***
Putraindonews.com – Jakata | Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN APINDO) dengan dukungan dari seluruh jajaran APINDO di Provinsi dan Kabupaten/Kota serta berkonsolidasi dengan Asosiasi Sektor Industri dan Usaha, bersikap untuk melakukan Uji Materiil atas Permenaker 18/2022 kepada Mahkamah Agung (MA).
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum DPN APINDO Hariyadi B. Sukamdani dalam siaran pers di Jakarta, Minggu, 20 November 2022.
Melalui keterangan pers, Hariyadi mengatakan, pihaknya menyikapi terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 (Permenaker 18/2022), dengan mempertimbangkan beberapa hal penting.
“Pertama, Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), termasuk di dalamnya kluster ketenagakerjaan merupakan produk hukum yang disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR. APINDO dan KADIN sebagai perwakilan pengusaha bersama dengan unsur serikat pekerja/serikat buruh dalam Tim TRIPARTIT yang dibentuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI, terlibat aktif dalam proses penyusunan UUCK beserta Peraturan Pemerintah turunannya,” kata Hariyadi.
Menurutnya, PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021) yang merupakan amanat dari Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah dalam UUCK, sampai saat ini masih merupakan landasan hukum yang sah dalam pengaturan pengupahan di Indonesia termasuk penetapan upah minimum.
Ia pun menjelaskan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XIX/2021 tanggal 3 November 2021 menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu (2 tahun).
“Sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan bahwa segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573),” ujarnya.
Lanjutnya, UUCK yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP 36/2021 telah mengatur secara komprehensif kebijakan pengupahan termasuk di dalamnya formula penghitungan upah minimum yang sesuai dengan filosofi upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net) dan mengakomodir kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi atau inflasi) serta ketenagakerjaan.
“UUCK dan PP 36/2021 juga tidak memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan penafsiran lain ataupun mengambil kebijakan lain,” beber Hariyadi.
Ia pun mengatakan bahwa kepastian hukum dalam penetapan upah minimum menjadi faktor utama dalam berusaha dan diterbitkannya Permenaker 18/2022 telah menambah kegamangan investor dalam mengembangkan usahanya di Indonesia.
“Sementara menunggu proses uji materiil tersebut, diinstruksikan kepada seluruh DPP dan DPK APINDO: pertama, untuk tetap menggunakan PP 36/2021 sebagai dasar penetapan upah minimum dalam forum perundingan di dewan pengupahan setempat; kedua melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), apabila Gubernur menetapkan upah minimum yang bertentangan dengan PP 36/2021,” pungkasnya. Red/HS
***