Dilindungi LPSK, Korban Kekerasan Seksual Ayah Tiri Tengah Berjuang ‘Sang Bunda Tersadar Dipersidangan’

***

Putraindonews.com – Bekasi | Akhirnya perkara perbuatan kekerasan seksual terhadap Mawar oleh ayah tirinya mulai disidangkan tadi siang di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Jawa Barat. Laporannya sudah masuk ke Polres Bekasi sejak akhir Pebruari 2022 lalu.

Setidaknya Mawar harus menunggu sekitar 5 kasusnya yang dialaminya mulai disidangkan. Mawar, remaja putri berumur sekitar 13 tahun dicabuli oleh ayah tirinya sejak tahun 2020 ketika  mendengarkan kesaksian Mawar, saya berkata ke ibunya Mawar, “kasihan Mawar, berjuang sendirian. Apakah ibu sekarang sudah percaya pada Mawar?”

“Ya sekarang saya sudah percaya pada Mawar”, jawab si ibu kepada saya sambil menangis. Saya melihat ibu Mawar akhirnya duduk jongkok di lantai di samping saya karena tidak tahan mendengarkan kesaksian sedih Mawar yang menjadi korban ayah tirinya. Ungkap advokat, Kuasa Hukum Korban Azas Tigor Nainggolan Selasa 2/8/22.

Adapun, Ketika sidang selesai dan ditutup oleh hakim, Mawar keluar menghampiri saya. “Mawar ini ibu kamu”, sapa saya menunjuk ke ibunya di samping saya. Awalnya Mawar melewati saja ibunya, tapi setelah beberapa langkah berbalik menghampiri ibunya masih berdiri di samping saya. Selanjutnya ibu dan anak itu berpelukan, menangis bersama cukup lama di lorong ruang pengadilan negeri Bekasi.

“Maafkan ibu ya nak. Ibu sayang kamu dan adik-adik. Ibu bekerja dan berjuang untuk Mawar dan adik-adik. Maaf kan ibu ya Mawar”, saya mendengar ibunya meminta maaf pada anaknya.

BACA JUGA :   KETUA HARIAN KOMPOLNAS ; Pernyataan Wakapolri Soal Penggunaan Preman Dipelintir

Setelah itu Mawar berpamitan dengan ibunya dan berjalan bersama saya beserta pendamping dari LPSK keluar dari PN Bekasi. Mulai sidang hingga saya berpisah dengan Mawar, hati saya pun terbawa pada kesedihan juga pengakuan Mawar pada ibu ketua majelis hakim di ruang sidang tadi. Mawar adalah anak korban yang hebat saya dampingi seperti anak-anak korban kekerasan seksual lain yang pernah saya dampingi.

Semua anak-anak yang menjadi korban sungguh hebat dan hebat berani menceritakan kembali pengalaman keji yang mereka alami di dalam ruang sidang, ruang jaksa dan ruang pemeriksaan polisi. Bahkan mereka harus menjawab pertanyaan yang sebenarnya justru mempermalukan mereka sendiri sebagai korban. Pertanyaan tentang kejadian yang diulang-ulang sebagai akibat aparat penegak hukum yang tidak memiliki perspektif korban dan perspektif anak.

Mendengar dan saya mendapatkan banyak pembelajaran dari para anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang saya dampingi. Ya saya belajar sabar dan berani berpihak pada korban dari pengalaman menemani anak-anak korban kekerasan seksual.

Butuh kekuatan dan keberanian bagi korban yang mau melaporkan kejadian buruk yang menghancurkan hidup mereka. Tetapi keberanian anak-anak yang menjadi korban ini sering kali belum mendapatkan penghargaan adil dari para penegak hukum. Tidak jarang korban yang melapor justru dianiaya kembali selama proses hukum yang dijalani anak-anak korban kekerasan seksual.

BACA JUGA :   #GERAKAN SUCI ; Mewujudkan Ketersediaan Air Bagi Warga Gunung Kidul

Bahkan seringkali penegak hukum menjatuhkan hukuman sangat ringan karena memang undang-undang yang mengatur tidak memiliki nilai keberpihakan pada hak anak. Hukuman maksimal dalam UU Perlindungan Anak bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak hanya selama 15 tahun atau 20 tahun saja.

Hampir tidak ada hukuman berat hingga seumur hidup kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Situasi ini menandakan bahwa negara belum dan sistem hukum belum berpihak pada hak anak. Akibat kekerasan seksual yang dialami maka si anak akan alami trauma serta kehancuran seumur hidup.

Sementara pelakunya hanya dihukum ringan dan negara lebih memikirkan kepentingan pelaku bukan korban. Ada baiknya negara merubah dan membangun ulang sistem hukum perlindungan anak dan memberi hukuman sangat berat kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Sistem hukum harus memfasilitasi perlindungan pada anak korban yang melaporkan kejadian kekerasan seksual, perbuatan cabul dan pelecehan seksual pada negara. Begitu pula hukuman berat harus diberikan kepada para pelakunya agar bisa dijadikan pembelajaran pada masyarakat dan memutus rantai kejahatan kekerasan seksual pungkasnya. Red/Ben

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!