ORI Sebaiknya Tingkatkan Profesionalitas Dalam Melakukan Proses Pemeriksaan, Agar Tidak Merugikan Reputasi Penyelenggaran Negara

PUTRAINDONEWS.COM

JAKARTA | Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas dilakukannya Deklarasi Damai dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat di Dusun Talangsari Way Jepara Lampung Timur yang difasilitasi oleh Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM yang Berat dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan dan Kementerian Hukum dan HAM, pada 13/12/2019. Berdasarkan laporan tersebut, ORI menerbitkan rekomendasi tindakan korektif untuk beberapa penyelenggara negara, salah satunya adalah LPSK.

Setelah menelaah dan mencermati LAHP tersebut, LPSK menyatakan sepenuhnya keberatan atas penilaian ORI yang menyatakan bahwa LPSK telah melakukan maladministrasi berupa tindakan diskriminasi dalam memberikan layanan bantuan medis dan psikososial kepada korban Talangsari. Adapun penjelasan tanggapan atas penilaian itu kami jelaskan secara singkat sebagai berikut :

a. Terkait Subjek dan Objek Laporan Pelapor
Pihak Pelapor adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Bahwa obyek dari Laporan Pelapor adalah Deklarasi Damai dugaan kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Dusun Talangsari Way Jepara Subing Putra III Desa Rajabasa Lama Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur. LPSK menyatakan tidak terlibat dalam Deklarasi Damai tersebut dan bukan sebagai pihak yang dilaporkan oleh pelapor.

ORI hanya menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Lampung Timur sebagai Terlapor, sementara penyelenggara negara lainnya yang terlibat Deklarasi Damai tidak ditetapkan sebagai Terlapor. Namun di sisi lain ORI memperluas status Terlapor kepada pihak yang tidak terlibat Deklarasi Damai, yaitu, LPSK dan Komnas HAM, serta Bupati Lampung Timur.

LPSK juga telah mendapatkan konfirmasi dari Pelapor dan Korban Peristiwa Talangsari pada tanggal 16 Desember 2019 mereka menyatakan bahwa LPSK bukanlah Pihak yang dilaporkan oleh Pelapor dalam Laporan yang ditujukan kepada ORI. Bahkan pada hari Selasa, 5 Maret 2019 di Kantor LPSK Para Korban Peristiwa Talangsari didampingi oleh Amnesty International Indonesia dan Pelapor menyampaikan laporan yang sama serta meminta dukungan kepada LPSK atas penolakan Korban terhadap kegiatan Deklarasi Damai tersebut.

b. Proses Pemeriksaan
LPSK menemukan kejanggalan di dalam proses pemeriksaan yang dilakukan ORI seperti yang tertera dalam LAHP ini. LPSK mempertanyakan mengapa ORI ketika melakukan klarifikasi lapangan di Lampung Timur tidak melakukan Klarifikasi Langsung kepada semua Pihak yang terlibat dalam Deklarasi Damai. LPSK juga mempertanyakan mengapa ORI membatasi pemeriksaannya kepada penyelenggara negara yang terlibat dan memperluas pemeriksaannya kepada penyelenggara negara yang tidak terlibat dalam Deklarasi Damai tersebut. ORI melakukan permintaan keterangan kepada pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, serta Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI; Komnas HAM; LPSK dan Kontras, namun ORI tidak melakukan pemeriksaan terhadap 9 (sembilan) penyelenggara negara lain yang terlibat dalam Deklarasi Damai. Artinya, ORI tidak melakukan pemeriksaan secara menyeluruh/komprehensif terhadap para pihak yang terlibat.

BACA JUGA :   Hari Minggu Polda Metro Jaya Buka Layanan SIM Keliling di Dua Lokasi DKI

c. Nomenklatur Kementerian/Lembaga
Dalam LAHP disebutkan Lembaga Penjamin Saksi dan Korban. LPSK tidak mengenal lembaga yang dimaksud ORI dalam LAHP ini. LPSK adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang berdasar pada UU 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan UU 31 Tahun 2014. Dalam LAHP juga terdapat kekeliruan dalam penyebutan Nomenklatur Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Dalam hal ini ORI tidak cermat dalam menyebutkan nama instansi/lembaga sesuai dengan nomenklatur yang berlaku

d. Kewenangan dan Prosedur Perlindungan Saksi dan Korban
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini LPSK telah memberikan layanan bantuan medis dan psikologis kepada 11 (sebelas) orang Korban Peristiwa Talangsari, sesuai dengan permohonan yang disampaikan oleh 11 (sebelas) orang Korban.

LPSK keberatan dengan penilaian telah melakukan diskriminasi terhadap 4 orang korban Pelanggaran HAM Berat Talangsari. Apabila ORI menyatakan bahwa LPSK melakukan maladministrasi dalam bentuk diskriminasi terhadap 4 (empat) orang korban peristiwa Talangsari yang tidak diberikan layanan oleh LPSK, pertanyaannya, siapa 4 (empat) orang korban tersebut yang menurut pendapat ORI telah dilanggar haknya oleh LPSK? Adakah ke 4 korban tersebut melapor kepada ORI?

Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan, LPSK tidak memiliki kewenangan terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM. Penerbitan SKKPHAM berdasarkan Pasal 35 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban merupakan kewenangan dari Komnas HAM

BACA JUGA :   Pemprov Babel Hanya Berdayakan Lahan, Bukan Berikan Izin Menambang di Parit Enam

Berdasarkan hal tersebut, maka tuduhan bahwa LPSK telah melakukan diskriminasi tidak mempunyai landasan hukum, tidak mendasar dan mengada-ada. Karena layanan yang telah diberikan oleh LPSK kepada Korban Pelanggaran HAM Yang Berat Peristiwa Talangsari telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. LPSK hanya dapat memberikan layanan bantuan medis, psikologis dan psikososial apabila korban pelanggaran HAM Yang Berat mengajukan permohonan kepada LPSK dengan dilengkapi surat keterangan korban dari Komnas HAM.

e. Publikasi LAHP
LPSK berpendapat publikasi yang dilakukan oleh ORI sebelum LPSK memberikan tanggapan adalah tidak sesuai dengan Pasal 30 dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Seharusnya ORI tidak melakukan publikasi apapun kehadapan publik sebelum terlapor memberikan tanggapan. Namunj, faktanya ORI sudah mempublikasikan LAHP tersebut secara terbuka melalui jumpa pers pada tanggal 13 Desember 2019 yang bertempat di Kantor ORI. Perbuatan ini merugikan nama baik (reputasi) LPSK

ORI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya telah mengabaikan dan/ atau melanggar prinsip-prinsip fundamental dari keberadaan Ombudsman yakni asas-asas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, khususnya terkait asas kepatutan, asas keadilan, asas akuntabilitas, dan asas keseimbangan. Sehingga dapat dikatakan ORI dalam menjalankan mandat Undang-Undang telah mengenyampingkan asas-asas tersebut

Merujuk pada penjelasan di atas, LPSK menyimpulkan bahwa LAHP ORI mengandung unsur ketidakcermatan, ketidakpatutan, terdapat penyalahgunaan wewenang, melanggar prinsip keadilan, tidak profesional dan telah melakukan penilaian yang tidak berdasar. Untuk itu LPSK meminta ORI untuk melakukan tindakan korektif :

1. Melakukan Evaluasi, Pengawasan dan/atau Pemeriksaan terhadap Tim Pemeriksa Laporan Nomor Register : 0217/IN/IV/2019/JKT yang telah melanggar hal-hal tersebut di atas;

2. Mencabut kesimpulan yang menyatakan LPSK telah melakukan tindakan maladministrasi dalam bentuk diskriminasi dan tidak memberikan pelayanan kepada 4 korban dari 15 korban Peristiwa Talangsari;

3. Melakukan rehabilitasi terhadap nama baik LPSK dengan cara menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.

( Narasumber : Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo & Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu ).

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!