Utang Negara-Negara Pasifik Diproyeksi Turun dalam Satu Tahun ke Depan

Putraindonews.com – Jakarta | Sebagian besar utang publik negara Pasifik diperkirakan akan turun dalam setahun ke depan.

Hal itu dikarenakan negara-negara bergerak ke arah pelepasan stimulus COVID-19 secara bertahap dan situasi fiskal membaik, menurut laporan Bank Dunia yang dirilis pada Selasa.

“Sejalan dengan upaya konsolidasi fiskal, utang publik diproyeksikan menurun selama 2023-2024 di seluruh Pasifik (kecuali di Kepulauan Solomon dan Negara Federasi Mikronesia),” kata laporan Pembaruan Ekonomi Pasifik, Selasa (8/8).

Utang telah melonjak di wilayah tersebut sejak 2019, karena ekonomi yang bergantung pada pariwisata terpukul oleh penutupan perbatasan COVID, perdagangan dirugikan oleh tantangan logistik, dan peristiwa cuaca yang menyebabkan kerusakan.

BACA JUGA :   Ganda Putra Indonesia Bidik China Open

Negara-negara mengambil lebih banyak utang untuk mengimplementasikan paket dukungan dan stimulus. Hal ini terutama terlihat di negara-negara yang bergantung pada turis, seperti Fiji, Palau, dan Vanuatu.

Bank Dunia sebelumnya mengatakan enam negara Pasifik – Kiribati, Republik Kepulauan Marshall, Negara Federasi Mikronesia (FSM), Samoa, Tonga, dan Tuvalu – berisiko tinggi mengalami kesulitan utang.

Namun, laporan Selasa menambahkan bahwa ketika defisit fiskal melebar di Kepulauan Solomon dan FSM, pemerintah diperkirakan akan meningkatkan pinjaman untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan – meningkatkan utang publik.

Laporan menyebutkan bahwa dalam hal hasil ekonomi, sebagian besar negara Pasifik – kecuali Palau, Samoa, dan Kepulauan Solomon – diproyeksikan mencapai tingkat produk domestik bruto pra-pandemi pada tahun 2024.

BACA JUGA :   Tiba di Turkiye, Tim Kemanusiaan Indonesia Langsung Bergerak Menuju Lokasi Terdampak

“Sebaliknya, beberapa negara dengan pendapatan izin penangkapan ikan merupakan penyumbang pendapatan yang dominan, seperti Kiribati dan Republik Kepulauan Marshall (RMI), melampaui tingkat pra-pandemi pada tahun 2021 karena sektor perikanan tidak terlalu terpengaruh oleh penutupan perbatasan,” itu dicatat laporan dimaksud.

Laporan tersebut menambahkan bahwa risiko tetap ada termasuk ketidakpastian dalam pergerakan harga komoditas global dan ketegangan geopolitik berfungsi sebagai risiko penurunan pemulihan ekonomi Pasifik.

“Mengingat kerentanan kawasan terhadap bencana, perubahan iklim merupakan risiko utama yang terus-menerus terjadi,” katanya pula. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!