Diduga Tak Seuai WIUP HGU PT Rotorejo Kruwuk, Kepala ESDM Jatim Digugat ke PTUN

Putraindonews.com – Blitar | Ditengarai adanya dugaan tumpang tindih penerbitan WIlayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) sempat menuai gugatan terhadap Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur ke PTUN, perihal dugaan penerbitan surat keputusan WIUP tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan di Blitar PT. Rotorejo Kruwuk.

Kepada sejumlah awak media tim kuasa hukum perkebunan Rotorejo Kruwuk yang terdiri dari Joko Trisno Mudiyanto, Edy Teguh Wibowo, Suyanto dan Hendi Priono menggugat Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur ke PTUN Surabaya.

Joko Trisno Mudiyanto S.H sebagai juru bicara tim kuasa hukum pemegang HGU menyampaikan yang disinyalir tumpang tindih dengan WIUP No. 545/7/124.2/WIUP/2023 milik CV BSE dari Sidoarjo terbit 24 Mei 2023.

“Jadi masalah gugatan kepada Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim terdaftar dengan perkara No. 59/G/2024/PTUN SBY dan sudah memasuki sidang pertama pada 7 Mei 2024 kemarin,” ujar Joko, Kamis (9/5/24).

Joko Mudianto juga menerangkan kenapa alasan mengajukan gugatan, ini bermula dari diketahui atas terbitnya surat keputusan persetujuan WIUP atas nama CV BSE, dari Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur yang diketahui tumpang tindih dengan wilayah HGU PT Rotorejo Kruwuk.

“Dari total 35, 77 hektar pada WIUP CV BSE, sekitar 14,87 hektar masuk wilayah HGU PT Rotorejo Kruwuk. Sesuai dengan hasil verifikasi dan pengecekan lapangan Tim Direktorat Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada 28 Juni 2023,” jelasnya.

BACA JUGA :   Polri Keluarkan Aturan Optimalkan Penindakan Pelanggaran Lalin Via ETLE dan Peniadaaan Razia

Padahal lanjut Joko Mudianto, bahwa klien nya adalah pemegang HGU seluas sekitar 92,25 hektar di Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar sejak tahun1998.

“Sehingga kuat diduga terbitnya WIUP atas nama CV BSE penuh rekayasa, karena PT Rotorejo Kruwuk tidak pernah memberi izin lintas atau masuk wilayah HGU miliknya. Kemudian dalam WIUP CV BSE tertulis wilayahnya Desa Gadungan, padahal faktanya masuk wilayah Desa Sumberagung dan tumpang tindih dengan wilayah HGU PT Rotorejo Kruwuk,” tandasnya.

Sebelum melakukan gugatan, Joko mengungkapkan pihaknya sudah menempuh upaya adminitrasi mengajukan keberatan pada Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim (tergugat) pada 5 Februari 2024.

Meminta pembatalan SK Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim perihal persetujuan pemberian WIUP CV BSE, namun pada 13 Maret 2024 mendapat jawaban menolak pembatalan.

“Sehingga pada 15 Maret 2024 melakukan banding administrasi ke Gubernur Jatim selaku atasan tergugat, tapi sampai melebihi batas waktu 10 hari tidak ada jawaban. Maka dilakukan gugatan ke PTUN Surabaya,” terangnya.

Ditambahkan Joko dalam gugatannya mengajukan 4 poin tuntutan, yaitu mengabulkan seluruh gugatan, menyatakan batal SK Kepala ESDM Provinsi Jatim No. 545/7/124.2/WIUP/2023 tentang Persetujuan Pemberian WIUP CV BSE yang terbit 24 Mei 2023.

Kemudian, mewajibkan tergugat mencabut SK Kepala ESDM Provinsi Jatim No. 545/7/124.2/WIUP/2023 tentang Persetujuan Pemberian WIUP CV BSE yang terbit 24 Mei 2023 dan menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini imbuhnya.

BACA JUGA :   Tok! MA Cabut Aturan KPU, Eks Koruptor Gak Bisa Nyaleg 2024

Mengutip Lenteratoday.com, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim, Nurkholis menanggapi masalah dugaan tumpang tindih WIUP ini secara tertulis, bahwa permohonan WIUP CV BSE No.545/7/124.2/WIUP/2023 memang telah disetujui pada 24 Mei 2023.

Dikatakannya berdasarkan Peraturan Menteri ESDM RI No 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 12, disebutkan, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dirjen atau Gubernur terdapat tumpang tindih WIUP dengan WIUP lain yang sama komoditasnya.

“Akan dilakukan penciutan WIUP, apabila sebagian WIUP tumpang tindih atau penerapan sistem permohonan pertama pencadangan wilayah yang telah memenuhi persyaratan. Mendapat prioritas pertama untuk diberikan IUP (first come first served), apabila seluruh WIUP tumpang tindih,” katanya.

Kemudian lanjutnya, dengan memperhatikan asas kemanfaatan, keterbukaan, keadilan dan kepentingan nasional dan/atau daerah. Dirjen atau Gubernur dapat melakukan penyelesaian lain terhadap IUP yang WIUP-nya tumpang tindih sama komoditas.

Berdasarkan UU No 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 136, pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi, wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dimana penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK,” tutup Joko Mudianto. Red/Rif

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!