***
Putraindonews.com – Jakarta | Babak baru penyingkapan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan almarhum Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J kini perlahan mulai terungkap.
Setelah Bareskrim Polri menghentikan dugaan kasus pencabulan yang diduga dilkukan Brigadir J terhadap istri eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo yakni Putri Candrawati (PC), maka kini giliran LPSK menolak memberikan perlindungan saksi terhadap pemohon.
“Penyelidikan terkait adanya gugaan kasus pencabulan tersebut telah dihentikan proses hukum oleh pada 12 Juli 2022 dan dinyatakan sebagai bagian dari rekayasa perkara membunuh Yoshua,” kata Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo dalam konferensi pers yang digelar di gedung LPSK, Senin (15/8).
Dikatakan, terkait dengan dugaan tindak pidana perbuatan asusila dalam Sidang Majelis Pimpinan LPSK tertanggal 15 Agustus 2022, diputuskan untuk ditolak dan diberi rekomendasi terhadap pemohon.
“Adapun penolakan permohonan didasarkan pada pertimbangan sesuai dengan pasal 28 ayat 1, UU Perlindungan Saksi dan Korban,” ujarnya.
Ia kemudian menjelaskan kronologi terkait permohonan perlindungan terhadap PC yang mana disampaikan secara lisan oleh suaminya, Ferdy Sambo pada 13 Juli 2022 di kantor Propam Polri kepada petugas LPSK.
“Esoknya diikuti permohonan perlindungan secara tertulis yang diajukan kuasa hukumnya, Hanis and Hanis Advocates,” terangnya.
Lanjutnya, dalam upaya menggali keterangan pemohon, LPSK telah menemui pemohon pada Sabtu 16 Juli 2022 dan undangan asesmen psikologis yang dilayangkan sebanyak tiga kali.
Lalu, disebutkan bahwa dari dua kesempatan pertemuan dengan pemohon LPSK tidak memperoleh sifat penting keterangan dan peristiwa yang melatarbelakangi pemohon mengalami trauma.
“LPSK menyatakan pemohon tidak memiliki sifat kepenting keterangan dari permohonan pemohon tidak didasarkan dengan itikad baik,” paparnya.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan suami pemohon pada pertemuan di kantor Kadiv Propam pada 13 Juli 2022 ancaman terhadap pemohon yang dimaksud adalah justru terkait pemberitaan media massa.
Namun, LPSK berpendapat ancaman berupa pemberitaan media massa bukan termasuk ancaman, karena terhadap pemberitaan terdapat hak jawab sebagai mekanisme untuk menanggapi pemberitaan yang tidak benar.
“Kondisi pemohon saat ini juga tidak mencerminkan sistuasi yang terancam jiwanya. LPSK menilai tidak ada ancaman yang dihadapi pemohon dalam kasus yang dilaporkannya,” tutupnya. Red/HS
***