lanjutnya, bukan saja bahasa daerah tetapi perilaku kehidupan sehari-hari, seperti budaya tabe, yang merupakan tata krama atau sopan santun, juga mulai hilang.
“Melalui penyuluhan atau sosialisasi ini dapat mengingatkan kita untuk menjaga kelestarian bahasa daerah dan adat istiadat kita,” katanya.
Pengabdian ini merupakan kegiatan pertama dari Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulawesi Selatan dan akan berlanjut, selanjutnya daerah Sulsel bagian Selatan. Red/RT