SETARA Institute Desak Pemerintah Tegakkan Hak Konstitusional Keyakinan Beragama

***

Putraindonews.com – Jakarta | SETARA Institute mendesak pemeritah untuk peduli terhadap hak konstitusional terkait keyakinan beragama.

Hal tersebut menyusul adanya gangguan atas peribadatan kelompok minoritas yang belakangan sedang terjadi.

Diketahui, belum lama ini Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Bandar Lampung dibubarkan saat sedang beribadah di dalam gereja (Minggu, 19/2). Aktor pembubaran adalah Ketua RT, Wawan Kurniawan, dan sejumlah warga setempat.

Peristiwa serupa bukan hanya sekali, sebelumnya, di awal tahun ini, terjadi beberapa gangguan, penolakan, pembubaran peribadatan di sejumlah daerah mulai dari penyesatan dan pelarangan aktivitas keagamaan Ahmadiyah oleh Forkopimda Sintang, Kalimantan Barat (26/1), penolakan dan pembubaran ibadah dialami Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Metland Cilengsi, Bogor (5/2), pelarangan beribadah Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Filadelfia Bandar Lampung (5/2), dan pelarangan pembangunan sarana peribadatan Ahmadiyah di Parakansalak berdasarkan kesepakatan Bupati dan Forkopimda Sukabumi (2/2).

BACA JUGA :   Titi Anggraini Sarankan Perancangan UU Terbuka dan Partisipatoris

Berkaitan dengan persoalan tersebut, khususnya kasus GKKD, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut.

Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya kasus pembubaran peribadatan di GKKD Bandar Lampung. Gangguan dan pembubaran atas peribadatan, yang dijamin oleh konstitusi, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Kedua, dalam konteks kasus GKKD, SETARA Institute mengapresiasi pihak kepolisian, khususnya Polresta Bandar Lampung, yang memberikan jaminan keamanan juga Pemda yang memberikan izin sementara selama 2 (dua) tahun kepada GKKD Bandar Lampung, sambal mengurus perizinan pendirian rumah ibadah. Langkah akomodatif dan fasilitatif semacam itu perlu direplikasi di berbagai kasus penolakan rumah ibadah, peribadatan, dan sarana peribadatan di daerah lain, seperti di Kabupaten Bogor, Kota Cilegon, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sintang, Kota Depok, dan lain sebagainya.

Ketiga, Pemerintah Pusat hendaknya melakukan langkah progresif untuk membuktikan bahwa Pemerintah memiliki komitmen dan kewibawaan dalam menegakkan jaminan hak konstitusional warga negara atas kebebasan beragama/berkeyakinan dan kebebasan untuk beribadah, antara lain dengan 1) revisi PBM 2 Menteri, khususnya dengan mencabut syarat administratif dukungan 90 orang Jemaat dan 60 orang di luar Jemaat, 2) perubahan paradigma pengaturan peribadatan dan pendirian rumah ibadah dari pembatasan ke fasilitasi, dan 3) pergeseran peran FKUB ke perwujudan dan pemeliharaan kerukunan dengan memperluas fungsi-fungsi kampanye toleransi, penyediaan ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, termasuk mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah.

BACA JUGA :   Style Tips From Top Designer of United States

Keempat, SETARA Institute mendesak Pemerintah agar segera menarik perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, dengan mekanisme yang dipermudah dan disederhanakan, di Kementerian Agama, sebab urusan agama merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan sebagai urusan pemerintahan daerah. Red/HS

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!